Pakar Intelejen Tegaskan Pramuka Tetap Masuk Ekstrakulikuler Wajib
Pakar Intelejen
Pramuka
Ekstrakulikuler Wajib
Jenderal TNI (Purn) A.M. Hendropriyono
Gerakan Pramuka
JAKARTA, NusaBali - Pakar intelijen Indonesia Jenderal TNI (Purn) A.M. Hendropriyono menegaskan keberadaan Gerakan Pramuka, tidak boleh dibubarkan dan tetap menjadi kegiatan wajib ekstrakurikuler.
“Pramuka harus tetap eksis dan wajib. Sehingga aturan yang membubarkan Pramuka harus ditinjau ulang," katanya di Taman Wiladatika, Cibubur, Jakarta, Selasa 94/6) lalu.
Menurut dia, Pramuka merupakan gerakan untuk mendidik anak-anak yang akan menjadi pemimpin dan generasi penerus bangsa dan negara. Kegiatan itu, harusnya tetap wajib diikuti para siswa di tanah air, mengingat posisinya sebagai kader pemersatu bangsa.
Hendropriyono mengatakan hal tersebut sesaat sebelum membuka acara Munas VII Warga Jaya Indonesia yang diikuti para pengurus dari seluruh Indonesia. Pada kesempatan itu, Hendropriyono yang juga Ketua Umum DPP Warga Jaya Indonesia mengubah nama organisasi itu menjadi Warga Bumiputra Indonesia (WBI).
“Anggota Pramuka mempunyai satu rasa kebangsaan yang tebal. Mereka harus menjadi Pancasilais sejati yang tidak tergerus ke sana ke sini karena kepentingan-kepentingan yang sesaat dan kepentingan politik elektoral," kata mantan mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) itu.
Pada 25 Maret 2024, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Makarim mencabut kegiatan Pramuka sebagai ekstrakurikuler wajib di sekolah lewat Peraturan Menteri Nomor 12 Tahun 2024 tentang Kurikulum pada Pendidikan Anak Usia Dini, Jenjang Pendidikan Dasar, dan Jenjang Pendidikan Menengah.
Hendropriyono mengutip hasil survey Pusdatin Kwarnas Pramuka yang memperlihatkan 89 persen netizen dari sekitar 25.000 pembicaraan di media sosial, menyatakan kontra terhadap kebijakan Permendikbudristek No.12/2024. Hanya 11 persen saja yang pro dari survei yang digelar sejak 29 Maret – 7 April 2024.
Sementara itu, Sekjen Kwarnas Pramuka Mayjen TNI (Purn) Bachtiar Utomo mengatakan, situasi “penghapusan” Pramuka bisa disamakan dengan proxy war, yaitu situasi dimana terjadi aktor-aktor tertentu yang berupaya memecah belah bangsa secara tidak langsung namun bagi pimpinan bangsa yang jeli dapat mendeteksi gejala tersebut.
“Dalam perspektif strategis, ini membahayakan. Itu sebabnya Kemendikbud harus merevisi dan tetap memasukkan kegiatan Pramuka menjadi ekskul wajib atau masuk dalam kokurikuler yang tertuang dalam regulasi formal bukan hanya lisan di media, dan harus ada hitam-putihnya secara nyata dan jelas,” katanya menegaskan. 7 ant
1
Komentar