nusabali

Gaji Rendah, Buleleng Kekurangan Dokter

  • www.nusabali.com-gaji-rendah-buleleng-kekurangan-dokter

Idealnya 1 puskesmas minimal harus punya 6 dokter. Perawat, bidan, ahli gizi dan tenaga kesehatan penunjang juga harus ada.

SINGARAJA, NusaBali
Kebutuhan dokter umum dan dokter ahli di Kabupaten Buleleng cukup banyak untuk ditempatkan di Fasilitas Kesehatan (Faskes) Puskesmas maupun Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) milik pemerintah. Formasi ASN untuk dokter yang rutin dibuka setiap tahunnya selalu sepi pelamar. Banyak tamatan dokter muda  enggan melamar dan bertugas di Buleleng, karena standar gaji masih rendah dibandingkan kabupaten/kota di Bali.
 
Hal tersebut mencuat saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi I dengan Dinas Kesehatan membahas Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Tahun Anggaran 2023, Senin (8/7) kemarin. Anggota Komisi IV DPRD Buleleng Ketut Ngurah Arya yang memimpin rapat menyampaikan evaluasi atas Pertanggungjawaban APBD di Dinas Kesehatan.
 
Salah satu diantaranya menyoroti kurang maksimalnya pelayanan kesehatan di faskes tingkat 1 yakni di Puskesmas yang ada Buleleng. Selain juga dua rumah sakit pemerintah tipe D yakni RSUD Tangguwisia dan RSUD Giri Emas.
 
Faktor penyebab diantaranya ketersediaan SDM dan sarana prasarana penunjang. Kekurangan ini membuat RSUD milik pemerintah terkesan kalah saing dengan rumah sakit swasta. Menurutnya merujuk standar akreditasi, idealnya 1 puskesmas minimal harus punya 6 dokter. Perawat, bidan, ahli gizi dan tenaga kesehatan penunjang juga harus ada.
 
“Memang dari 20 Puskesmas yang ada di Buleleng banyak yang masih kekurangan. Paling penting yang harus adalah dokter. Puskesmas di Buleleng rata-rata perlu tambahan 2-3 dokter lagi. Pemerintah sudah berupaya membuka formasi ASN, tetapi nyaris selalu kosong. Ini harus dievaluasi, artinya ada nafkah yang tidak sesuai dengan profesionalisme mereka,” kata Ngurah Arya.
 
Ketua Fraksi PDI Perjuangan ini memberi solusi kepada Pemkab Buleleng untuk menaikkan gaji dokter di Buleleng. Jika dengan menambah rata-rata 2 dokter umum di 20 Puskesmas di Buleleng dengan gaji Rp 12 juta dalam setahun hanya perlu tambahan anggaran Rp 5,8 miliar.
 
“Pelayanan kesehatan yang murni untuk masyarakat jangan cari keuntungan komersial. Mana yang lebih penting, menambah SDM untuk meningkatkan layanan apa penambahan PAD. Ini harus komunikasikan dan kami dorong 2025 ini ada penambahan (dokter). Kalau pelayanan baik masyarakat akan percaya untuk berobat di faskes pemerintah,” imbuh politisi asal Desa/Kecamatan Gerokgak ini.
 
Semenatara itu Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Kesehatan Buleleng dr Putu Arya Nugraha tidak memungkiri kekurangan dokter umum dan dokter ahli masih terjadi di faskes. Terutama di RSUD Tangguwisia dan RSUD Giri Emas serta Puskesmas. Bahkan di rumah sakit tipe D ini layanan di departemen besar masih memerlukan dokter tambahan.
 
Seperti pelayanan di poli penyakit dalam, penyakit bedah dan poli kandungan belum mencukupi dan perlu penambahan dokter.
 
“Kalau tidak tahun ini paling lama tahun depan sudah harus ada dokter tambahan. Karena tren BPJS sekarang rujukannya mencari dimana ada dokter yang diperlukan. Kalau di RSUD Tipe D tidak ada maka akan diarahkan ke Tipe C, atau ke tipe B. Nah ini akan memicu penumpukan di rumah sakit tipe C atau B. pemerataan layanan jadi kurang dan akan berdampak pada pendapatan rumah sakit,” terang Arya Nugraha.
 
Dia yang juga Dirut RSUD Buleleng ini pun mengaku tidak bisa menutup mata dengan realita tamatan dokter muda enggan bertugas di Buleleng karena alasan gaji rendah. Hal itu menurutnya sangat rasional, karena untuk menjadi profesionalisme memerlukan pendidikan yang biayanya tidak murah.
 
“Meskipun dokter adalah profesi pengabdian kemanusian. Mereka (Dokter) juga manusia yang perlu biaya hidup dan pendidikan di Indonesia masih sulit dengan biaya besar. Itu lingkaran yang tidak bisa diputus dengan berbagai teori,” kata Arya Nugraha.
 
Pemkab Buleleng juga perlu memikirkan penghasilan lebih besar dari sudut pandang dokter. Meski gaji yang diberikan tidak terlalu tinggi atau tidak sebesar dengan di Kabupaten Badung dan Denpasar. “Kalau dibandingkan dengan kabupaten lain yang kondisi (APBD) sama dengan Buleleng menurut saya masih perlu ditingkatkan. Minimal dinaikkan biar mencukupi dulu, sehingga mereka (dokter) mau melirik Buleleng,” terang pejabat asal Desa Kayuputih, Kecamatan Banjar, Buleleng ini.7 k23

Komentar