Seniman Perancis Mabarung dengan Sekaa Gong Dharma Kesuma
Sekaa Gong Dharma Kesuma Pinda
Gamelan Puspa Warna Perancis
Seniman
Theo Merigeau
Hsiao-yun Tseng
Jeremie Abt
Workshop
GIANYAR, NusaBali - Seniman asal Perancis, Theo Merigeau, Hsiao-yun Tseng, dan Jeremie Abt, memimpin rombongan Sanggar Puspawarna berkunjung ke Bali. Secara khusus mereka melakukan workshop bersama Sekaa Gong 'Legend' Dharma Kesuma Banjar Pinda, Desa Saba, Kecamatan Blahbatuh, Gianyar sejak 22 Juli 2024. Kunjungan mereka dipungkasi dengan pentas mabarung di Balai Banjar Pinda, Sabtu (3/8) malam.
Mereka membawakan gending lelambatan kreasi Tabuh Telu Pepanggulan, Tari Pendet, dan Tabuh Kreasi Manuk Anguci yang merupakan tabuh lengendaris milik para seniman Banjar Pinda. Berdampingan dengan Sekaa Gong Dharma Kesuma mereka saling bergantian memainkan gamelan. Penampilan dua kelompok ini disaksikan Prof Bandem, praktisi seni, penikmat seni, dan masyarakat sekitar. Theo Merigeau mengaku terkesan bisa pentas mabarung di Bali. “Untuk workshop selama 10 hari kami berlatih sangat keras dibimbing oleh para pelatih yang sabar dan sangat luar biasa,” ungkapnya.
Sanggar Puspawarna terdiri dari 20 penabuh yang berbasis di Paris, Perancis. Sanggar ini didedikasikan untuk mempromosikan dan menyebarkan kesenian Bali. Didirikan pada tahun 2011 sekembalinya Theo dkk dari perjalanan pertamanya ke Bali. Dia mendapatkan pelajaran dari Pekak Kumpul, salah satu tokoh gamelan di Banjar Pinda. Berbekal teknik magambel, Theo dkk menghimpun diri di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Paris di bawah binaan Bidang Penerangan Sosial Budaya. “Kami terus mengembangkan diri mengadakan latihan rutin di Paris dua kali seminggu,” ujar Theo yang sangat fasih berbahasa Indonesia.
Nama Puspawarna dipilih karena identitas multikultural kelompok ini. Setelah didirikan di KBRI Paris, yang bergabung dalam grup ini berasal dari berbagai negara seperti Taiwan, Kolombia, Chili, Brasil, dan Indonesia. “Jadi kami berkumpul untuk budaya, kami satu bahasa yaitu musik,” ujar Theo. Kelompok ini kemudian mengembangkan repertoarnya dengan seniman Bali yakni I Made Agus Wardana, I Nyoman Kariasa, dan Anak Agung Bagus Gede Krishna Putra. Tahun 2022 Puspawarna mencapai tonggak sejarah baru dengan mempersembahkan Calonarang untuk pertama kalinya di Eropa.
Tahun 2024 ini pun menjadi tahun yang mereka tunggu. Sebab setelah sekian lama belajar gamelan di Paris, mereka belum mendapatkan kesempatan tampil langsung di Bali. “Selama sepuluh hari kami mengdapatkan workshop di Pinda, tempat yang sudah lama kami impikan,” ungkap Theo. Selama 10 hari mereka belajar bersama pemuka sekaa Gong Dharma Kesuma di Balai Banjar Pinda. “Pementasan ini sangat berarti bagi kami. Kami yang dari jauh menghimpun diri dengan biaya sendiri akhirnya bisa pentas di sini. Saya tidak tahu kenapa suka dengan gamelan Bali. Kami ingin memberikan penghormatan kepada guru kami almarhum Bapak Kumpul,” ungkap Theo.
Pantauan di lokasi pentas, teknik magambel para turis ini tak ada bedanya dengan seniman Bali. Mereka tampak alep mengenakan pakaian adat Bali bernuansa putih batik. Dosen ISI Denpasar, I Wayan Kader, yang menjadi penghubung pementasan mabarung ini mengatakan sejarah ini bermula saat dia melatih Perhimpunan Pelajar Indonesia di Paris tahun 2009. “Kampus mengirim saya saat itu. Tidak sengaja bertemu Theo. Entah bagaimana ceritanya, ia ingin belajar, tapi saya harus pulang,” ujarnya. Saat itu Kader berpesan, jika serius ingin belajar agar datang ke Bali. “Datang saja ke Bali, pasti ada yang mengajari kamu. Biar gak bingung kamu juga bisa datang ke tempat saya,” kenang Kader. Tahun 2011, Theo datang. Hanya saja, Kader saat itu sedang kuliah di Solo. “Bapak saya yang mengajari mereka,” ungkap Kader.
Kelihan Banjar Dinas Pinda, I Ketut Sudawi menyambut baik pentas mabarung ini. “Saking cintanya mereka terhadap kesenian Bali, tidak saja dinikmati tapi mereka juga ingin magambel,” ungkap Sudawi. Dia berharap acara seperti ini tetap terjadi meskipun bukan di Banjar Pinda. 7 nvi
1
Komentar