Penegakan Hukum Kunci Hadapi Turis Bandel, 'Dos & Don'ts' Saja Tak Cukup
GIANYAR, NusaBali.com - Imbauan dan upaya preventif telah dilakukan baik pemerintah daerah maupun pusat untuk meminimalisir tindakan melawan nilai, norma, dan hukum di Bali. Namun, upaya preventif saja ternyata tidak cukup.
Ni Made Ayu Marthini, Deputi Bidang Pemasaran Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) menuturkan, penegakan hukum menjadi kunci menghadapi fenomena 'unruly tourist' atau wisatawan membandel.
"Kalau memang melanggar, ya harus ditindak tegas, itu saja sebenarnya kuncinya. Fenomena unruly tourist ini terjadi di mana-mana," kata Ayu Marthini kepada NusaBali.com ketika ditemui di Ubud, Gianyar, baru-baru ini.
Dari segi pencegahan, kata pejabat Eselon I di Kemenparekraf ini, pemerintah telah melaksanakan langkah-langkah edukasi. Hal ini dilakukan melalui penyebarluasan aturan mengenai apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan atau 'dos and don'ts' ketika sedang berwisata di Pulau Dewata.
Selain sosialisasi di pintu masuk internasional seperti bandara dan imigrasi, pemerintah disebut sudah bekerja sama dengan maskapai penerbangan yang beroperasi di tanah air. Kata Ayu Marthini, tidak ada 'rocket science' atau sesuatu yang rumit dan sukar dimengerti pada poin-poin dos and don'ts.
Sesederhana mengimbau wisatawan untuk menghormati adat istiadat setempat. Namun, fenomena wisatawan yang membandel, khususnya wisatawan asing tetap terjadi dan semakin ramai dengan asertifnya masyarakat untuk memviralkan di media sosial.
"Tidak ada rocket science. Kalau ke pura harus berpakaian yang bagus, sopan. Kalau naik motor, harus punya SIM dan menaati rambu lalu lintas. Sekarang, yang menyewakan motor sudah cek (ada SIM) tidak?" ungkap Ayu Marthini.
Selain itu, tantangan wisatawan nakal saat ini tidak berhenti pada sikap bandel yang membuat masyarakat tidak nyaman. Mereka telah memasuki ranah sebagai pelaku pelanggar hukum pidana; mengemplang pajak, melanggar izin usaha, dan ketentuan keimigrasian.
Ayu Marthini mengaku telah menjalin komunikasi dengan Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Bali. Diketahui bahwa GIPI menjumpai banyaknya fenomena usaha ilegal yang dilakukan WNA. Termasuk, kecenderungan mengemplang pajak yang merugikan pendapatan negara.
Sebagai destinasi wisata dunia, sama seperti di negara lain, problem wisatawan nakal ini akan tetap terjadi di Bali. Untuk itu, tindakan preventif saja tidak cukup tanpa dibarengi kedisiplinan dan ketegasan penegakan hukum.
"Ini terjadi di mana-man dan setelah Covid-19, orang berlomba-lomba untuk berwisata. Untuk itu, Bali harus menyiapkan (law) enforcement-nya (penegakan hukum)," tandas Ayu Marthini yang belum genap setahun menjabat Deputi Bidang Pemasaran Kemenparekraf. *rat
"Kalau memang melanggar, ya harus ditindak tegas, itu saja sebenarnya kuncinya. Fenomena unruly tourist ini terjadi di mana-mana," kata Ayu Marthini kepada NusaBali.com ketika ditemui di Ubud, Gianyar, baru-baru ini.
Dari segi pencegahan, kata pejabat Eselon I di Kemenparekraf ini, pemerintah telah melaksanakan langkah-langkah edukasi. Hal ini dilakukan melalui penyebarluasan aturan mengenai apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan atau 'dos and don'ts' ketika sedang berwisata di Pulau Dewata.
Selain sosialisasi di pintu masuk internasional seperti bandara dan imigrasi, pemerintah disebut sudah bekerja sama dengan maskapai penerbangan yang beroperasi di tanah air. Kata Ayu Marthini, tidak ada 'rocket science' atau sesuatu yang rumit dan sukar dimengerti pada poin-poin dos and don'ts.
Sesederhana mengimbau wisatawan untuk menghormati adat istiadat setempat. Namun, fenomena wisatawan yang membandel, khususnya wisatawan asing tetap terjadi dan semakin ramai dengan asertifnya masyarakat untuk memviralkan di media sosial.
"Tidak ada rocket science. Kalau ke pura harus berpakaian yang bagus, sopan. Kalau naik motor, harus punya SIM dan menaati rambu lalu lintas. Sekarang, yang menyewakan motor sudah cek (ada SIM) tidak?" ungkap Ayu Marthini.
Selain itu, tantangan wisatawan nakal saat ini tidak berhenti pada sikap bandel yang membuat masyarakat tidak nyaman. Mereka telah memasuki ranah sebagai pelaku pelanggar hukum pidana; mengemplang pajak, melanggar izin usaha, dan ketentuan keimigrasian.
Ayu Marthini mengaku telah menjalin komunikasi dengan Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Bali. Diketahui bahwa GIPI menjumpai banyaknya fenomena usaha ilegal yang dilakukan WNA. Termasuk, kecenderungan mengemplang pajak yang merugikan pendapatan negara.
Sebagai destinasi wisata dunia, sama seperti di negara lain, problem wisatawan nakal ini akan tetap terjadi di Bali. Untuk itu, tindakan preventif saja tidak cukup tanpa dibarengi kedisiplinan dan ketegasan penegakan hukum.
"Ini terjadi di mana-man dan setelah Covid-19, orang berlomba-lomba untuk berwisata. Untuk itu, Bali harus menyiapkan (law) enforcement-nya (penegakan hukum)," tandas Ayu Marthini yang belum genap setahun menjabat Deputi Bidang Pemasaran Kemenparekraf. *rat
Komentar