nusabali

Asosiasi Pariwisata Minta Tiket Pesawat Disubsidi

  • www.nusabali.com-asosiasi-pariwisata-minta-tiket-pesawat-disubsidi

Harga tiket pesawat mahal, promosi  pariwisata Bali ke luar negeri terhambat

DENPASAR, NusaBali
Pemerintah diminta  membantu pelaku pariwisata seperti travel agent untuk bisa mengundang lebih banyak wisatawan berkunjung ke Bali. Bantuan yang diharapkan bisa berupa subsidi atau insentif berpromosi ke luar negeri. Hal tersebut menyusul mahalnya harga tiket pesawat belakangan ini.

Wakil Ketua III Gabungan Industri Pariwisata Bali (GIPI) Bali, I Nyoman Astama mengatakan Kamis (18/7). “Khususnya untuk target pasar- pasar tentu dengan jumlah yang signifikan,” ujarnya.

Dikatakan Astama, mahalnya harga tiket pesawat dikhawatiri berdampak  terhadap volume kunjungan wisman ke Bali. Terutama wisman dari belahan Eropa,  bisa saja menyusut jumlahnya datang ke Bali, karena faktor harga tiket pesawat.

“Kenaikkan harga tiket sampai 2 kali,” lontar Astama yang sehari-hari Managing Director Pasific Holidays DCM Bali, asal Kelurahan Sesetan, Denpasar Selatan. 

 “Kalau sebelumnya cukup Rp 15 juta oneway ke Eropa, sekarang sampai Rp25 juta. Jadi hampir dua kali lipat,” tambahnya.

Kondisi tersebut, misalnya kunjungan wisman  anjlok, jelas akan  berdampak terhadap pariwisata Bali secara keseluruhan. Padahal sampai saat ini pendapatan dari sektor pariwisata masih menjadi penyumbang dominan perekonomian Bali. Artinya perekonomian Bali jelas masih bergantung pada sektor pariwisata.

“Untungnya wisman Australia masih tetap kukuh menjadi penyumbang  terbanyak wisman ke Bali, sehingga kunjungan wisman masih dalam  trend positif,” ujar Astama.

Hal itu terbantu karena jarak antara Australia dan Bali yang relatif dekat, dibandingkan dengan ke Eropa, sehingga  mahalnya harga tiket relatif tidak banyak berpengaruh.

Untuk menjaga dan meningkatkan kunjungan wisman itulah, promosi tetap dibutuhkan. Promosi, baik secara online maupun offline atau konvensional. Untuk kepentingan itulah, perlu kolaborasi antara pemerintah dan industri pariwisata.

“Itulah yang kami maksud subsidi atau insentif kepada industri,” jelas Astama. Insentif itu bisa diberikan secara mandiri atau secara kolektif, melalui wadah yakni asosiasi-asosiasi. Untuk biro perjalanan wisata, misalnya lewat Asita.

Melalui insentif  kolaborasi tersebut, kunjungan wisman diharapkan stabil atau malah bisa ditingkatkan. Tidak saja secara kuantitas atau jumlah, namun juga meningkat secara  kualitas. Itu dalam rangka mewujudkan pariwisata berkelanjutan, pariwisata yang regeneratif. 

“Pariwisata yang memberi dampak baik kepada  pemerintah, industri, masyarakat dan lingkungan,”  ucap Astama.

Upaya terus berpromosi untuk pariwisata Bali, dikatakan Astama juga bertalian dengan  penyikapan persaingan ‘ketat’  pariwisata global.  Dalam hal ini Thailand, merupakan salah satu pesaing Bali.

Perbandingan tersebut memang tidak apple to apple, namun riil di lapangan itulah persaingan dalam konteks destinasi, antara Bali dengan daya tarik wisata (DTW) yang dimiliki negeri ‘gajah putih’ Thailand.

“Selain  ragam daya tarik, bisa jadi strategi dan anggaran promosinya lebih banyak dibandingkan kita (pemerintah). Karena itu perlu disiasati agar kunjungan wisman ke Bali terus meningkat,” kata  Astama. K17.

Komentar