PTPN Akui Gula Petani Kalah Lawan Impor
Petani Gula
PT Perkebunan Nusantara III (Persero)
Holding BUMN
Mohammad Abdul Ghani
Rapat Dengar Pendapat (RDP)
DPR RI
JAKARTA, NusaBali - PT Perkebunan Nusantara III (Persero) alias PTPN III selaku Holding BUMN Perkebunan mengakui gula lokal tak sanggup melawan produk impor. Direktur Utama PTPN III Mohammad Abdul Ghani mengatakan harus ada inovasi dari pemerintah agar produk dalam negeri lebih kompetitif dibandingkan gula impor.
"Kalau gula petani dilawankan dengan gula impor pasti kalah pak. Sampai kapanpun kalah," kata Ghani dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR RI di Jakarta Pusat, seperti dilansir CNNIndonesia.com, Selasa (25/6).
Ghani menyarankan ada levy alias pungutan impor atas gula dari luar negeri. Ia menyebut pungutan itu sudah diberlakukan di sektor kelapa sawit. Ia mencontohkan hasil pungutan impor atau levy di industri sawit ditampung di Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
"Mestinya di gula harus ada (levy). Maka ketika katakan gula petani harga pokoknya Rp12 ribu, ketika impor masuk Rp10 ribu, maka harus ada dikenakan levy katakanlah Rp1.000," saran Ghani.
"Uangnya untuk petani, bukan (untuk) PTPN atau swasta, untuk membantu penelitian plasma nutfah, varietas, bibit, dan sebagainya. Jadi, itu harapan kami tidak jangka pendek, tapi jangka panjang perlu kita pikirkan," sambungnya.
Upaya ini juga bagian dari mengejar target swasembada gula di 2028 mendatang. Ghani menyebut pihaknya diamanatkan oleh Presiden Joko Widodo melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 40 Tahun 2023 tentang Percepatan Swasembada Gula Nasional dan Penyediaan Bioetanol Sebagai Bahan Bakar Nabati (Biofuel).
Ia mengatakan saat ini PTPN tengah melakukan pilot project di Jatiroto, Jawa Timur. Proses produksi tebu menjadi gula yang dikontrol penuh 100 persen itu sanggup menghasilkan 8 ton per hektare. "Jadi, di Indonesia ada 500 ribu hektare lahan kalau kali delapan kan 4 juta ton. Kebutuhan konsumsi itu cuma 3,2 juta ton. Jadi, cukup untuk konsumsi," jelasnya.
"Kami tegaskan di sini, pimpinan dan bapak ibu anggota Komisi VI, kami sanggup untuk swasembada (gula) dan kalau itu tercapai maka sejak 1967 Indonesia sebagai net importir, kita bisa buktikan 2028 kita swasembada," tegas Ghani.
Sementara itu, PTPN menegaskan masih butuh perluasan jika ingin mencukupi kebutuhan industri makanan dan minuman. Salah satu yang dikejar adalah food estate. Ghani menegaskan pihaknya sedang merintis proyek lumbung pangan di Merauke. Menurutnya, lahan di timur Indonesia itu cukup bagus untuk memproduksi gula.
"Kami sudah merintis piloting di Merauke. Orang katakan di Merauke gak cocok (menanam) tebu, tapi kami sudah sampai lima bulan tebu itu bagus (ditanam) di sana. Tentu ada isu-isu lain itu hal lain," tuturnya.
Ia mengatakan isu gula di tanah air bukan terkait masalah pabrik atau varietas. Ghani memandang masalah yang ada adalah bagaimana petani bisa menanam tebu dengan kultur teknis yang benar. Oleh karena itu, Ghani mengungkapkan akan dibentuk tim khusus untuk mengurus tebu rakyat.
"Kaitan dengan internal PTPN, (kami) sedang membentuk mungkin dalam waktu 2 bulan-3 bulan akan terbentuk organisasi PTPN yang khusus menangani tebu rakyat. Selama ini gak ada, nanti ada SPV menangani tebu rakyat, dari perencanaan, tanam, sampai tebang," tandas Ghani. 7
Komentar