Desa Adat Diajak Ikut Perangi Joged Jaruh
Pembinaan Seni Adat dan Tradisi Tari Joged
Kepala Dinas Kebudayaan Buleleng
I Nyoman Wisandika
Perangi Joged Jaruh
SINGARAJA, NusaBali - Dinas Kebudayaan mengajak seluruh desa adat di Buleleng ikut serta mengawasi dan memerangi joged jaruh (porno) yang merusak citra seni dan budaya Bali.
Bendesa se-Buleleng dihadirkan di Sasana Budaya Buleleng, Rabu (12/6) kemarin untuk bersama-sama melakukan pembinaan seni tradisi dan budaya di masyarakat khususnya tari joged.
Kepala Dinas Kebudayaan Buleleng, I Nyoman Wisandika, mengatakan pembinaan seni tradisi dan budaya dilakukan menyikapi viralnya joged jaruh dengan pengibing pemangku yang viral di media sosial berapa waktu lalu. Pemerintah pun berupaya meluruskan persoalan tersebut dengan menggandeng kelian desa adat.
“Kenapa desa adat,? karena sekaa dan sanggar joged pasti ada di wewidangan desa adat. Saya pikir kalau jero kelian yang menyampaikan pasti kramanya patuh,” ucap Wisandika.
Keterlibatan desa adat dalam menjaga seni, tradisi dan budaya ini diharapkan membantu melakukan pembinaan dan pemantauan sanggar atau sekaa yang ada di wewidangannya. Terutama menekankan kalau pentas harus sesuai pakem. Dalam waktu dekat ini, Dinas Kebudayaan juga mengagendakan untuk mengumpulkan kembali sekaa dan sanggar joged yang ada di Buleleng untuk satu pemahaman.
Wisandika juga mengatakan fenomena joged jaruh ini masih menjadi polemik sebab akibat di masyarakat. Sebagian besar penari joged jaruh mengaku menyanggupi menari senonoh karena permintaan dan alasan ekonomi. Sehingga penangananya tidak berhenti pada penari, tetapi juga masyarakat yang mengundang untuk tampil, termasuk pemerintah.
Sementara itu, Pemateri Wayan Sujana yang juga pelaku seni mengatakan di awal kemunculannya tari joged merupakan tarian perayaan kegembiraan. Seniman pun tidak mengemas pakem tarian yang mengikat. Tari joged hanya diketatkan dalam ekspresi penjiwaan penari, agar memiliki daya tarik agar penonton mau ikut menari (ngibing).
“Dasar tarian joged ditekankan pada ekspresi wajah, senyum dan egol (gerakan pinggul ke kanan dan kekiri) itu saja. Kalau sekarang ada yang sampai goyang erotis atau memperlihatkan bagian intim tubuh itu sudah keluar jauh sekali dari semangat seni dan budaya,” terang Sujana.
Mantan Kabid Kesenian Dinas Kebudayaan Buleleng ini pun menyebut belakangan berkembang calo joged di lapangan. Kadang penari joged jaruh dihubungkan calo untuk menari di acara-acara. Penari joged jaruh ditemukan freeland dan banyak yang bukan penari. Mereka pun menari tidak menggunakan iringan sekaa, tapi tabuhnya disetel menggunakan flashdisk.
Sujana pun menilai solusi yang prinsip dan efektif untuk menghindari kasus yang sama harus ada kesadaran dari penari joged jaruh untuk mengakhiri pekerjaan yang tidak benar dan mencari pekerjaan lain. Pemerintah pun kembali harus duduk bersama dengan desa adat untuk menginisiasi perarem yang mengatur pelestarian tari joged.
”Secara pribadi solusi paling pas itu di akar rumput. Desa adat baiknya membuat perarem bagi masyarakat yang akan mementaskan joged diatur pakemnya. Bagi penari juga bisa dikenakan sanksi awig kalau menari jaruh,” terang Sujana.7 k23
1
Komentar