Daunnya Dijadikan Obat hingga Pertanda Paceklik dan Kemakmuran
Magis! Pohon Beringin 'Nyapuh Jagat' di Desa Adat Sobangan, Kecamatan Abiansemal, Badung
Pohon Beringin
Nyapuh Jagat
Pura Puseh Gunung Agung Sobangan
Daunnya Dijadikan Obat
Pertanda Paceklik dan Kemakmuran
Setiap ada warga setempat hendak berangkat bekerja atau bepergian, mereka selalu singgah sebentar untuk bersembahyang pada palinggih di bawah pohon beringin
MANGUPURA, NusaBali - Pohon beringin raksasa banyak terdapat di Pulau Dewata dan hampir semuanya disakralkan warga setempat. Namun, pohon beringin di Desa Sobangan, Kecamatan Abiansemal, Badung sedikit berbeda lantaran memiliki daun yang nyapuh jagat.
Nyapuh jagat secara harfiah bermakna 'menyapu dunia' atau sesuatu yang tergantung dan menyentuh tanah. Di Desa Sobangan, sesuatu yang nyapuh jagat itu adalah daun pohon beringin sakral. Pohon beringin ini tumbuh menyatu dengan panyengker (tembok) Pura Puseh Gunung Agung Sobangan. Menurut kepercayaan warga setempat, dahulu tumbuh tiga pohon beringin di sekitar Pura Puseh Gunung Agung Sobangan. Satu adalah yang nyapuh jagat, kemudian satu tumbuh di sisi tenggara Lapangan Tjok Agung Tresna Sobangan saat ini, dan satu lagi tumbuh di uttama mandala pura.
Namun, dua pohon beringin lainnya itu sudah hilang. Satu karena tumbang beberapa dekade silam. Sedangkan yang sempat tumbuh di uttama mandala pura kehilangan dahannya satu per satu. Ketika masih ada, daun pohon beringin di dalam pura dan daun pohon beringin yang nyapuh jagat bersentuhan satu sama lain di udara.
"Taru (pohon) beringin yang di dalam pura itu dahannya berjatuhan. Walaupun tumbuh memayungi pura, ketika ada dahan besar yang jatuh, tidak ada sedikit pun palinggih dan bangunan lain yang rusak. Bahkan ketika mengenai mahkota atap bangunan, tidak ada yang rusak," ungkap Bendesa Adat Sobangan, I Kadek Oka Suarya,58.
Ketika ditemui di sela persiapan pujawali Pura Puseh Gunung Agung Sobangan, Sabtu (1/6) lalu, Bendesa Suarya menegaskan, satu pohon beringin yang masih tersisa ini disucikan warga. Setiap ada warga yang hendak pergi bekerja dan bepergian, mereka selalu singgah sebentar untuk bersembahyang. Hal ini dikarenakan, pohon beringin nyapuh jagat ini dianggap sebagai lambang kemakmuran. Kata Suarya, ketika daun beringin masih menyentuh tanah maka saat itu pula hasil bumi masih baik-baik saja.
Dulu, pertanda ini memang lebih mengarah ke pertanian namun kini ke kondisi perekonomian warga secara umum. "Kalau sudah menyentuh tanah kemudian sampai melengkung lagi ke atas, itu tandanya hasil bumi itu akan berlimpah, begitu juga perekonomian warga, baik itu pekerjaan, usaha, dan lainnya," imbuh Suarya, Bendesa Adat Sobangan asal Banjar Adat Tengah, Sobangan ini.
Akan tetapi, di masa lalu pernah ada saat di mana daun beringin ini tidak menyentuh tanah. Hal ini bukan karena faktor pertumbuhan dahan pohon melainkan karena perubahan yang sukar dijelaskan nalar. Ketika daun beringin tidak nyapuh jagat, warga bersiap kemungkinan paceklik yang bakal terjadi. Di samping menjadi pertanda paceklik, daun pohon beringin nyapuh jagat ini juga dimanfaatkan sebagai tamba (obat) dan jimat.
Kebiasaan dijadikan jimat ini biasanya hanya dilakukan oleh warga setempat ketika singgah sejenak untuk sembahyang di sanggah yang ada di bawah pohon beringin sebelum bepergian. "Untuk tambanya itu tidak dilakukan secara khusus. Warga biasanya mandiri, misalkan saat sembahyang itu dimohonkan kemudian daun beringinnya dipetik. Bahkan, ada yang mengunyah langsung daunnya," ujar Suarya.
Sebagai bendesa dan manusia biasa, Suarya tidak dapat menjelaskan kemagisan dan khasiat dari daun pohon beringin ini. Hanya saja, hal ini sudah menjadi kepercayaan turun temurun warga Sobangan yang masih lestari dan tetap dijaga kalangan tua hingga muda. 7 ol1
Komentar