Belum Semua Warga RI Punya Rekening Bank
Banyak yang Kepincut Pinjol
JAKARTA, NusaBali - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus mendorong edukasi dan literasi keuangan kepada masyarakat agar dapat menggunakan jasa keuangan. Namun, masyarakat yang mengetahui produk jasa keuangan perbankan belum terlalu tinggi.
Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Perlindungan Konsumen (PEPK) OJK, Friderica Widyasari Dewi mengatakan berdasarkan hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2024, indeks literasi keuangan penduduk Indonesia 65,43%, sementara indeks inklusi keuangan 75,02%.
SNLIK 2024 juga mengukur tingkat literasi dan inklusi keuangan syariah. Hasil yang diperoleh menunjukkan indeks literasi keuangan syariah penduduk Indonesia 39,11% dan indeks inklusi keuangan syariah 12,88%.
"Indeks literasi keuangan Indonesia adalah sebesar 65,43%, artinya dari 100 orang usia 15-79 tahun, terdapat 65 orang yang terliterasi keuangan dengan baik (well literate) yang memiliki aspek pengetahuan, keyakinan, keterampilan, sikap dan perilaku," kata perempuan yang akrab disapa Kiki dalam keterangan tertulis, seperti dilansir detikcom, Selasa (13/8).
Meski begitu, dia menilai tingkat pemahaman masyarakat tersebut seringkali dikalahkan dengan perilaku serba instan dan greedy dari masyarakat serta kemudahan akses di era digital. Masyarakat cenderung menggunakan keuangan digital atau financial technology (fintech), salah satunya pinjaman online (pinjol) ilegal
Sebab itu, pihaknya terus berupaya memberantas entitas keuangan illegal secara kolaboratif. Tidak hanya penguatan literasi atau pemahaman keuangan, tetapi juga penguatan regulasi dan penegakan hukum.
Dari sisi edukasi, masyarakat harus memahami tentang prinsip 2L, yaitu Logis, dalam hal ini bunga atau deviden yang wajar dan Legal atau yang sudah berizin OJK. Dia juga menekankan pentingnya tidak memberikan data identitas pribadi atau akses seluler selain yang diperbolehkan ketentuan, yaitu kamera, mikrofon, dan lokasi.
"Dari sisi regulasi, UU P2SK (Undang Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan) memberikan angin segar tentang upaya pemberantasan aktivitas keuangan ilegal, yaitu melalui norma hukum, amanat pembentukan Satuan Tugas, dan sanksi pidana. Sanksi pidana penjara 5-10 tahun dan pidana denda Rp 1 miliar sampai Rp 1 triliun," jelasnya.
Dari sisi penegakan hukum, pihaknya terus mendorong mekanisme penegakan hukum melalui Satuan Tugas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal atau Satgas Pasti, termasuk mendorong pembentukan Anti Scam Centre.
Selain itu, dalam rangka meningkatkan inklusi keuangan pihaknya juga telah menyediakan program-program, di antaranya satu rekening satu pelajar (KEJAR), mendorong percepatan akses keuangan di daerah melalui Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD) baik tingkat provinsi maupun kabupaten/kota melalui program Kredit/Pembiayaan Melawan Rentenir (K/PMR), Kredit/Pembiayaan Sektor Prioritas (K/PSP), Ekosistem Keuangan Inklusif di pedesaan, hingga perluasan agen laku pandai. 7
Komentar