Mantap! Harga Kakao Bali Meroket
Kakao di negara penghasil utama kakao kena virus, kakao Indonesia jadi buruan
DENPASAR, NusaBali
Petani kakao di Bali, khususnya di Kabupaten Jembrana sumringah. Pemicunya harga biji kakao saat ini menggiurkan yakni sekitar Rp140.000 perkilo. Malah sempat tembus Rp160.000 perkilo. Sedang sebelumnya harga kakao berkisar Rp30.000 perkilo.
I Ketut Wiadnyana, salah seorang petani kakao Jembrana mengutarakan hal tersebut. “Memang sekarang ini harga kakao mengembirakan petani,” ujarnya Selasa (9/7).
Lonjakan harga kakao sudah mulai sejak akhir tahun 2023. Ada beberapa faktor penyebabnya. Antara lain serangan penyakit tanaman kakao di negara- negara penghasil utama kakao, yakni Ghana dan Pantai Gading.
“Kabar yang saya dengar oleh sejenis virus, namanya swollen shot root,” jelas Wiadnyana, yang juga Ketua Koperasi Kerta Semaya Samaniya, koperasi petani kakao di Jembrana. Serangan penyakit tersebut menyebabkan batang pohon kakao membengkak seperti kaki gajah, sebelum merangas dan mati.
Menyusul serangan ‘virus’ kakao tersebut, negara- negara produsen kakao seperti Ghana dan Pantai Gading, mengambil kebijakan pengurangan ekspor.
”Tujuannya memenuhi kebutuhan kakao di negara masing-masing,” tutur Wiadnyana.
Karenanya untuk memasok kebutuhan, kakao Indonesia yang jadi buruan. Makanya harga kakao melonjak tinggi.
Sehingga termasuk produk kakao Jembrana yang memang sudah terkenal mutunya terdongkrak harganya. “Dari sisi petani, jelas ini mengembirakan,” terangnya.
Sebagai gambaran bila harga kakao Rp55.000 perkilo, untuk 1 kontainer 20 feet, nilainya Rp700 juta – Rp800 juta. Namun jika harga kakao Rp70.000 perkilo, nilainya Rp3,6 miliar untuk 1 kontainer 20 feet.
“Makanya kita diminta mengirim up date harga setiap 2 hari sekali,” ungkap. Hal itu sebagai referensi untuk pembayaran pajak impor sebesar 15 persen.
Wiadnyana menuturkan, karena harga kakao bagus, petani kembali semangat mengurus kebun kakaonya. Kata dia, yang sebelumnya ogah-ogahan mengurus kakao, kini bersemangat kembali.
Produksi kakao di Jembrana sekitar 40 ton selama musim panen yang dimulai bulan Mei sampai Oktober. Berlanjut tahap kedua Desember tahun awal, berlanjut Februari – Maret tahun berikutnya.
Puncak panen pada bulan Agustus sampai September. Dengan catatan, tanaman kakao dipelihara sebagaimana mestinya. Proses budidaya, dilakukan dilakukan secara intensif.
“Apalagi dengan pemakaian pupuk organik. Itu lebih bagus,” jelasnya. Sebaliknya apabila budidaya hanya seadanya, masa panen tidak akan beruntun. Paling sekali saja, sehingga produksinya tidak maksimal. Untuk tahun 2024, ekspor kakao Jembrana ke beberapa negara, yakni Prancis, Belanda dan Jepang.
“Sedang ekspor ke Australia, masih menungu PO (purchase order),” terangnya. Selain ekspor, kakao Jembrana banyak dipasarkan untuk kebutuhan kakao (industri) lokal.
“Itu permintaanya banyak, untuk mempercepat pengembalian cash flow,” ujar Wiadnyana. K17.
Komentar