Apindo Tolak Iuran Tapera
Ketua Umum Apindo
Tapera
Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera)
Jaminan Hari Tua (JHT)
Menteri PUPR
Basuki Hadimuljono
Dinilai semakin menambah beban baru, baik untuk pemberi kerja maupun pekerja
JAKARTA, NusaBali
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) secara resmi menolak pemberlakuan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).
“Sejak munculnya UU No. 4 Tahun 2016 tentang ‘Tabungan Perumahan Rakyat’ Apindo dengan tegas telah menolak diberlakukannya UU tersebut,” kata Ketua Umum Apindo Shinta Kamdani dalam keterangan resmi di Jakarta, seperti dilansir Antara, Selasa.
Shinta mengatakan, Apindo telah melakukan sejumlah diskusi, koordinasi, dan mengirimkan surat kepada Presiden mengenai Tapera.
Sejalan dengan Apindo, Serikat Buruh/Pekerja juga menolak pemberlakuan program Tapera. Program Tapera dinilai memberatkan beban iuran baik dari sisi pelaku usaha dan pekerja/buruh.
Shinta menjelaskan bahwa Apindo pada dasarnya mendukung kesejahteraan pekerja dengan adanya ketersediaan perumahan bagi pekerja. Namun, Ia menilai PP yang baru disahkan pada 20 Mei 2024 itu menduplikasi atas program sebelumnya, yaitu Manfaat Layanan Tambahan (MLT) perumahan pekerja bagi peserta program Jaminan Hari Tua (JHT) BP Jamsostek.
"Tambahan beban bagi pekerja 2,5 persen dan pemberi kerja 0,5 persen dari gaji yang tidak diperlukan karena bisa memanfaatkan sumber pendanaan dari dana BPJS Ketenagakerjaan," jelasnya.
Menurut pandangan Apindo, justru pemerintah diharapkan dapat lebih mengoptimalkan dana BPJS Ketenagakerjaan, di mana sesuai PP maksimal 30 persen atau Rp138 triliun, maka maka aset JHT sebesar 460 Triliun dapat di gunakan untuk program MLT perumahan Pekerja.
Apindo menilai aturan Tapera terbaru semakin menambah beban baru, baik untuk pemberi kerja maupun pekerja.
Saat ini beban pungutan yang telah ditanggung pemberi kerja sebesar 18,24-19,74 persen dari penghasilan pekerja dengan rincian, yakni Jaminan Sosial Ketenagakerjaan, yakni Jaminan Hari Tua 3,7 persen; Jaminan Kematian 0,3 persen; Jaminan Kecelakaan Kerja 0,24-1,74 persen; dan Jaminan Pensiun 2 persen.
Kemudian, pemberi kerja juga membayar Jaminan Sosial Kesehatan yakni Jaminan Kesehatan 4 persen. Selanjutnya, terdapat Cadangan Pesangon sesuai dengan PSAK (Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan) sekitar 8 persen.
"Beban ini semakin berat dengan adanya depresiasi rupiah dan melemahnya permintaan pasar," ujar Shinta.
Apindo sendiri telah melakukan sosialisasi kepada developer melalui DPP Real Estate Indonesia (REI) dan juga menginisiasi Kick Off penandatangan kerja sama antara BPJS Ketenagakerjaan dan 2 Bank Himbara (BTN dan BNI) Serta 4 Bank (Asosiasi Bank Pembangunan Daerah (Asbanda) yaitu Bank Jabar, Jateng, Bali, dan Aceh dalam rangka perluasan manfaat program MLT Perumahan Pekerja.
Shinta menambahkan, apabila pemerintah tetap akan menerapkan iuran Tapera, Apindo berharap diterapkan terlebih dulu dengan dana yang terkumpul dari ASN, TNI, Polri untuk manfaat yang sepenuhnya ada dalam kontrol pemerintah.
Terpisah, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono mengatakan iuran Tapera yang disetor paling lambat tanggal 10 setiap bulan, bukan uang yang hilang, melainkan digunakan untuk pembiayaan anggota membeli rumah.
"Jadi bukan uang hilang, ada jaminan hari tua, ada ini, ada itu, tapi itu bukan uang hilang," kata Basuki di Jakarta, Selasa.
Ia mengatakan, melalui program ini masyarakat yang terdaftar bisa memanfaatkannya sebagai bantalan ekonomi guna memiliki rumah. Lebih lanjut menurut dia, program Tapera sudah dibentuk sejak lima tahun yang lalu, namun dalam pelaksanaan awalnya diperuntukkan guna membentuk kredibilitas terlebih dahulu.
"Jadi tidak langsung kena pada tahun pertama dulu. Ini sudah lima tahun, sudah pergantian pengurusan, ini dimulai dengan disetujuinya oleh Bapak Presiden," ujarnya.
Regulasi mengenai Tapera diteken oleh Presiden Jokowi pada Senin (20/5) yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) 21/2024 yang merupakan perubahan dari PP 25/2020. Klasifikasi kelompok yang wajib mengikuti program ini yakni ASN, TNI, POLRI, pekerja BUMN/BUMD, serta pekerja swasta.
Dalam aturan itu disebutkan bahwa pemberi kerja wajib membayar simpanan peserta yang menjadi kewajibannya, dan memungut simpanan peserta dari pekerja.7
1
Komentar