nusabali

Melihat Kemeriahan Tradisi ‘Ngasa’ di Desa Adat Bukian, Kecamatan Payangan, Gianyar

Berterimakasih ke Leluhur, Unsur Sesaji Tak Boleh Gunakan Gula

  • www.nusabali.com-melihat-kemeriahan-tradisi-ngasa-di-desa-adat-bukian-kecamatan-payangan-gianyar

Krama membawa banten ke Setra, bersama deretan banten gebogan ada yang menyertakan segepok uang, perhiasan emas, kain, hingga sertipikat tanah

GIANYAR, NusaBali
Krama Desa Adat Bukian, Kecamatan Payangan, Gianyar bersuka cita melaksanakan Tradisi Ngasa bertepatan dengan rahina Tilem Sasih Kasa pada Redite Pon Kulantir, Minggu (4/8). Tradisi ini diwarisi secara turun temurun yang digelar setiap dua tahun sekali di tahun genap. Tradisi ini dimaknai sebagai ungkapan rasa terimakasih kepada para leluhur. 

Pantauan NusaBali, sejak pukul 05.00 Wita, krama berduyun-duyun membawa banten ke Setra dan Pura Dalem. Bersama deretan banten gebogan, ada krama yang menyertakan segepok uang tunai, perhiasan emas, kain, hingga sertipikat tanah. "Setiap keluarga macam-macam bawaannya. Ada uang, ada perhiasan. Jadi apa yang ada di rumah, itu yang diperlihatkan di tradisi ini," ungkap salah satu krama Banjar Bukian Kaja, I Wayan Sanu. 

Sementara itu, Bendesa Adat Bukian Drs I Made Suartana menjelaskan tradisi ini bisa dikatakan seperti Ngusaba Pitra, pelaksanaannya bahkan lebih meriah dari Hari Raya Galungan dan Kuningan. Tradisi ini ditandai dengan krama menghaturkan sesaji Darpana dan Punjung di Setra Desa Adat Bukian. Bagi krama yang memiliki jenazah di setra yang belum diabenkan, maka upacaranya dilaksanakan di gegumuk kuburan. Sedangkan krama yang memiliki keluarga meninggal dan telah diabenkan, upacara pitranya dilakukan di bagian hulu setra.

Kata Suartana, tradisi ini tidak pernah tidak digelar. Krama tetap menjaga kelestarian tradisi ini sampai sekarang. 

Hanya saja, memang diakui terjadi pergeseran dari sisi material banten yang dihaturkan. "Dulu sesajennya spesial putih dan kuning. Menggunakan bunga juga putih kuning, sekarang lebih beragam karena perkembangan zaman. Ada menggunakan perhiasan emas," jelasnya. Salah satu pantangan dari tradisi ini adalah tidak diperbolehkan menggunakan gula. "Harus pakai tebu," ujarnya. Tradisi ini dilaksanakan oleh 136 krama ayah dengan total 740 krama mipil. "Jika ada krama yang tidak bisa melaksanakan di pura, tradisi ini dilaksanakan di depan merajan. Tidak pernah tidak dilaksanakan," tegasnya. 

Rangkaian Upacara Ngasa, yakni krama Desa terlebih dahulu melaksanakan Pacaruan di Pura Mrajapati. Sedangkan di Pura Dalem dilaksanakan Piodalan dengan sarana Banten Bebangkit dan sasaji lainnya. Piodalan di Pura Dalem hanya dilaksanakan selama sehari. "Sebesar apapun upacara di Desa Adat Bukian, hanya digelar satu hari mulai dari pagi langsung nyineb di malam hari. Tidak boleh lebih dari sehari," jelasnya. 

Selain itu, keunikan lain di Desa Adat Bukian pantang menyelenggarakan kesenian berupa tari-tarian dan bunyi-bunyian. "Di Pura Dalem ini tidak pernah ada pentas drama. Juga tidak ada pementasan Tari Rejang, Tari Baris. Hanya ada tabuh tanpa penari. Karena diyakini ada yang menari secara niskala," ungkapnya. Tidak saja piodalan yang harus digelar satu hari penuh, setiap kali ada pembangunan palinggih pun harus selesai dalam waktu sehari. "Kalau buat palinggih harus jadi sehari. Itu kami yakini dan tidak pernah dilanggar," jelasnya. Bendesa Suartana berharap, tradisi Ngasa yang hanya ada di Desa Bukian ini tetap lestari sepanjang masa. 7 nvi

Komentar