Gubernur: Bali Darurat Narkotika
Pada 2015 penyalahgunaan narkotika mencapai 2,01 persen dari penduduk Bali atau sebanyak 61.353 orang. Pada 2016 menjadi 2,02 persen atau sebanyak 62.457 orang.
DENPASAR, NusaBali
Gubernur Made Mangku Pastika mengatakan Bali sudah masuk dalam kategori darurat narkotika, dengan angka penyalahgunaannya pada 2016 mencapai 2,02 persen atau sebanyak 62.457 orang.
“Angka itu yang tercatat, dark number-nya (yang tidak terungkap) yang di bawah gunung es banyak sekali, bisa tiga sampai empat kali itu,” kata Pastika usai menyampaikan Ranperda tentang Fasilitasi Pencegahan Penyalahgunaan Narkotika dalam sidang paripurna DPRD Bali, di Denpasar, Senin (7/8).
Menurut dia, keadaan penyalahgunaan narkotika di Bali sudah tergolong darurat atau gawat karena kasus penyalagunaannya juga sudah sampai hingga pelosok desa. “Sudah sampai ke desa-desa, masak kita biarin sampai gawat beneran,” ucap mantan Kepala Pelaksana Harian BNN, itu.
Pastika menambahkan, angka penyalahgunaan narkotika di Bali juga terus meningkat. Pada 2015 penyalahgunaan narkotika mencapai 2,01 persen dari penduduk Bali atau sebanyak 61.353 orang. Pada 2016 meningkat menjadi 2,02 persen atau sebanyak 62.457 orang.
Di sisi lain, dia melihat sejauh ini Badan Narkotika Nasional Provinsi Bali membutuhkan bantuan dan dukungan untuk memerangi kasus penyalahgunaan narkotika, sehingga Pemprov Bali berinisiatif menyusun Ranperda tentang Fasilitasi Pencegahan Penyalahgunaan Narkotika.
“BNNP itu instansi vertikal, sehingga kami sulit untuk memberikan bantuan operasional, padahal kita tahu bahwa BNNP itu memang perlu dukungan dan bantuan. Jadi, harus dibuat payung hukumnya supaya kita bisa membantu mereka dengan APBD,” ujarnya.
Selama ini, lanjut dia, bantuan yang dapat diberikan Pemprov Bali di antaranya adalah bantuan kendaraan dalam bentuk hibah, tetapi untuk mendukung operasional BNNP dan sebagainya tidak bisa. “Mudah-mudahan dengan perda ini sebagai payung hukum untuk memberikan dukungan itu. Nanti dari situ kami coba tanya dari BNNP apa saja yang diperlukan,” ujar Pastika.
Dia mengemukakan, dasar hukum penyusunan perda tersebut juga mengacu pada UU No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, dan Permendagri No 21 tahun 2013 tentang Fasilitasi Pencegahan Penyalahgunaan Narkotika. Berdasarkan regulasi tersebut, dinyatakan bahwa pemerintah daerah bertanggungjawab melindungi masyarakat dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat melalui fasilitasi pencegahan penyalahgunaan narkotika.
“Demikian juga masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk berperan serta membantu pencegahan penyalahgunaan narkotika,” tandasnya. *ant
Gubernur Made Mangku Pastika mengatakan Bali sudah masuk dalam kategori darurat narkotika, dengan angka penyalahgunaannya pada 2016 mencapai 2,02 persen atau sebanyak 62.457 orang.
“Angka itu yang tercatat, dark number-nya (yang tidak terungkap) yang di bawah gunung es banyak sekali, bisa tiga sampai empat kali itu,” kata Pastika usai menyampaikan Ranperda tentang Fasilitasi Pencegahan Penyalahgunaan Narkotika dalam sidang paripurna DPRD Bali, di Denpasar, Senin (7/8).
Menurut dia, keadaan penyalahgunaan narkotika di Bali sudah tergolong darurat atau gawat karena kasus penyalagunaannya juga sudah sampai hingga pelosok desa. “Sudah sampai ke desa-desa, masak kita biarin sampai gawat beneran,” ucap mantan Kepala Pelaksana Harian BNN, itu.
Pastika menambahkan, angka penyalahgunaan narkotika di Bali juga terus meningkat. Pada 2015 penyalahgunaan narkotika mencapai 2,01 persen dari penduduk Bali atau sebanyak 61.353 orang. Pada 2016 meningkat menjadi 2,02 persen atau sebanyak 62.457 orang.
Di sisi lain, dia melihat sejauh ini Badan Narkotika Nasional Provinsi Bali membutuhkan bantuan dan dukungan untuk memerangi kasus penyalahgunaan narkotika, sehingga Pemprov Bali berinisiatif menyusun Ranperda tentang Fasilitasi Pencegahan Penyalahgunaan Narkotika.
“BNNP itu instansi vertikal, sehingga kami sulit untuk memberikan bantuan operasional, padahal kita tahu bahwa BNNP itu memang perlu dukungan dan bantuan. Jadi, harus dibuat payung hukumnya supaya kita bisa membantu mereka dengan APBD,” ujarnya.
Selama ini, lanjut dia, bantuan yang dapat diberikan Pemprov Bali di antaranya adalah bantuan kendaraan dalam bentuk hibah, tetapi untuk mendukung operasional BNNP dan sebagainya tidak bisa. “Mudah-mudahan dengan perda ini sebagai payung hukum untuk memberikan dukungan itu. Nanti dari situ kami coba tanya dari BNNP apa saja yang diperlukan,” ujar Pastika.
Dia mengemukakan, dasar hukum penyusunan perda tersebut juga mengacu pada UU No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, dan Permendagri No 21 tahun 2013 tentang Fasilitasi Pencegahan Penyalahgunaan Narkotika. Berdasarkan regulasi tersebut, dinyatakan bahwa pemerintah daerah bertanggungjawab melindungi masyarakat dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat melalui fasilitasi pencegahan penyalahgunaan narkotika.
“Demikian juga masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk berperan serta membantu pencegahan penyalahgunaan narkotika,” tandasnya. *ant
Komentar