Dirjen HAM Soroti Praktik Penahanan Ijazah Tenaga Kerja
MANGUPURA, NusaBali - Direktur Jenderal Hak Asasi Manusia (HAM) Kemenkumham RI Dhahana Putra, menyuarakan kekhawatirannya terkait praktik penahanan ijazah oleh perusahaan terhadap tenaga kerja dengan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT).
Meski praktik ini telah menjadi hal umum dalam dunia bisnis, Dhahana menilai bahwa penahanan ijazah berpotensi mencederai hak tenaga kerja.
Dhahana mengungkapkan kebijakan penahanan ijazah oleh perusahaan dapat membatasi hak tenaga kerja untuk mengembangkan diri dan mendapatkan penghidupan yang lebih baik. “Jika kita perhatikan secara jeli, kebijakan tersebut menciptakan potensi pembatasan hak tenaga kerja untuk mengembangkan diri mereka,” ujarnya pada keterangan pers yang diterima Minggu (11/8) pagi.
Menurut Dhahana, baik itu dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan maupun peraturan teknis lainnya, belum mengatur secara spesifik mengenai penahanan ijazah. Hal ini membuat perusahaan memiliki ruang untuk membuat kesepakatan tersebut dalam merekrut tenaga kerja. Namun, Dhahana menyadari bahwa masyarakat sering mengeluhkan persyaratan ini karena dianggap membatasi peluang mereka untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih menjanjikan. “Oleh karena itu, saya melihat adanya urgensi untuk menyusun suatu regulasi guna mengisi kekosongan hukum ini,” tegasnya.
Namun, Dhahana juga menekankan pentingnya kajian mendalam dan komprehensif mengenai dampak kebijakan penahanan ijazah tidak hanya bagi karyawan tetapi juga perusahaan. Ini perlu dilakukan sebagai pertimbangan dalam perumusan regulasi yang adil dan seimbang. Meskipun belum ada pengaturan khusus mengenai penahanan ijazah, Dhahana menghimbau agar perusahaan tetap menghormati hak asasi manusia yang dimiliki oleh tenaga kerja. Dia menekankan pentingnya menghargai hak mengembangkan diri yang berpotensi dibatasi dengan adanya penahanan ijazah. Lebih lanjut, Dhahana mengingatkan bahwa Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 telah memperkenankan setiap orang untuk bebas memilih pekerjaan yang disukainya serta berhak atas syarat-syarat ketenagakerjaan yang adil.
Dia juga menyoroti upaya pemerintah dalam mendorong pengarusutamaan bisnis dan HAM di Indonesia melalui Strategi Nasional Bisnis dan HAM. Langkah ini diharapkan dapat memberikan keuntungan kompetitif bagi perusahaan dalam persaingan global yang semakin ketat.
“Semakin membaiknya kesadaran pasar global terhadap hak asasi manusia akan diikuti oleh perusahaan-perusahaan di tataran nasional ke depan. Karenanya, kebijakan perusahaan yang kiranya dipandang berpotensi mencederai hak asasi manusia baiknya dipertimbangkan matang-matang mitigasinya,” katanya. 7 ol3
Komentar