Dewa Palguna dan Ayu Marthini Bicara dengan Anak Muda Bali di Sastra Saraswati Sewana: Jadi Pemimpin Tidak Instan
GIANYAR, NusaBali.com - Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) I Dewa Gede Palguna dan Deputi Bidang Pemasaran Kemenparekraf Ni Made Ayu Marthini berbagi ilmu kepemimpinan dengan anak-anak muda Bali di Festival Niti Raja Sasana, Sastra Saraswati Sewana, Senin (22/7/2024).
Dua tokoh nasional asal Bali ini jadi gambaran keberhasilan karakter kepemimpinan Bali di tingkat nasional. Satu di bidang politik dan hukum, satu lagi di dunia pemerintahan dan representasi perempuan Pulau Dewata.
Di balik jurang perbedaan generasi, kedua tokoh ini menekankan kepada generasi muda bahwa seorang pemimpin tidak lahir secara instan. Perlu proses yang tidak mudah dan tidak sebentar untuk membentuk karakter dan kemampuan memimpin.
Dewa Palguna menuturkan, pemimpin lahir dari proses tempaan walaupun telah lahir dengan bakat. Ia merujuk hal ini dari nilai yang diamanatkan lontar Niti Raja Sasana.
"Menjadi pemimpin itu tidak cukup dengan bakat tapi juga harus ditempa, tidak bisa instan. Sayangnya, sekarang banyak instan dan itu sebenarnya menyalahi Niti Raja Sasana," ujar Dewa Palguna.
Menurut Palguna, banyak sastra yang bisa direferensi pemimpin Bali tapi tidak semua bisa mengimplementasikannya. Mantan Hakim MK ini menuturkan, pemimpin tidak bisa instan sebab mereka harus menguasai masalah masyarakat lebih dulu.
Masalah di akar rumput baru bisa dipahami jika pemimpin itu memulai dari akar rumput pula. Lantas, ditempa melalui masalah-masalah di lingkungannya, sampai siap menjadi pemimpin di level yang lebih tinggi.
"Pemimpin itu kan sesuatu yang dibutuhkan masyarakat sehingga harus muncul prakarsa dari bawah. Mereka akan membawa masalah, kegelisahan, sekaligus harapan untuk bisa diselesaikan seorang pemimpin masa depan," beber Dewa Palguna.
Sementara itu, Ayu Marthini berpesan kepada generasi muda bahwa kepemimpinan bisa dimulai dengan memimpin diri sendiri. Hal ini diterapkan melalui komitmen dan kedisiplinan terhadap pilihan dan jalan hidup yang sudah diambil.
Posisi Deputi adalah level tertinggi di kementerian yang bisa diraih seorang ASN seperti Ayu Marthini sejak ia masuk pemerintahan tahun 1996 lalu. Sejak saat itu, ia menjalani tour of duty di tiga kementerian yaitu Kementerian Luar Negeri, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.
"Public speaking orang-orang seperti Pak Palguna misalkan, apakah baru lahir tiba-tiba sudah bisa ngomong? Tentu ada proses latihan," ungkap Ayu Marthini.
Lebih lanjut Ayu Marthini menjelaskan, pemimpin tidak boleh kaku terutama dengan orang-orangnya. SDM adalah medium investasi untuk roda kepemimpinan. Namun, seorang pemimpin harus benar-benar tegas dan keras kepada permasalahan.
Dewa Palguna dan Ayu Marthini mengapresiasi Yayasan Puri Kauhan Ubud karena telah memberi ruang bagi generasi muda untuk menempa diri.
Ruang yang menyatukan lintas generasi di bawah payung sastra ini dinilai dapat jadi tempat calon pemimpin masa depan berlatih. Sebab, ada interaksi dua arah yang memperkaya cakrawala generasi muda, sekaligus jadi kesempatan generasi lama mendengar gagasan generasi baru.
Selain itu, Ayu Marthini menyebut ruang ini bakal memperkaya referensi kepemimpinan dari sastra untuk anak muda. Sebab, saban hari, semakin ada jarak antara nilai warisan leluhur yang tertuang dalam sastra dengan generasi kiwari. *rat
Di balik jurang perbedaan generasi, kedua tokoh ini menekankan kepada generasi muda bahwa seorang pemimpin tidak lahir secara instan. Perlu proses yang tidak mudah dan tidak sebentar untuk membentuk karakter dan kemampuan memimpin.
Dewa Palguna menuturkan, pemimpin lahir dari proses tempaan walaupun telah lahir dengan bakat. Ia merujuk hal ini dari nilai yang diamanatkan lontar Niti Raja Sasana.
"Menjadi pemimpin itu tidak cukup dengan bakat tapi juga harus ditempa, tidak bisa instan. Sayangnya, sekarang banyak instan dan itu sebenarnya menyalahi Niti Raja Sasana," ujar Dewa Palguna.
Menurut Palguna, banyak sastra yang bisa direferensi pemimpin Bali tapi tidak semua bisa mengimplementasikannya. Mantan Hakim MK ini menuturkan, pemimpin tidak bisa instan sebab mereka harus menguasai masalah masyarakat lebih dulu.
Masalah di akar rumput baru bisa dipahami jika pemimpin itu memulai dari akar rumput pula. Lantas, ditempa melalui masalah-masalah di lingkungannya, sampai siap menjadi pemimpin di level yang lebih tinggi.
"Pemimpin itu kan sesuatu yang dibutuhkan masyarakat sehingga harus muncul prakarsa dari bawah. Mereka akan membawa masalah, kegelisahan, sekaligus harapan untuk bisa diselesaikan seorang pemimpin masa depan," beber Dewa Palguna.
Sementara itu, Ayu Marthini berpesan kepada generasi muda bahwa kepemimpinan bisa dimulai dengan memimpin diri sendiri. Hal ini diterapkan melalui komitmen dan kedisiplinan terhadap pilihan dan jalan hidup yang sudah diambil.
Posisi Deputi adalah level tertinggi di kementerian yang bisa diraih seorang ASN seperti Ayu Marthini sejak ia masuk pemerintahan tahun 1996 lalu. Sejak saat itu, ia menjalani tour of duty di tiga kementerian yaitu Kementerian Luar Negeri, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.
"Public speaking orang-orang seperti Pak Palguna misalkan, apakah baru lahir tiba-tiba sudah bisa ngomong? Tentu ada proses latihan," ungkap Ayu Marthini.
Lebih lanjut Ayu Marthini menjelaskan, pemimpin tidak boleh kaku terutama dengan orang-orangnya. SDM adalah medium investasi untuk roda kepemimpinan. Namun, seorang pemimpin harus benar-benar tegas dan keras kepada permasalahan.
Dewa Palguna dan Ayu Marthini mengapresiasi Yayasan Puri Kauhan Ubud karena telah memberi ruang bagi generasi muda untuk menempa diri.
Ruang yang menyatukan lintas generasi di bawah payung sastra ini dinilai dapat jadi tempat calon pemimpin masa depan berlatih. Sebab, ada interaksi dua arah yang memperkaya cakrawala generasi muda, sekaligus jadi kesempatan generasi lama mendengar gagasan generasi baru.
Selain itu, Ayu Marthini menyebut ruang ini bakal memperkaya referensi kepemimpinan dari sastra untuk anak muda. Sebab, saban hari, semakin ada jarak antara nilai warisan leluhur yang tertuang dalam sastra dengan generasi kiwari. *rat
Komentar