Festival Harus Mampu Hidupkan Ekosistem Seni
DENPASAR, NusaBali - Festival kesenian semakin marak dalam beberapa tahun ini, khususnya pasca pandemi Covid-19.
Tumbuh bak jamur di musim hujan, festival dapat dimaknai sebagai kesempatan menghidupkan ekosistem kesenian di Bali.
Topik hangat ini menjadi diskusi dalam sarasehan (timbang rasa) dalam gelaran Festival Seni Bali Jani (FSBJ) VI Tahun 2024 di Gedung Ksirarnawa, Taman Denpasar, Kamis (15/8).
Hadir sebagai narasumber Prof Dr I Made Bandem dan Dr I Wayan Artika. Dalam sarasehan bertajuk ‘Peran Festival dalam Upaya Membangun Keberlanjutan Ekosistem Kesenian’, kurator Pesta Kesenian Bali (PKB) Prof Bandem memaparkan peran festival bagi ekosistem kesenian meliputi, seniman itu sendiri, masyarakat, dan penyelenggara festival.
Kata Prof Bandem, festival merangsang para seniman untuk berkreativitas. “Mencipta dengan rancangan untuk menghasilkan karya-karya yang orisinal, suatu karya yang baru sama sekali dan belum ada sebelumnya. Modus penciptaan seperti ini umumnya dianut oleh seni modern atau seni kontemporer,” kata seniman tari dan karawitan ini.
Di sisi lain keberadaan festival juga memberikan ruang bagi masyarakat untuk mengapresiasi karya seni hingga memberikan kritik. Festival seni menjadi wahana pendidikan, sumber informasi, promosi, dan dapat juga memberi hiburan sehat. Pada akhirnya, festival seni menjadi aktualisasi bagi panggung-panggung kesenian dan para pengelola gedung kesenian menghadirkan pertunjukan-pertunjukan berkualitas kepada masyarakat. Prof Bandem menyebut, manajemen atau tata kelola sangat menentukan keberhasilan sebuah festival seni.
Sementara itu akademisi Dr Wayan Artika memuji pelaksanaan PKB yang berperan besar dalam menjamin tumbuhnya ekosistem kesenian di Bali, seperti sekaa. Peran ini tampak ketika PKB telah mampu menjadi motivator dan generator berkesenian yang menjadi daya hidup yang bermuara pada arena tahunan PKB. “PKB adalah model hubungan yang paling ideal antara festival dan keberlangsungan ekosistem kesenian,” ujar akademisi Universitas Pendidikan Ganesha (Undiksha) ini.
Ia mengatakan, pembangunan ekosistem seni harus menjadi program festival. Bukan hanya festivalnya yang dipentingkan tetapi pembangunan komunitas jauh sebelum festival dilaksanakan. Menurutnya, festival-festival yang menjamur saat ini belum sampai kepada pembangunan ekosistem seni. Festival-festival itu baru sebatas menyediakan arena bagi kekayaan seni yang sudah tumbuh di ekosistemnya.
Karena itu, lanjut Artika, festival-festival seni belakangan ini di Bali dapat dilihat secara kritis. Pada umumnya ide-ide festival kini tidak sampai menjangkau kehidupan ekosistem seni. Festival seolah hanya ingin menghadirkan kesenian tanpa harus terlibat dalam memelihara ekosistemnya. “Ide untuk membangun festival, lebih diutamakan ketimbang usaha membangun ekosistem pendukung festival. Jika paradigma ini dipilih maka festival tidak dapat membantu tumbuhnya ekosistem kesenian,” sebutnya. a
1
Komentar