120 Krama Ikuti Nyapu Leger Massal
Sulinggih
Upacara Nyapu Leger massal
Krama Bali
Upacara Bayuhan Sanan Empeg
Ketua PHDI Karangasem
I Gusti Ngurah Ananjaya
AMLAPURA, NusaBali - 120 krama mengikuti upacara Nyapu Leger massal di Lapangan Umum Desa/Kecamatan Selat, Karangasem, Saniscara Kliwon Wayang, Sabtu (22/6). Sedangkan, upacara Bayuhan Sanan Empeg diikuti 75 krama dan Bayuhan Sarwa Melik 307 krama.
Enam sulinggih muput upacara itu, yakni Ida Rsi Agung Sidhi Cita dari Geria Singarsa, Desa/Kecamatan Sidemen, Ida Pandita Mpu Acarya Jaya Daksa Wedananta dari Geria Ganapati, Banjar Pasek, Desa Muncan, Kecamatan Selat, Ida Pandita Mpu Nabe Darma Winata dari Geria Taman Badrika Sari, Banjar Kelod, Desa Antiga, Kecamatan Manggis, Ida Pandita Mpu Tri Sadhu Daksa Natha, dari Geria Narmada, Banjar Wates Tengah, Desa Duda Timru, Kecamatan Selat, Ida Pandita Mpu Dukuh Tri Buddha Giri Nanda dari Geria Bajra Sidhi, Singaraja, dan Ida Pandita Mpu Manik Geni dari Geria Pangleg, Desa Jungutan, Kecamatan Bebandem.
Prosesi upacara dikoordinasikan Ketua Panitia Jro Mangku Sudana yang juga Ketua PHDI Selat, bersinergi dengan PHDI Karangasem dikoordinasikan Ketua Dr I Gusti Ngurah Ananjaya. Seluruh krama yang ikut prosesi upacara, duduk rapi berbaris terbagi tujuh, sesuai hari kelahirannya masing-masing. Berlanjut dalang wayang kulit Jro Mangku Sumerta, dari Banjar Pegubugan, Desa Duda, Kecamatan Selat, mementaskan tari wayang dengan lakon, sesuai mitologi Hindu, tertuang dalam Lontar Kala Purana Tatwa, disebutkan Bhatara Kala putra Dewa Siwa yang lahir pada Wraspati Pon Wayang (Kamis), berikrar akan menyantap semua yang lahir di Tumpek Wayang, termasuk adiknya Dewa Rare Kumara, yang lahir pada Saniscara Kliwon Wayang.
Foto: Prosesi upacara Nyapu Leger massal di Lapangan Desa/Kecamatan Selat, Karangasem, Sabtu (22/6).
Saat Bhatara Kala mengejar Bhatara Rare Kumara, mampu sembunyi di bumbung gender wayang akhirnya sasajen disuguhkan sang dalang disantap Bhatara Kala, sehingga Bhatara Rare Kumara selamat dari ancaman. Selanjutnya sang dalang membuat tujuh jenis tirtha sesuai nama hari yang lahir selama wuku Wayang. Saat membuat tirtha itu, mohon kepada Ida Bhatara yang disimbolkan dengan wayang kayonan, Siwa Cintia, Ida Bhatara Bayu, dan Samirana, digunakan meruwat krama yang lahir di wuku Wayang.
"Tujuan nyapu leger, untuk menetralisir krama yang lahir di wuku Wayang. Mereka, yang lahir di siklus wuku Wayang, unsur negatif yang menyertainya berbeda-beda, sesuai sifat-sifat yang ada dalam wayang itu sendiri, agar sifat-sifat itu somya (netral), gunakan tirtha wayang," kata Jro Mangku Sudana. Ketua PHDI Karangasem I Gusti Ngurah Ananjaya juga mengatakan demikian. Krama yang lahir melik juga diruwat, itu anugerah, mesti diupacarai agar unsur negatifnya netral melalui upacara. "Tujuan upacara untuk menghilangkan mala, dari mala menjadi amerta," jelas tokoh Hindu dari Banjar Shanti, Desa/Kecamatan Selat.
Upacara nyapu leger itu merupakan yang ke-5, dilaksanakan setiap dua tahun sekali, sedangkan upacara bebayuhan melik dilaksanakan setiap tahun. Upacara penebusan melik banyak macamnya, dengan ciri-ciri di antaranya lahir badan dililit tali plasenta, ketika umur dua tahun rambut kusut, kepala ada puseran tiga atau lebih, lidah poleng (loreng), ada tahi lalat besar di kemaluan, melik adnyana mampu meneropong makhluk gaib, melik ceciren ada tanda dewata nawa sanga seperti tahu lalat di kemaluan, sujenan di bokong, rambut putih beberapa helai, punya jari tangan lebih, lahir wuku Wayang anak tunggal, tidak menangis saat lahir, lahir Jumat Paing, dan lain-lain.7k16
Komentar