‘Senator’ Asal Bali Tengarai Inefisiensi
Harga Obat Tinggi, Desak Potong Mata Rantai Pengadaan
AA Gde Agung menyebutkan, Menkes Budi Gunadi Sadikin dalam rapat itu juga mengakui harga obat di dalam negeri mahal
MANGUPURA, NusaBali
Anggota DPD RI Dapil Bali Anak Agung Gde Agung menyorot indikasi inefisiensi pengadaan obat di dalam negeri sehingga membuat harga obat di dalam negeri melambung tinggi dan tidak terjangkau oleh rakyat kecil. AA Gde Agung mendesak pemerintah memotong mata rantai pengadaannya. Hal itu diungkapkan AA Gde Agung dalam keterangan persnya di Puri Mengwi, Kabupaten Badung, Jumat (5/7) siang.
AA Gde Agung yang merupakan anggota Komite III DPD RI, salah satunya membidangi kesehatan mengungkap, telah mengikuti rapat dengan Kementerian Kesehatan yang dihadiri langsung Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dan Plt (pelaksana tugas) Kepala Balai Pengawas Obat dan Makanan, Lucio Rizka Andalusia, di Jakarta, Selasa (2/7) lalu.
Nah, AA Gde Agung berbicara mempertanyakan berkaitan dengan harga obat yang melambung tinggi. Kata dia, dengan meningkatnya nilai dolar dan melemahnya nilai rupiah, serta bahan baku obat yang sebagian impor dapat berpengaruh pada harga obat yang melambung tinggi, tidak bisa dijangkau masyarakat.
“Terungkap harga obat di Indonesia lebih mahal dari negara yang geografisnya sama dengan kita seperti Malaysia. Terutama obat untuk penyakit kronis seperti kanker dan sebagainya. Obat di Indonesia 300 persen lebih mahal dari harga obat di Malaysia yang kondisi penduduk dan geografisnya sama. Bahkan ada beberapa jenis obat tertentu, 500 persen lebih mahal. Kenapa mereka bisa murah? Ini jadi pertanyaan besar,” ujar AA Gde Agung.
AA Gde Agung menyebutkan, Menkes Budi Gunadi Sadikin dalam rapat itu juga mengakui harga obat di dalam negeri mahal. “Maka saya minta dicarikan solusi. Kondisi ini dirasakan rakyat di seluruh Indonesia, bukan hanya di Bali,” ujar Bupati Badung periode 2005-2010 dan 2010-2015, ini.
Apa penyebab utamanya? AA Gde Agung mengungkap, ternyata dalam proses pengadaan obat di dalam negeri ada inefisiensi. Mulai dari awal mengurus pengadaan obat, produksi, hingga distribusinya. “Setelah kami bedah, sangat memprihatinkan kita. Mata rantai ini penyebabnya,” ujar AA Gde Agung.
Apa solusinya? “Ya, saya menyampaikan kenapa mata rantai penyebab obat mahal ini tidak dipotong? Bagi saya potong saja, karena ini menyangkut kepentingan rakyat banyak. Pemerintah juga, kalau tidak efisien kan pengeluaran pemerintah jadi ikut tinggi,” tegas Panglingsir Puri Mengwi, ini.
AA Gde Agung sempat mempertanyakan kepada Plt Kepala BPOM, terkait upaya mencari bahan baku obat di Indonesia. Karena, menurut dia, Indonesia kaya dengan bahan bakunya. “Jawaban BPOM, sudah diganti bahan bakunya dari impor jadi pemanfaatan bahan lokal. Hanya saja masih 16 persen, belum 100 persen. Saya katakan harus 100 persen, supaya tidak tergantung pada impor. Ini juga mata rantai yang membuat obat itu mahal,” tegas AA Gde Agung.
Menurut AA Gde Agung, ke depannya harus ada badan riset yang menggali sumber bahan obat di Nusantara. Karena, bahan obat herbal di Indonesia sangat diminati. “Dengan strategi ini, kita tidak lagi membayar biaya yang tinggi terhadap bahan baku obat yang selama ini diimpor,” ujarnya.
Apakah ada indikasi mafia obat dalam kasus ini? “Saya tidak menyebutnya begitu, tetapi yang jelas ini inefisiensi mata rantai pengadaan obat yang dibiarkan,” kilah ‘senator’ yang memilih tidak bertarung di Pemilu 2024 dengan alasan fokus ngayah untuk masyarakat di Desa Adat.n nat
1
Komentar