Eks Hakim MK Sebut Nuraninya Terusik dengan Karut-marut Pemilu
JAKARTA, NusaBali - Mantan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Aswanto menyebut bahwa hati nuraninya merasa terusik dengan karut-marutnya penyelenggaraan pemilu sehingga hadir dalam sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Anggota Legislatif 2024 untuk memberikan pendapat sebagai ahli.
Pernyataan itu dia sampaikan dalam sidang pembuktian untuk perkara 92-01-12-12/PHPU.DPR-DPRD-XXII/2024 di Gedung MK, Jakarta, Senin (27/5). Berlaku sebagai pihak pemohon adalah Partai Amanat Nasional (PAN) dan sebagai pihak termohon adalah KPU.
“Pada awalnya, ahli tidak berpotensi untuk menilai perkara konkret. Namun, berdasarkan informasi dari berbagai media tentang karut-marut penyelenggaraan pemilihan kali ini, nurani ahli sebagai mantan penyelenggara dan mantan pengadil terusik untuk memberikan pendapat,” kata Aswanto yang hadir sebagai ahli untuk PAN.
Adapun dalam permohonannya, PAN mendalilkan dugaan pengurangan suara partai tersebut dan penambahan suara bagi Partai Golkar dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) oleh KPU untuk pengisian calon anggota DPR RI Dapil Jawa Barat 6.
Aswanto mengatakan bahwa penggelembungan dan pengurangan perolehan suara partai tertentu atau calon anggota legislatif tertentu merupakan kejahatan pemilu. “Penggelembungan dan pengurangan perolehan suara partai atau calon tertentu adalah modus-modus yang dilakukan oleh oknum-oknum tertentu guna memenangkan partai atau calon anggota legislatif tertentu,” ujarnya.
Menurut dia, tindakan tersebut telah diatur dalam undang-undang sehingga ada hukuman bagi anggota penyelenggara pemilu yang mengakibatkan hilang atau berubahnya berita acara rekapitulasi perhitungan perolehan suara.
Secara kedudukan hukum, lanjut Aswanto, Mahkamah memiliki kewenangan untuk mengadili perkara terkait dengan perselisihan hasil pemilu. Bahkan, MK telah menerapkan semangat hukum progresif.
Ia menilai hal itu tercermin dalam putusan perkara yang lalu, salah satunya dalam perkara terkait Pilkada Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah. MK mendiskualifikasi salah satu calon dan menetapkan pasangan calon lainnya sebagai pemenang pilkada.
“Tanggapan bahwa MK sebagai Mahkamah Kalkulator, saya rasa dapat digugurkan,” kata dia. Oleh karena itu, dalam rangka mewujudkan pemilu yang jujur dan adil, tindakan yang tidak sesuai dengan asas pemilu tidak boleh dibiarkan dan harus ditindak tegas oleh lembaga peradilan itu agar tidak terulang lagi pada pemilu-pemilu yang akan datang.
“Membiarkan kejahatan pemilu dengan tidak menghukum pelakunya, seperti mengembalikan suara seperti sebelum menambah, menggelembungkan, atau pengurangan suara adalah juga suatu kejahatan,” pungkasnya.n ant
1
Komentar