Menjaga Keberlanjutan Pengurangan Kemiskinan di Indonesia
JAKARTA, (ANTARA) - Tingkat kemiskinan di Indonesia pada Maret 2024 mencatat rekor terendah dalam satu dekade terakhir. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat angka kemiskinan tersebut mencapai 9,03 persen atau sekitar 25,22 juta orang. Angka ini menurun sebesar 0,33 persen poin atau 0,68 juta orang dibandingkan kemiskinan Maret 2023 yang sebesar 9,36 persen (25,90 juta orang).
Jika dilihat berdasarkan daerah, kemiskinan juga mengalami penurunan baik di daerah perkotaan maupun perdesaan. Persentase penduduk miskin di perkotaan pada Maret 2024 turun menjadi 7,09 persen dari kondisi sebelumnya pada Maret 2023 yang tercatat sebesar 7,29 persen.
Sementara itu, persentase penduduk miskin di perdesaan berhasil diturunkan sebesar 0,43 persen poin dari 12,22 persen pada Maret 2023 menjadi 11,79 persen pada Maret 2024.
Selain jumlah dan persentase penduduk miskin, indeks kedalaman dan indeks keparahan kemiskinan juga menunjukkan adanya penurunan.
Indeks kedalaman kemiskinan adalah ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan, sedangkan Indeks keparahan kemiskinan memberikan gambaran mengenai penyebaran pengeluaran di antara penduduk miskin.
Pada Maret 2024, Indeks Kedalaman Kemiskinan mencapai 1,461, turun dibandingkan Maret 2023 yang sebesar 1,528.
Sementara itu, Indeks Keparahan Kemiskinan mencapai 0,347, turun dibandingkan Maret 2023 yang sebesar 0,377. Jika dilihat lebih mendalam, kedua indeks ini sudah lebih rendah --yang berarti menunjukkan kondisi lebih baik-- dibandingkan kondisi Maret 2020.
Turunnya berbagai indikator kemiskinan ini tentu dipengaruhi oleh berbagai kondisi makro ekonomi yang membaik.
Berdasarkan data BPS, dengan aktivitas ekonomi domestik yang tetap kuat, perekonomian Indonesia pada Triwulan 1-2024 tumbuh solid sebesar 5,11 persen (y-on-y).
Pada Februari 2024, rata-rata upah buruh lapangan usaha Pertanian, Kehutanan, Perikanan juga mengalami kenaikan 8,42 persen secara tahunan. Kenaikan ini di atas rata-rata nasional yang sebesar 3,27 persen.
Selain itu, berbagai program bantuan sosial juga dikucurkan pada Januari-Maret 2024, seperti Bantuan Pangan Beras, Bantuan Langsung Tunai (BLT) Mitigasi Risiko Pangan, Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), Program Keluarga Harapan (PKH) dan Program Indonesia Pintar (PIP).
Dengan adanya bantuan sosial ini, daya beli masyarakat miskin dan rentan miskin dapat tetap terjaga di tengah kenaikan harga beberapa komoditas pokok.
Seperti kita ketahui, harga beberapa komoditas pokok pada Maret 2024 mengalami kenaikan yang cukup tinggi, seperti misalnya beras naik 20,07 persen, telur ayam ras naik 11,56 persen, cabai merah naik 45,94 persen, dan gula pasir naik 18,41 persen.
Kenaikan harga-harga ini tentu memberikan tambahan beban bagi masyarakat miskin. Bagaimana tidak? Pendapatan yang dimiliki oleh orang miskin tentu sebagian besarnya dihabiskan untuk membeli kebutuhan pokok tersebut. Oleh karena itu, ketika harga kebutuhan pokok tersebut naik, maka beban mereka pun semakin berat.
Lebih lanjut lagi, adanya kenaikan harga tersebut juga mendorong naiknya garis kemiskinan Maret 2024 yang meningkat sebesar 5,90 persen dibanding garis kemiskinan Maret 2023. Pasalnya, dalam penghitungan garis kemiskinan, selain melihat garis kemiskinan di periode sebelumnya, juga mempertimbangkan perubahan harga (inflasi/deflasi).
Garis kemiskinan pada Maret 2024 adalah sebesar Rp582.932,00 per kapita per bulan. Sementara itu, garis kemiskinan pada Maret 2023 adalah sebesar Rp550.458,00 per kapita per bulan.
Penurunan kemiskinan pada Maret 2024 ini patut diapresiasi. Namun, berbagai upaya untuk mengentaskan kemiskinan tetap harus ditingkatkan. Untuk mendukung keberlanjutan pengurangan kemiskinan, investasi dalam infrastruktur dasar di pedesaan dan perkotaan juga harus diperkuat.
Infrastruktur yang memadai, seperti jalan, jembatan, dan akses ke listrik serta air bersih, sangat penting untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas hidup masyarakat miskin. Pemerintah perlu memastikan bahwa pembangunan infrastruktur tidak hanya terfokus di perkotaan, tetapi juga menjangkau daerah-daerah terpencil yang sering kali terabaikan.
Lebih jauh lagi, pengembangan keterampilan dan pelatihan kerja harus menjadi bagian dari strategi pengentasan kemiskinan. Program pelatihan yang disesuaikan dengan kebutuhan pasar kerja lokal dapat membantu masyarakat miskin memperoleh keterampilan yang diperlukan untuk mendapatkan pekerjaan yang layak. Hal ini tidak hanya akan meningkatkan pendapatan mereka, tetapi juga memberikan mereka kesempatan untuk berkontribusi lebih aktif dalam perekonomian.
Selain itu, pemberdayaan ekonomi masyarakat melalui pengembangan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) juga perlu didorong. UMKM memiliki peran penting dalam menciptakan lapangan kerja dan mengurangi kemiskinan.
Pemerintah dapat memberikan dukungan melalui akses pembiayaan yang lebih mudah, pelatihan manajemen bisnis, serta fasilitasi akses ke pasar bagi produk-produk UMKM. Dengan demikian, UMKM dapat berkembang dan memberikan dampak positif bagi perekonomian lokal.
Terakhir, perlindungan sosial yang komprehensif harus terus ditingkatkan. Selain program bantuan sosial yang sudah berjalan, perlu ada sistem perlindungan yang dapat menjamin kesejahteraan masyarakat saat menghadapi situasi darurat, seperti bencana alam atau krisis ekonomi. Sistem ini harus mampu memberikan bantuan cepat dan tepat sasaran untuk mencegah masyarakat jatuh kembali ke dalam kemiskinan.
Dengan pendekatan yang holistik dan berkelanjutan, kita dapat memastikan bahwa upaya pengentasan kemiskinan dapat berjalan efektif dan memberikan dampak positif bagi seluruh lapisan masyarakat.
*Oleh: Lili Retnosari, Penulis merupakan Statistisi di BPS
Komentar