Persempit Ruang Gerak Penyelundupan Penyu ke Bali, Perlu Dukungan Adat
DENPASAR, NusaBali.com - Penyelundupan binatang yang dilindungi seperti penyu dari Pulau Jawa masih terjadi karena adanya permintaan pasar di Bali.
Hal ini diutarakan oleh Kepala Satreskrim Polres Jembrana AKP Si Ketut Arya Pinatih ketika menjadi pembicara di acara talk show Hari Laut Sedunia yang digelar Yayasan WWF Indonesia, Sabtu (8/6/2024).
"Menurut keterangan tersangka yang kami tangkap, penyu itu diperjualbelikan untuk bahan makanan lawar penyu," beber AKP Arya ketika dikonfirmasi NusaBali.com usai acara yang berlangsung di mal Living World, Denpasar.
Sepanjang tahun 2024, Polres Jembrana telah mengungkap dua kasus penyelundupan penyu ke Bali. Total 30 penyu diselundupkan dan berhasil digagalkan dalam pengungkapan kasus bulan Maret dan Mei 2024.
Kata perwira pertama (pama) yang pernah bertugas di Ditreskrimsus Polda Bali ini, Jembrana sebagai pintu masuk darat/laut Pulau Bali hanya menjadi akses masuk. Penyu yang diselundupkan ini kebanyakan dikirim ke pembeli di Denpasar.
"Kami sudah melakukan tindakan tegas dan terukur sesuai peraturan yang berlaku. Namun, jika hal ini (permintaan pasar) terus ada, binatang yang dilindungi ini akan punah. Hal ini perlu dicegah," imbuh AKP Arya.
Untuk itu, dinilai perlu keterlibatan adat guna menekan permintaan pasar. Adat dapat mempertimbangkan memasukkan klausa perlindungan penyu/satwa yang dilindungi secara umum ke dalam peraturan adat, seperti pararem, awig-awig, bahkan bhisama.
"Guna mencegah mobilisasi penyelundupan dan penangkapan penyu besar-besaran, masyarakat luas perlu membahas hal ini entah itu dalam bhisama, awig-awig, agar mereka mengerti dan tidak melakukan itu (kuliner penyu)," tegas Kepala Satreskrim Polres Jembrana yang mulai bertugas April lalu.
Di Jembarana sendiri, kata AKP Arya, sedang dilakukan proses pendekatan kepada tokoh masyarakat dan tokoh adat. Akan tetapi, melihat pola mobilisasi penyelundupan penyu dari proses pengungkapan kasus, tidak cukup jika hal ini hanya dilakukan di Jembrana.
Menurut AKP Arya, walaupun gagasan ini sedang diancar-ancar di Jembrana, perlu pula dukungan kolektif dari masyarakat luas dan adat se-Bali. Kata dia, tujuannya satu yakni mencegah kepunahan satwa yang mana sejalan dengan filosofi masyarakat Bali, Tri Hita Karana. *rat
"Menurut keterangan tersangka yang kami tangkap, penyu itu diperjualbelikan untuk bahan makanan lawar penyu," beber AKP Arya ketika dikonfirmasi NusaBali.com usai acara yang berlangsung di mal Living World, Denpasar.
Sepanjang tahun 2024, Polres Jembrana telah mengungkap dua kasus penyelundupan penyu ke Bali. Total 30 penyu diselundupkan dan berhasil digagalkan dalam pengungkapan kasus bulan Maret dan Mei 2024.
Kata perwira pertama (pama) yang pernah bertugas di Ditreskrimsus Polda Bali ini, Jembrana sebagai pintu masuk darat/laut Pulau Bali hanya menjadi akses masuk. Penyu yang diselundupkan ini kebanyakan dikirim ke pembeli di Denpasar.
"Kami sudah melakukan tindakan tegas dan terukur sesuai peraturan yang berlaku. Namun, jika hal ini (permintaan pasar) terus ada, binatang yang dilindungi ini akan punah. Hal ini perlu dicegah," imbuh AKP Arya.
Untuk itu, dinilai perlu keterlibatan adat guna menekan permintaan pasar. Adat dapat mempertimbangkan memasukkan klausa perlindungan penyu/satwa yang dilindungi secara umum ke dalam peraturan adat, seperti pararem, awig-awig, bahkan bhisama.
"Guna mencegah mobilisasi penyelundupan dan penangkapan penyu besar-besaran, masyarakat luas perlu membahas hal ini entah itu dalam bhisama, awig-awig, agar mereka mengerti dan tidak melakukan itu (kuliner penyu)," tegas Kepala Satreskrim Polres Jembrana yang mulai bertugas April lalu.
Di Jembarana sendiri, kata AKP Arya, sedang dilakukan proses pendekatan kepada tokoh masyarakat dan tokoh adat. Akan tetapi, melihat pola mobilisasi penyelundupan penyu dari proses pengungkapan kasus, tidak cukup jika hal ini hanya dilakukan di Jembrana.
Menurut AKP Arya, walaupun gagasan ini sedang diancar-ancar di Jembrana, perlu pula dukungan kolektif dari masyarakat luas dan adat se-Bali. Kata dia, tujuannya satu yakni mencegah kepunahan satwa yang mana sejalan dengan filosofi masyarakat Bali, Tri Hita Karana. *rat
1
Komentar