Penyuluh Bahasa Bali Lakukan Konservasi 84 Gulungan Lontar di Geria Anyar Umagunung, Sempidi, Badung
Warisan Ida Pedanda 'Terakhir' Geria Anyar Umagunung
Berdasarkan proses katalogisasi yang melibatkan pencarian judul, isi umum, dan tahun penyuratan, diketahui sebagian besar lontar mulai disurat tahun 1920
MANGUPURA, NusaBali
Sebanyak 84 gulungan lontar warisan Geria Anyar Umagunung, Banjar Adat Umagunung, Desa Adat Kwanji, Kelurahan Sempidi, Mengwi, Badung berhasil dikonservasi Penyuluh Bahasa Bali Kabupaten Badung.
Puluhan naskah lontar dari geria yang berlokasi tidak jauh dari pintu selatan Puspem Badung ini merupakan warisan Ida Pedanda Gede Oka, sulinggih 'terakhir' di Geria Brahmana Manuaba ini. Disebut 'terakhir' lantaran sejak kepergiannya, belum ada lagi wargi geria yang menjalankan kawikuan.
Ida Bagus Gede Brahmanda,59, Panglingsir Geria Anyar Umagunung yang juga cucu Ida Pedanda Gede Oka menuturkan sang kakek bukanlah pribadi yang berada. Di awal kehidupan sang sulinggih saat masih walaka, keluarganya hidup sederhana. Kemampuan menyurat lontar adalah salah satu yang menyelamatkan situasi keluarga.
"Ida Kakiang (kakek) dan orang tua saya hidupnya susah. Dan, karena kemampuan menyurat lontar ini, beliau kadang dimintakan bantuan oleh kerabat, geria, dan puri mendapat imbalan dari sana," tutur Gusde Brahmanda ketika ditemui di sela proses konservasi bertempat di Balai Banjar Umagunung, Kwanji, Sempidi, Kamis (1/8).
Kata Gusde Brahmanda, sang kakek yang semasih walaka bernama Ida Bagus Putu Sengkeg ini pernah berhubungan baik dengan Raja Pemecutan X Ida Cokorda Ngurah Gede Pemecutan atau populer disapa Ida Cokorda Gembrong (bertakhta 1939-1986). Kala itu, sang kakek diundang ke puri pada hari-hari tertentu untuk urusan aksara dan sastra.
Sepeninggal Ida Bagus Putu Sengkeg/Ida Pedanda Gede Oka, puluhan naskah lontar yang masih tersisa ini diwariskan ke ayahanda Gusde Brahmanda. Namun, lontar-lontar ini tidak terawat maksimal seperti ketika sang kakek masih ada. Kini, naskah-naskah lontar itu diwarisi Gusde Brahmanda dan ia bertekad menjaganya.
"Ya walaupun saya tidak bisa menyurat lontar seperti Ida Kakiang, saya masih lumayan kalau membaca. Entah akan dibaca lagi atau tidak ke depannya yang penting lontar-lontar ini tetap ada dan lestari," ungkap Gusde Brahmanda yang masih meneruskan kewajiban adat walakageria, yakni penentuan dewasa ayu dan memangku panca yadnya.
Sementara itu, I Made Ari Wira Putra,32, Penyuluh Bahasa Bali Kabupaten Badung yang membidangi katalogisasi lontar menjelaskan sebagian besar naskah lontar yang tersisa masih dalam kondisi baik dan lengkap. Namun, ada pula naskah lontar yang sebagian isinya tidak terbaca akibat berlubang dimakan rayap. Di samping itu, kebanyakan isi naskah lontar yang berhasil diselamatkan berkaitan erat dengan kawikuan. Ada lontar-lontar tentang upacara seperti mulang dasar, tingkahing amanah toya, pratikaningbhatara, pacaruan, padagingan, yadnya, dan lainnya. Ada juga lontar yang memuat kepanditaan seperti puja dan pratisasana sulinggih.
"Juga ditemukan kakawin seperti Sutasoma, Arjunawiwaha, Bharatayuda, terus tutur, tattwakadiatmikan, usada, dan ditemukan juga naskah mengenai lalampahan wayang yang biasanya dipelajari seorang dalang karena beliau (Ida Pedanda Gede Oka) juga seorang dalang dulunya," beber Ari ketika ditemui usai mengkatalogisasi lontar geria di Balai Banjar Umagunung, Kwanji, Sempidi. Kata Ari berdasarkan proses katalogisasi yang melibatkan pencarian judul, isi umum, dan tahun penyuratan naskah lontar, diketahui bahwa sebagian besar lontar Geria Anyar Umagunung mulai disurat tahun 1920.
Naskah-naskah tua ini kebanyakan ditulis dalam Bahasa Jawa Kuno/Kawi, Bali, dan pencampurannya. Meski menurut penyuluh kebanyakan naskah lontar Geria Anyar Umagunung ini bersifat umum atau biasa dimiliki seorang Brahmana, ditemukan pula kekhasan. Ida Pendanda Gede Oka disebut meninggalkan catatan kompilasi atas kepraktisiannya dalam kepanditaan. Hal-hal yang dipelajari dari berbagai naskah dan pengalamannya tercatat dalam satu gulungan lontar.
Untuk mengkonservasi dan mengkatalogisasi puluhan gulungan lontar Geria Anyar Umagunung, penyuluh menghabiskan waktu lima hari sejak lontar dibuka, Kamis (18/7) lalu, sehari setelah Hari Raya Pagerwesi.
Kata Penyuluh Bahasa Bali Kabupaten Badung yang bertugas di Kelurahan Sempidi, Ida Bagus Ngurah Satyawan,52, kegiatan dihabiskan dua hari di geria dan tiga hari di balai banjar. "Dari naskah-naskah lontar ini sebagian besar memang disurat oleh Ida Pedanda. Tapi, sebagian juga ditemukan sebagai warisan dari leluhur beliau. Kebanyakan memang tentang upacara karena geria itu sentral dari (persiapan) kegiatan yadnya masyarakat," ungkap Ngurah Satyawan. 7 ol1
Komentar