Usulan Menaikkan Pungutan Wisman, Koster: Belum Urgen Saat Ini
DENPASAR, NusaBali - Gubernur Bali 2018–2023 Wayan Koster mengemukakan usulan kenaikan pungutan wisatawan mancanegara (wisman) menjadi 50 dolar AS saat ini tidaklah menjadi urgensi.
Pembenahan sistem merupakan hal utama yang harus dilakukan, daripada langsung menaikkan pungutan wisman.
Pungutan wisatawan mancanegara di Bali yang baru berjalan sejak 14 Februari 2024 menunjukkan hasil yang jauh dari target. Dari jumlah yang seharusnya masuk, baru sepertiga yang terealisasi. Koster berpendapat, kondisi ini harusnya mendorong berbagai pihak untuk mengevaluasi sistem yang ada, daripada langsung mengusulkan menaikkan tarif pungutan wisatawan saat ini.
“Saya sudah memberi masukan kepada Pak Pj Gubernur Bali supaya dilakukan revisi Peraturan Daerah (Perda). Terutama untuk kerja sama dengan pihak Angkasa Pura, pihak Imigrasi, dan pihak hotel, yang di sana lokus-lokus untuk menentukan kedatangan wisatawan,” kata Koster ditemui di kantor DPD PDIP Bali Jalan Banteng Baru No 4, Niti Mandala, Denpasar, Jumat (21/6) sore.
Menurutnya, usulan untuk menaikkan pungutan wisatawan sebesar 50 dolar sebaiknya ditunda, lantaran Perda yang ada menetapkan bahwa kenaikan paling cepat bisa dilakukan dua tahun sejak diberlakukan. Dengan tarif pungutan sebesar Rp 150.000 per orang yang baru diterapkan pada 14 Februari 2024, kenaikan baru bisa dilakukan pada 2026. “Saya rasa usulan tentang kenaikan pungutan wisman itu jangan dulu, kan ada aturannya dalam Perda paling cepat dua tahun sejak diberlakukan,” tegas Ketua DPD PDIP Bali itu.
Koster juga menyebutkan bahwa tidak ada urgensi untuk menaikkan tarif pungutan wisman saat ini. Jika hal itu dilakukan tanpa kajian mendalam, malahan akan mempengaruhi tingkat kepuasan serta pengalaman wisatawan. Saat ini pariwisata Bali sangat kompetitif dengan pariwisata khususnya di ASEAN, tentunya akan berdampak kurang baik jika tidak mengambil langkah yang tepat.
“Tidak ada urgensi untuk menaikkan tarif sekarang. Yang lebih penting adalah membenahi sistem agar wisatawan mancanegara bisa ikut berpartisipasi membayar pungutan wisatawan, itu dulu,” tandas Koster, orang yang mencetuskan ide pungutan wisman.
Dia juga mengatakan bahwa dari data Dinas Pariwisata Bali yang menunjukkan bahwa sejak penerapan pungutan ini, baru terkumpul Rp 124 miliar, atau hanya sekitar 40 persen dari target. Hal ini menunjukkan adanya masalah dalam sistem yang perlu segera diperbaiki. “Saya rasa itu bahkan di bawah 40 persen sebenarnya. Saya hitung baru sepertiga yang masuk dari target yang seharusnya,” ujar mantan anggota DPR RI Fraksi PDIP (2004-2018) itu.
Koster juga mengusulkan sebaiknya wisatawan tidak dicek satu per satu langsung ke lapangan. “Saya rasa, Pemprov sebaiknya tidak mengecek wisatawan langsung di lapangan karena itu tidak simpatik. Mungkin sistemnya belum optimal sehingga wisatawan asing belum bisa mengakses dengan baik, bahkan mungkin ada yang belum mengetahui. Masa kalau dia berkunjung ke destinasi wisata ditanya-tanya, itu kan kurang simpatik,” tandas pria kelahiran Desa Sembiran, Kecamatan Tejakula, Buleleng, itu.
Keterbatasan lahan di bandara untuk pemasangan alat auto scanner gate menjadi salah satu kendala utama. Oleh karena itu, diperlukan kerja sama intensif dengan pihak Angkasa Pura, Imigrasi, dan kepolisian, dengan alokasi pos anggaran yang jelas untuk mereka.
“Sistemnya yang perlu diperbaiki, tentu harus melalui perubahan Perda. Salah satunya adalah karena tidak bisa memasang alat auto scanner gate di bandara karena tidak ada lahan yang memungkinkan untuk dipakai. Artinya harus ada kerja sama dengan pihak Angkasa Pura. Berarti insentif untuk Imigrasi, kepolisian itu harus ada. Artinya harus ada pos anggaran yang dialokasikan untuk Angkasa Pura, Imigrasi, dan pihak-pihak lain yang diajak kerja sama. Kalau tidak, masa diajak kerja sama tidak dapat bagian,” ucap Koster.
Sebelumnya, Dinas Pariwisata (Dispar) Provinsi Bali akan lakukan kajian lebih mendalam soal usulan DPRD Bali terkait kenaikan pungutan untuk wisatawan mancanegara (wisman). Sementara sejak diberlakukan mulai 14 Februari 2024 lalu hingga 19 Juni 2024, baru sekitar 40 persen saja wisatawan asing yang membayar pungutan sebesar Rp 150.000 per orang. Dengan kondisi ini, Bali kehilangan potensi dari pungutan ini sebesar Rp 186 miliar.
Kepala Dinas Pariwisata (Kadispar) Provinsi Bali Tjokorda Bagus Pemayun, mengatakan usulan kenaikan nilai pungutan tersebut memerlukan kajian lebih lanjut. “Kita harus ada kajian lagi, enggak ujug-ujug, sehingga kita bisa melihat angka itu dari mana, karena harus ada hitung-hitungannya, reasonable tidak angka itu, sehingga tidak membebani wisatawan. Kenaikan ini bukan masalah tepat atau tidak terkait upaya meningkatkan kualitas wisatawan,” ujar Tjok Pemayun, Kamis (20/6) siang.
Tjok Pemayun kemudian membeberkan data sejak diberlakukannya pungutan sebesar Rp 150.000 untuk wisatawan asing per 14 Februari 2024 hingga 19 Juni 2024 telah terkumpul dana sebesar Rp 124 miliar. Jumlah ini hanya mencakup 40 persen dari total wisatawan asing yang datang ke Bali, sementara sisanya 60 persennya tidak membayar. Artinya, Bali kehilangan potensi pendapatan sekitar Rp 186 miliar selama periode tersebut.
Tjok Pemayun menerangkan dari Januari hingga Mei 2024, Bali menerima 2,2 juta wisman. Namun yang membayar pungutan kurang dari setengahnya. Untuk mengatasi masalah ini, dia mengusulkan penggunaan alat auto scanner gate yang dapat mendeteksi apakah wisatawan sudah membayar pungutan atau belum. “Kita coba ke depan kalau memungkinkan bekerja sama dengan Imigrasi lagi karena ada alat auto scanner gate itu, itu sebenarnya kuncinya,” ucapnya. Dengan penerapan alat ini, diharapkan penyerapan pungutan bisa mencapai 90 persen. 7 cr79
1
Komentar