nusabali

Anak Tunggal Seniman Besar Gde Manik Hidup Telantar

  • www.nusabali.com-anak-tunggal-seniman-besar-gde-manik-hidup-telantar

Malang betul nasib Putu Resika, 85, putri semata wayang seniman besar Buleleng, Gde Manik.

Kondisi Lumpuh, Dirawat Sepupu Miskin


SINGARAJA, NusaBali
Di usianya yang mendekati seabad, Putu Resika harus melalui hari-hari yang sulit. Perempuan renta 85 tahun kini dalam kondisi lumpuh, sehari-harinya hanya dihidupi sepupunya yang miskin. Ini kontras dengan nama besar sang ayah, seniman yang telah mengharumkan nama Buleleng.

Putu Resika kini diurus sepupunya, Made Partia, 50, di rumahnya kawasan Banjar Kauh Luan, Desa Jagaraga, Kecamatan Sawan, Buleleng. Ditemui NusaBali di rumahnya, Selasa (8/8), perempuan lumpuh yang rambutnya sudah memutih ini masih sanggup melakukan aktivitas terbatas, seperti makan dan mandi. Bahkan, Putu Resika masih bisa merangkak ke rumah tetangga terdekat.

Meski lumpuh, Putu Resika masih memiliki ingatan cukup kuat. Bahkan, perempuan sepuh ini masih mampu menceritakan perjalanan hidup yang dialaminya. Dia mengaku pernah menikah sebanyak tiga kali dengan pria dari Desa Jagaraga. Namun, dari tiga kali pernikahannya itu, Putu Resika hanya memiliki seorang anak dari suami ketiganya, Putu Wira, yang sudah almarhum.

Sayangnya, kebahagian memiliki seorang anak tidak berlangsung lama. Sebab, anak lelaki semata wayanynya yang diberi nama Gede Redita keburu meninggal saat usianya baru 4 tahun. Penderitaan Putu Resika terus berlanjut, saat dia kemudian diceraikan suaminya dan harus kembali ke rumah asal. Sebelum ayahnya, Gde Manik, meninggal dunia, Putu Resika hanya bekerja sebagai petani.

Hingga suatu saat Putu Resika diajak oleh kerabatnya, Gede Paneca, merantau ke Jakarta, untuk bantu mengasuh anak dan bersih-bersih rumah. Putu Resika pun lama di Jakarta. Barulah 5 tahun silam, Putu Resik diantarkan pulang ke Desa Jagaraga oleh Gede Paneca, karena kondisinya yang sudah sepuh.

Karena sudah tidak memiliki anak, Putu Resika kemudian dirawat sepupunya, Made Partia, di Desa Jagaraga, sepulang dari Jakarta. Naas, setahun tinggal di kampung halaman, Putu Resika mengalami kecelakaan kecil yang mengakibatkan kakinya keseleo dan akhirnya lumpuh sampai sekarang. “Saya jatuh di dapur setelah memasak. Kaki keseleo, sampai sekarang tidak bisa jalan lagi,” kenang Putu Resika dalam dalam Bahasa Bali.

Di tengah kondisinya yang lumpuh, Putu Resika masih mampu mengingat dengan baik sejumlah gambelan dan tarian yang diciptakan ayahnya, Gde Manik, seperti gambelan Tari Teruna Jaya, Oleg Tamulilingan, dan Tari Baris. Seluruh tarian dan gambelan yang dikuasai sejak menginjak remaja itu dipelajari secara otodidak. Putu Resika pun mengaku sempat ikut pentas di sejumlah daerah, ikut dengan ayahnya.

Sementara itu, Made Partia yang bertanggung jawab mengurus Putu Resika sejak 5 tahun terakhir, merupakan warga miskin yang kesehariannya bekerja sebagai buruh penggilingan padi. Made Partia tak bisa berbuat banyak, karena penghasilannya hanya Rp 30.000 per hari. Uang itulah yang dipakai menafkahi keluarga, termasuk Putu Resika dan putranya sendiri.

Lagipula, kata Made Partia, penghasilan itu juga tidak selalu didapatkannya, karena pekerjaan di tempat penggilingan padi hanya ada saat musim panen padi. “Kalau tidak ada musim panen, saya kerja serabutan, mencari rombeng atau apa saja yang bisa mendatangkan uang,” cerita Made Partia di rmahnya, Selasa kemarin.

Made Partia menceritakan, perjalanan hidup kakak sepupunya, Putu Resika, cukup memprihatinkan. Sebagai putri tunggal sang maestro seni Gde Manik, Putu Karti justru harus menjalani hidup yang keras dan susah. “Padahal, almarhum ayahnya, Gde Manik, merupakan sosok seniman besar yang menguasai kesenian tari dan gambelan,” katanya.

Sementara, petugas Dinas Sosial Kabupaten Buleleng semoat bertandang langsung ke rumah Made partia di Desa Jagaraga, Selasa kemarin, untuk menjenguk putri seniman besar Gde Manik. Kepala Dinas Sosial Buleleng, Gede Komang, juga ikut terjun. Menurut Gede Komang, pihaknya segera akan berkoordinasi dengan Panti Jompo untuk menampung Putu Resik.

“Sayang sekali kami baru tahu sekarang. Padahal, secara historis beliau (putru Gde Manik, Red) tidak boleh lepas dari tanggungan pemerintah, karena jasa besar orangtuanya,” kata Gede Komang. Sembari menunggu kepastian dari Panti Jompo dan keluarganya, lanjut Gede Komang, Dinas Sosial Buleleng memberikan bantuan berupa sembako dan keperluan sehari-hari buat Putu Resik. *k23

Komentar