nusabali

Piodalan Pura Pengaruman Bertepatan dengan Hari Raya Tumpek Landep

Gong Duwe Taksu Sekaa Gong Kebyar Eka Wakya Ditedunang

  • www.nusabali.com-piodalan-pura-pengaruman-bertepatan-dengan-hari-raya-tumpek-landep

Gong Duwe harus dibawa ke tempat pentas dan ditempatkan di bagian gamelan, meski tidak dimainkan. Ritual ini untuk memastikan pementasan berjalan lancar.

SINGARAJA, NusaBali
Eksistensi Sekaa Gong Kebyar Eka Wakya Lingkungan Banjar Paketan, Kelurahan Paket Agung, Kecamatan/Kabupaten Buleleng yang melegenda hingga saat ini, punya spirit religius yang sangat tinggi. Di balik keberlanjutan warga Banjar Paketan menjaga dan melestarikan gong kebyar, ada kekuatan gaib yang memberikan vibrasi positif.

Keyakinan itu bersumber dari Gong Duwe yang disakralkan dan distanakan di Pura Pengaruman Banjar Paketan. Pura Pengaruman yang disungsung krama Banjar Adat Paketan, Desa Adat Buleleng, merupakan stana taksu kesenian. Pura ini memiliki 3 palinggih utama, yakni Ida Bhatara Dewa Ayu Mas Mangelo perlambangan taksu penari. Gedung bata stana Ida Bhatara Mas Gumarincing taksu gamelan, dan sisi utara palinggih Ratu Bhatara Pasupati sebagai stana Ida Bhatara Ngurah Sesuhunan Penaung.

Pura Pengaruman juga memiliki pusaka yang disakralkan berupa Gong Duwe, yang terdiri dari satu buah reong dan satu bilah gender. Kedua gong sakral ini sudah diwarisi krama Banjar Adat Paketan sejak dahulu. Meski tidak ada catatan pasti kapan dibuat, Gong Duwe ini diyakini sudah berumur puluhan bahkan seratusan tahun.

Gong Duwe tersebut ditedunan (diturunkan untuk diupacarai) bertepatan dengan Hari Raya Tumpek Landep yang jatuh pada Saniscara Kliwon Landep, Sabtu (27/7). Hari baik ini juga merupakan hari piodalan Pura Pengaruman Banjar Paketan. Prosesi piodalan dengan nedunang Gong Duwe juga diikuti dengan prosesi ngewangsuh (memandikan) pusaka yang airnya kemudian akan dipercikkan kepada seluruh krama.

Kelian Sekaa Gong Eka Wakya Ketut Sunada didampingi sekretarisnya Nyoman Arya Suryawan, mengatakan tidak mengetahui pasti kapan Gong Duwe ini dibuat. Namun yang dapat menjadi acuan, sebuah penelitian ISI Denpasar, menyebutkan Sekaa Gong Kebyar Eka Wakya, beserta gamelan gongnya pernah tampil di Mataram (Lombok), Nusa Tenggara Barat (NTB) pada tahun 1917.

Kelian Sekaa Gong Kebyar Eka Wakya Buleleng Ketut Sunada (kiri) didampingi sekretaris Nyoman Arya Suryawan. –LILIK 

Fakta lain ditemukan adalah catatan seorang penjelajah asal Netherland. Dalam catatannya penjelajah ini mencatat pembangunan pura-pura di Buleleng. Salah satunya ada catatan perbaikan Pura Penaungan (Pura Pengaruman) pada 1906. Dari dokumen yang ada, Gong Duwe ini diyakini sudah ada, sebab saat upacara melaspas disebut sudah diiringi dengan gamelan.

“Hanya saja bentuk gongnya palegongan pewalasan karena ada gangsa jongkok dan kantilan jongkok. Catatan dari penjelajah asal Netherland ini tidak sengaja ditemukan saat ada wisatawan yang berkunjung,” kata Sunada.

Lalu saat tampil di Lombok pada 1917, seluruh instrumen gamelan ditinggalkan di sana atas permintaan petinggi setempat. Hanya beberapa bagian saja yang dibawa pulang. Kemudian pada 1926, gamelan yang tersisa ini dilengkapi dengan bagian-bagian lain hingga menjadi seperangkat gamelan gong kebyar. Gamelan ini masih dipertahankan Sekaa Eka Wakya sebagai identitas gong legendaris.

Sunada menyebut Gong Duwe ini sangat dikeramatkan sebagai taksu Sekaa Gong Kebyar Eka Wakya. Setiap kali akan tampil baik lomba maupun pentas, selalu harus meminta izin dan memohon taksu ke Pura Pengaruman. Gong Duwe juga harus dibawa ke tempat pentas, meski tidak dimainkan, namun tetap ditempatkan di bagian gamelan. Ritual ini untuk memastikan pementasan berjalan dengan lancar.

Taksu dari Gong Duwe diyakini akan hadir saat ada hembusan angin lebih kencang dari situasi terkini di tempat pentas atau ditandai dengan turun hujan. Gong Duwe ini juga sering berbunyi sendiri. Kejadian di luar nalar manusia ini tidak hanya disaksikan krama Banjar Paketan, tetapi juga oleh masyarakat luar desa.

Kejadian terakhir pada 2022 lalu. Sekaa Gong Kebyar Remaja Eka Wakya setelah tampil di Pesta Kesenian Bali (PKB) mengalami kecelakaan di daerah Tabanan. Usut punya usut ternyata saat itu sekaa tidak mengikutkan Gong Duwe saat tampil di Arda Candra, Taman Budaya Bali di Denpasar. Beruntung saat itu semua anggota sekaa selamat. Hanya mobil yang dinaiki milik DPRD Buleleng mengalami kerusakan parah.

“Saat itu karena kecelakaan gamelan gong gantung kami titip di warga sekitar kejadian, tidak selang lama dihubungi disuruh segera ambil karena gong bunyi-bunyi sendiri. Gong Duwe yang di Pura di sini juga bunyi sendiri. Akhirnya setelah dijemput dan diupacarai ngulapin, guru piduka baru bisa normal,” cerita Suryawan.

Kejadian magis serupa disebutnya sudah terjadi sejak dulu. Namun mistisnya suara Gong Duwe yang berbunyi sendiri menandakan sebuah peristiwa (positif atau negatif) akan terjadi.    

Sementara itu sejarah perjalanan Sekaa Gong Kebyar Eka Wakya sudah banyak melahirkan seniman-seniman legendaris. Seniman pertama yang mengawali kesuksesan Sekaa Gong Kebyar Eka Wakya seperti Made Mendra yang mendapatkan penghargaan pengabdian seniman Wijaya Kusuma dari Pemkab Buleleng. Made Mendra disebut sebagai pesaing Gde Manik dan Ketut Merdana maestro gong kebyar Buleleng. Hanya saja sejauh ini bukti dokumentasi Made Mendra sangat minim.

Kemudian eksistensi Sekaa Gong Kebyar Eka Wakya dilanjutkan oleh pembina-pembina lain secara turun temurun. Ada I Gusti Agung Mayor Kerta, Nyoman Gatra, Ketut Wenten yang seluruhnya adalah seniman karawitan tabuh tua. Saat ini diteruskan oleh generasi muda I Made Pasca Wirsuta sebagai komposer gamelan, Putu Tegeh Kertiasa, Made Riksa, dan beberapa pembina yang lahir di Banjar Paketan. 7 k23

Komentar