nusabali

Layang-Layang vs Helikopter di Bali, Begini Komentar Wayan Koster

Nyoman Parta: Helikopter Perlu Regulasi Terbang

  • www.nusabali.com-layang-layang-vs-helikopter-di-bali-begini-komentar-wayan-koster

GIANYAR, NusaBali.com - Insiden helikopter terlilit tali layangan telah terjadi setidaknya tiga kali di Bali. Hal ini menciptakan dilema antara perkembangan jasa wisata dan pelestarian tradisi budaya yang telah diwariskan turun-temurun.

Gubernur Bali Periode 2018-2023, Wayan Koster, menyatakan bahwa tidak ada yang salah antara layang-layang dan helikopter, namun perlu diatur agar keduanya bisa berjalan bersama.

"Bukan dilarang (menaikkan layangan), diatur di mana boleh dan di mana tidak," jelas Koster, ditemui usai membeberkan Haluan Pembangunan Bali Masa Depan '100 Tahun Bali Era Baru' di Balai Budaya Gianyar, Rabu (31/7/2024). 

Ketua DPD PDI Perjuangan Bali ini menambahkan bahwa sudah ada Perda yang mengatur wilayah yang tidak boleh ada layangan, seperti di sekitar bandara dan lintasan penerbangan. "Perda sudah ada, tinggal laksanakan dengan konsisten," ujarnya.

Koster juga menegaskan bahwa operasional helikopter harus memiliki kepentingan yang jelas. Jika digunakan untuk wisata, helikopter tidak bisa seenaknya melintas bebas. "Yang melintas juga harus diatur. Jika tertib, tidak mungkin terjadi insiden tersebut," tegasnya.

Anggota DPR RI Dapil Bali, Nyoman Parta, sependapat bahwa keduanya harus diatur agar sama-sama bisa berjalan. Parta menjelaskan, Perda tentang layang-layang telah ditetapkan sekitar tahun 2000 saat ia menjabat anggota DPRD Provinsi Bali. Namun, Perda tersebut belum mengatur secara spesifik tentang helikopter. "Dulu, Perda itu hanya mengatur tentang kapal terbang (pesawat)," jelasnya.

Perda tersebut mengatur tentang radius zona tertentu yang dilarang menaikkan layang-layang, seperti radius 9 kilometer dari Bandara Ngurah Rai ke arah Gianyar. Parta memastikan, selama periode itu, tidak ada insiden layang-layang yang menyentuh pesawat saat lepas landas hingga mengudara.

Namun, seiring waktu, usaha jasa yang memanfaatkan ruang udara Bali sebagai atraksi wisata semakin berkembang. "Kita tidak memprediksi bahwa udara akan menjadi ruang untuk kebutuhan jasa pariwisata, sehingga kita tidak mengatur tentang helikopter," ujarnya. Oleh karena itu, Parta mendorong revisi Perda untuk mengakomodir perkembangan ini.

Menurutnya, penting untuk tetap menghormati kemajuan teknologi dan kebutuhan jasa wisata, namun juga melestarikan tradisi, hobi, kreativitas, dan inovasi anak muda Bali. "Layang-layang bukan hanya sebuah benda yang diterbangkan, tetapi juga memiliki dimensi filosofis dan bercerita tentang legenda. Oleh karena itu, harus tetap ada," tegasnya.

Parta menegaskan bahwa usaha jasa helikopter juga perlu diatur. Rute terbangnya tidak boleh terlalu bebas, sehingga tidak mengganggu area tempat layang-layang diterbangkan. "Jika helikopter dibiarkan tanpa aturan, terbang kemana saja, apalagi saat melihat tanah, bisa terbang sangat rendah dan mengganggu. Maka, kita perlu mengatur kapan dan di mana layang-layang bisa diterbangkan, serta kapan dan di mana helikopter bisa beroperasi," ujarnya.

Parta berharap Pj Gubernur Bali bersama DPRD Provinsi Bali segera merevisi Perda tersebut untuk memastikan regulasi yang jelas dan sanksi yang tegas. "Intinya, kita menghormati perkembangan teknologi dan jasa atraksi wisata, namun Bali memiliki keunikan tersendiri yang harus diatur agar keduanya bisa berjalan harmonis," pungkasnya. *nvi

Komentar