Made Taro: Permainan Tradisional Sarat Nilai Karakter
Made Taro dan Gede Tarmada Isi Workshop di Penggak Men Mersi
Guru PAUD dan TK se–Kota Denpasar
Permainan Tradisional
Sarat Nilai Karakter
Made Taro
Gede Tarmada
Penggak Men Mersi
Ada lima jenis permainan tradisional Bali kreasi Made Taro yang dilatihkan kepada para guru PAUD/TK, yakni, Godog-Godogan, Keranjang Duren, Sepit-Sepitan, Kul Kuk, dan Kedis-Kedisan.
DENPASAR, NusaBali - Maestro dongeng dan permainan tradisional Bali Made Taro memberikan pelatihan permainan tradisional kepada puluhan guru PAUD/TK di Kota Denpasar, bertempat di Rumah Budaya Penggak Men Mersi, Denpasar, Senin (3/6). Made Taro berpandangan karakter anak-anak juga dapat terbentuk melalui permainan tradisional.
Made Taro didampingi Gede Tarmada (praktisi bahasa dan sastra Bali yang juga putra Made Taro), melatih permainan tradisional kepada puluhan guru PAUD/TK di Kota Denpasar ini mulai dari lagu untuk mengiringi permainan tradisional hingga cara bermainnya. Dalam workshop ini, Made Taro memainkan alat musik, sementara putranya, Gede Tarmada memandu workshop.
“Permainan tradisional itu, selain merupakan aktivitas budaya, juga sarat dengan nilai-nilai karakter,” ujar Made Taro.
Ada lima jenis permainan tradisional Bali yang dilatihkan kepada para guru PAUD/TK, dan kesemuanya itu merupakan kreasi Made Taro. Ada permainan tradisional Godog-Godogan, Keranjang Duren, Sepit-Sepitan, Kul Kuk, dan Kedis-Kedisan.
Made Taro yang juga pendiri Sanggar Kukuruyuk ini berpandangan karakter anak-anak juga dapat terbentuk melalui permainan tradisional atau di Bali dikenal dengan nama ‘plalianan’.
“Melalui permainan tradisional, bisa terbentuk karakter disiplin, kebersamaan, dan need for achievement atau keinginan untuk berprestasi. Jadi, permainan tradisional itu sarat dengan nilai-nilai karakter,” ucap maestro berusia 84 tahun ini.
Gede Tarmada yang juga putra Made Taro, menambahkan melalui permainan tradisional juga dapat melatih keterampilan kognitif, afektif, dan psikomotorik anak-anak.
“Jadi, bagaimana caranya menghindar, berlari, menjaga, dan sebagainya untuk memenangkan permainan. Dengan bermain juga memberikan rasa nikmat pada anak-anak yang memang identik dengan masa bermain," ucapnya.
Maplalian atau melakukan permainan tradisional, kata Tarmada, sekaligus menjadi media informasi pendidikan dan nilai-nilai budaya Bali. “Permainan tradisional itu ciri-cirinya menggunakan gerakan yang sederhana, mudah dimainkan, bersifat kolektif, dan luwes,” ujarnya.
Gede Tarmada mengatakan permainan tradisional dilaksanakan minimal oleh dua orang. “Semakin banyak semakin seru permainannya. Dan permainan tradisional ini tak hanya untuk anak-anak, tetapi juga dewasa. Bahkan saya bersama kakek guru pernah memberikan workshop ke lansia dan mereka sangat antusias,” tandasnya.
Ketua Ikatan Guru Taman Kanak-kanak Indonesia (IGTKI) Kota Denpasar Ni Nyoman Puspitawati Yasa, mengatakan pelatihan permainan tradisional ini sengaja melibatkan guru-guru PAUD dan TK dengan harapan bisa mendapatkan pelatihan permainan tradisional yang nantinya diajarkan di sekolah masing-masing. Menurutnya permainan tradisional merupakan budaya lokal yang berkembang di ruang sempit karena diserbu dengan gadget dan permainan modern lainnya.
“Sebelum mengenal budaya nasional dan internasional, mereka diajak mengenal budaya lokal. Maka, ikutilah kegiatan ini dengan sebaik mungkin,” tutur guru TK Kartika Mandala ini dalam sambutannya.
Perwakilan Disdikpora Kota Denpasar Nyoman Suryawan mengapresiasi kegiatan yang diinisiasi oleh Rumah Budaya Penggak Men Mersi. Menurutnya kegiatan ini nantinya bisa membangkitkan semangat anak-anak didik dalam melatih kreativitas, inovasi, dan pengembangan diri. “Anak-anak sekarang cenderung bermain gadget. Lewat seni budaya lokal kita jaga ini sejalan dengan visi misi pemerintah kota kreatif, berbudaya, dan maju,” ucapnya.
Kelian Rumah Budaya Penggak Men Mersi Kadek Wahyudita mengatakan, kegiatan workshop ini direspons sangat positif oleh guru-guru PAUD dan TK di Kota Denpasar. Sementara guru-guru di luar Kota Denpasar juga banyak yang ingin terlibat dalam kegiatan workshop melatih mental dan karakter ini. “Mungkin ke depannya kita akan libatkan guru-guru dari kabupaten lain,” ucap Wahyudita.
Dia menjelaskan, kegiatan workshop ini serangkaian Rare Bali Festival (RBF) tahun 2024 yang akan digelar pihaknya bersamaan dengan Hari Anak di Kota Denpasar pada 23 Juli 2024. Festival tersebut mengangkat tema ‘Tribute Made Taro’, yakni meneropong karya-karya permainan tradisional dan dongeng Made Taro selama lebih dari 50 tahun.
Melalui RBF ini Rumah Budaya Penggak Men Mersi ingin terus menamankan ajaran kearifan lokal di tengah perkembangaan zaman. “Banyak yang hilang, seperti hilangnya anak-anak yang ‘jemet’, anak-anak yang ‘urati’. Ketika karakter anak-anak hilang, maka sekarang anak-anak krisis mental dan etika,” kata Wahyudita. 7 a, mis
Komentar