Bunga Gemitir Berpotensi Dorong Inflasi
Faktor risiko inflasi lainnya kenaikan harga minyak kelapa sawit global
DENPASAR, NusaBali
Kepala Perwakilan Bank Indonesia (KPwBI) Provinsi Bali, Erwin Soeriadimadja mengingatkan terdapat beberapa risiko perlu diwaspadai pada Juni 2024 ini. Antara lain ketidakpastian cuaca memengaruhi kesuburan tanaman. Termasuk tanaman gemitir yang menjadi salah satu komponen canang sari, yang berpengaruh terhadap perhitungan inflasi.
Hal itu disampaikan berkait dengan perkembangan harga di Provinsi Bali, Senin (3/6). ”Ketidakpastian cuaca memengaruhi kesuburan tanaman, termasuk tanaman gemitir yang menjadi salah satu komponen canang sari,” ujarnya. Selain karena faktor cuaca, canang sari sebagai salah satu sarana persembahyangan umat Hindu juga kerap menjadi komoditas yang mengalami inflasi saat hari raya keagamaan karena tingginya permintaan.
Selain dari sisi tanaman gumitir, faktor risiko inflasi lainnya yang perlu diwaspadai pada bulan ini juga karena kenaikan harga minyak kelapa sawit global karena berpotensi merambat ke harga minyak goreng (minyak goreng) dan bahan bakar.
Walau demikian, Erwin juga menyampaikan terdapat beberapa faktor yang berpotensi menahan kenaikan inflasi lebih tinggi, diantaranya peningkatan alokasi pupuk bersubsidi dari pemerintah pusat dan penurunan harga jagung global sebagai bahan baku ternak, khususnya daging ayam ras dan telur ayam ras.
TPID (Tim Pengendalian Inflasi Daerah) Provinsi dan Kabupaten/Kota di Bali kata Erwin secara konsisten melakukan pengendalian inflasi dalam kerangka kebijakan 4K ( Ketersediaan bahan kebutuhan, Kerterjangkauan harga, Kelancaran distribusi dan Komunikasi yang efektif).
Pengendalian harga tersebut diantaranya kegiatan operasi pasar murah dan pemantauan harga terus diintensifkan. “Terutama untuk komoditas bahan pangan strategis,” kata Erwin Soeriadimadja.
Kemudian imbauan Penjabat(Pj) Gubernur Bali Sang Made Mahendra Jaya kepada jajaran di kabupaten/kota untuk memanfaatkan lahan pemerintah provinsi untuk ditanami tanaman bahan pokok sebagai salah satu langkah pengendalian inflasi.
Mendorong kerja sama antar daerah dan pemberian benih unggul di beberapa Kabupaten, seperti Badung dan Tabanan. Pelaksanaan High Level Meeting (HLM) TPID, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten.
“Melalui langkah langkah tersebut, Bank Indonesia meyakini inflasi tahun 2024 tetap akan terjaga dan terkendali dalam rentang sasaran 2,5±1%,” kata dia optimis. Sebelumnya Provinsi Bali merilis perkembangan harga Provinsi Bali pada Mei 2024 secara bulanan mengalami deflasi sebesar -0,10% (mtm), lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya yang mengalami inflasi sebesar 0,32% (mtm). Dan lebih dalam dibandingkan deflasi nasional sebesar -0,03% (mtm).
“Namun secara tahunan, inflasi Provinsi Bali sebesar 3,54% (yoy), masih lebih tinggi dibandingkan inflasi nasional sebesar 2,84% (yoy),” jelasnya. Dari 4 kota perhitungan inflasi di Bali, Kota Singaraja mengalami deflasi paling dalam yaitu sebesar -0,33% (mtm) atau 2,92% (yoy). Kemudian diikuti Tabanan mengalami deflasi sebesar -0,28% (mtm) atau 3,56% (yoy), Badung deflasi sebesar -0,09% (mtm), atau 4,01% (yoy), dan Kota Denpasar mengalami inflasi sebesar 0,05% (mtm), atau 3,52% (yoy).
Berdasakan komoditasnya deflasi bersumber dari penurunan harga beras, tomat, daging ayam ras, sawi hijau, dan cabai rawit. Penurunan harga beras dan cabai rawit didorong melimpahnya pasokan sehubungan dengan masuknya musim panen raya di Provinsi Bali. Penurunan harga tomat dan sawi hijau sejalan dengan meningkatnya pasokan dari Jawa dan membaiknya cuaca.
Selanjutnya, penurunan daging ayam ras didorong meningkatnya pasokan dari Jawa dan menurunnya harga jagung sebagai bahan baku utama pakan ternak. Disampaikan Erwin Soeriadimadja laju deflasi yang lebih dalam tertahan peningkatan harga bawang merah dan tarif parkir. K17
Komentar