KPU Bali Bikin Debat Pilkada Tanpa Massa Pendukung dan Podium: Masila Saja, Enggak Perlu Teriak-teriak
DENPASAR, NusaBali.com - KPU Provinsi Bali bakal menampilkan format debat yang sama sekali berbeda dari hajatan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) sebelum-sebelumnya.
Pada Pilkada Serentak 2024 ini, KPU Bali ingin mengadopsi dan mempromosikan debat berformat 'paruman ala adat Bali.' Gebrakan baru ini diwacanakan alih-alih mempertahankan gaya debat lama yang riuh dengan teriakan massa pendukung.
Di samping itu, podium yang biasanya menjadi 'meja' para kandidat ketika berdebat juga bakal dihilangkan. Para kandidat kepala daerah baik tingkat provinsi dan kabupaten/kota direncanakan duduk bersila berdampingan layaknya aktivitas paruman adat di Bali.
"Kami akan siapkan formatnya dulu. Tapi yang jelas, akan bersila dan tanpa podium seperti para sesepuh kita dahulu ketika menentukan pemimpin dengan saling mendengarkan, menghargai," ujar Ketua KPU Bali I Dewa Agung Gede Lidartawan ketika ditemui di pertemuan media di Sekretariat KPU Bali, Jalan Cok Agung Tresna Nomor 8, Niti Mandala, Denpasar, Kamis (11/7/2024).
Meski terkesan sederhana seperti paruman di balai banjar, kemasannya bakal dibikin lebih megah untuk selevel hajatan Pilkada Serentak 2024. Para kandidat juga disebut tidak akan sekadar berdebat namun juga diberi ruang memaparkan program dengan alat bantu presentasi.
"Kami ingin kampanye itu maknanya dikembalikan pada tradisi dan kebudayaan Bali yang berdebat dan berdialog dengan sopan santun. Enggak harus teriak-teriak dan banyak massa yang menghabiskan anggaran juga," beber Lidartawan.
Kata mantan akademisi Teknologi Pertanian, Universitas Udayana ini, keberadaan massa di ruang debat membuyarkan substansi debat itu sendiri. Debat seharusnya menjadi wahana menggali dan menguliti visi, misi, dan program satu sama lain kandidat sehingga menjadi pegangan masyarakat untuk menentukan pilihan.
Selain itu, Lidartawan menilai, keberadaan massa di ruang debat juga menurunkan tingkat efektivitas debat. Sebab, moderator terpaksa harus mengulur waktu beberapa menit untuk menenangkan massa pendukung, apalagi ketika massa sedang euforia usai mendengarkan jagoannya berbicara.
"Silakan saja (massa pendukung) dialihkan. Misalkan, tim pemenangannya mengadakan nonton bareng di tempat lain, tapi jangan (nonton) di tempat itu (ruang debat)," ungkap Lidartawan yang juga mantan Ketua KPU Kabupaten Bangli dua periode ini.
"Sehingga, tidak teriak-teriak menganggu konsentrasi masyarakat untuk menyimak visi dan misi kandidat. Katanya ingin adu visi, misi, program. Kan begitu," imbuh penyelenggara pemilu kelahiran Desa Sangsit, Kecamatan Sawan, Buleleng ini.
Sementara itu, tema debat Pilkada Serentak 2024 ini belum dapat dilihat secara spesifik menyusul Peraturan KPU (PKPU) yang mengatur kampanye Pilkada 2024 belum turun. Namun, KPU Bali mengaku telah menerima usulan topik pembahasan debat dari organisasi transportasi, lingkungan, dan kebudayaan.
Melihat situasi dan kondisi Pulau Dewata saat ini, isu transportasi untuk memecahkan masalah kemacetan dan sistem transportasi publik, serta isu pengelolaan sampah dinilai memiliki urgensi. Di mana, para kandidat mesti berlomba menawarkan solusi. *rat
Di samping itu, podium yang biasanya menjadi 'meja' para kandidat ketika berdebat juga bakal dihilangkan. Para kandidat kepala daerah baik tingkat provinsi dan kabupaten/kota direncanakan duduk bersila berdampingan layaknya aktivitas paruman adat di Bali.
"Kami akan siapkan formatnya dulu. Tapi yang jelas, akan bersila dan tanpa podium seperti para sesepuh kita dahulu ketika menentukan pemimpin dengan saling mendengarkan, menghargai," ujar Ketua KPU Bali I Dewa Agung Gede Lidartawan ketika ditemui di pertemuan media di Sekretariat KPU Bali, Jalan Cok Agung Tresna Nomor 8, Niti Mandala, Denpasar, Kamis (11/7/2024).
Meski terkesan sederhana seperti paruman di balai banjar, kemasannya bakal dibikin lebih megah untuk selevel hajatan Pilkada Serentak 2024. Para kandidat juga disebut tidak akan sekadar berdebat namun juga diberi ruang memaparkan program dengan alat bantu presentasi.
"Kami ingin kampanye itu maknanya dikembalikan pada tradisi dan kebudayaan Bali yang berdebat dan berdialog dengan sopan santun. Enggak harus teriak-teriak dan banyak massa yang menghabiskan anggaran juga," beber Lidartawan.
Kata mantan akademisi Teknologi Pertanian, Universitas Udayana ini, keberadaan massa di ruang debat membuyarkan substansi debat itu sendiri. Debat seharusnya menjadi wahana menggali dan menguliti visi, misi, dan program satu sama lain kandidat sehingga menjadi pegangan masyarakat untuk menentukan pilihan.
Selain itu, Lidartawan menilai, keberadaan massa di ruang debat juga menurunkan tingkat efektivitas debat. Sebab, moderator terpaksa harus mengulur waktu beberapa menit untuk menenangkan massa pendukung, apalagi ketika massa sedang euforia usai mendengarkan jagoannya berbicara.
"Silakan saja (massa pendukung) dialihkan. Misalkan, tim pemenangannya mengadakan nonton bareng di tempat lain, tapi jangan (nonton) di tempat itu (ruang debat)," ungkap Lidartawan yang juga mantan Ketua KPU Kabupaten Bangli dua periode ini.
"Sehingga, tidak teriak-teriak menganggu konsentrasi masyarakat untuk menyimak visi dan misi kandidat. Katanya ingin adu visi, misi, program. Kan begitu," imbuh penyelenggara pemilu kelahiran Desa Sangsit, Kecamatan Sawan, Buleleng ini.
Sementara itu, tema debat Pilkada Serentak 2024 ini belum dapat dilihat secara spesifik menyusul Peraturan KPU (PKPU) yang mengatur kampanye Pilkada 2024 belum turun. Namun, KPU Bali mengaku telah menerima usulan topik pembahasan debat dari organisasi transportasi, lingkungan, dan kebudayaan.
Melihat situasi dan kondisi Pulau Dewata saat ini, isu transportasi untuk memecahkan masalah kemacetan dan sistem transportasi publik, serta isu pengelolaan sampah dinilai memiliki urgensi. Di mana, para kandidat mesti berlomba menawarkan solusi. *rat
Komentar