Alami Gangguan Kejiwaan, WNA Australia Terlantar di RS
Dirut RSUD Buleleng ‘Pusing’, Semua Lepas Tangan
Dirut Arya Nugraha pun berharap pemerintah bisa mengevaluasi dari kasus-kasus yang terjadi. Terutama soal pengetatan syarat WNA masuk ke Indonesia dan Bali pada khususnya.
SINGARAJA, NusaBali
Seorang Warga Negara Asing (WNA) berkebangsaan Australia berinisial LCN, 37, terlantar di RSUD Buleleng. LCN tidak dipulangkan karena tidak ada penjamin dan juga kehabisan bekal. Selain itu dia juga mengalami gangguan kejiwaan.
LCN diterima pihak rumah sakit pada Sabtu (10/8) sekitar pukul 05.12 wita dengan keadaan tidak sadarkan diri diantarkan oleh kerabatnya. LCN yang terdaftar sebagai pasien umum sempat menerima perawatan intensif sebelum dirawat di ruang perawatan Leli I. Kemudian pada Selasa (13/8) dipindahkan ke ruang Flamboyan hingga akhirnya pada Kamis (15/8) LCN sebenarnya sudah dinyatakan sehat secara fisik.
Namun selama menjalani perawatan di RSUD Buleleng, LCN tidak punya penanggungjawab. Pihak rumah sakit pun sempat menghubungi keluarganya namun menyebut LCN sudah lepas dari tanggung jawabnya. Situasi ini menyulitkan RSUD Buleleng, karena LCN meski sudah dinyatakan sehat secara fisik didiagnosa mengalami gangguan kejiwaan. Kondisi tersebut mengharuskan RSUD Buleleng merujuk yang bersangkutan ke RSU Prof Ngoerah atau Rumah Sakit Jiwa Bangli untuk mendapatkan penanganan khusus.
Direktur Umum RSUD Buleleng, dr Putu Arya Nugraha ditemui di ruang kerjanya Senin (19/8) kemarin mengatakan, rumah sakit sudah mencoba berbagai upaya untuk mencarikan solusi. Selain terlantar karena kondisi kejiwaan, LCN sering kali membuat pasien lainnya terganggu. Manajemen pun akhirnya memindahkannya ke Paviliun Mahottama yang diperuntukkan untuk pasien VIP, harapannya meminimalisir gangguan kepada pasien lain.
“Kalau agresif mengamuk, mencederai orang sih tidak. Cuma dia kan tidak bisa mengikuti aturan rumah sakit sebagai pasien yang istirahat di tempat tidur. Kalau keluar ruangan, kadang-kadang membuat pasien di sebelahnya terganggu. Saat petugas kita meminta dia kembali ke ruangannya, dia mau masuk. Tapi dia teriak-teriak (histeris),” ucap Arya Nugraha.
Dirut RSUD Buleleng, dr Putu Arya Nugraha. –NUSA BALI
Kebuntuan yang dialami RSUD Buleleng untuk menemukan penanggungjawab, LCN lalu dilaporkan ke Dinas Sosial, Imigrasi dan terakhir ke Konsulat. Hanya saja sampai saat ini belum menemukan solusi. Dinas Sosial menyebut tidak ada kewenangan menangani WNA terlantar. Sedangkan Kantor Imigrasi menyebut hanya mengurusi soal keimigrasian, karena yang bersangkutan tidak ada pelanggaran keimigrasian bukan kewenangan, katanya. Lalu terakhir RSUD Buleleng juga berkonsultasi dengan Konsulat juga mengatakan tidak bisa menjadi pendamping dan penanggung jawab WNA yang sedang sakit.
“Menurut saya kalau begitu kan harusnya ini negara yang punya. Karena ini WNA kan, apalagi dalam kondisi sakit dan memerlukan support backup. Maksud saya okelah kalau Konjen Australia tidak memiliki (tupoksi), tapi punya tugas dan tanggungjawab kepada warganya untuk berkomunikasi dengan kedutaan, dan kedutaan konsultasi dengan yang bertanggungjawab di negaranya,” terang Arya Nugraha.
Dia pun menegaskan RSUD Buleleng sudah melayani dengan penuh rasa kemanusiaan. Hanya saja saat ini LCN sudah tidak bisa dilayani di RSUD Buleleng karena tidak memiliki pelayanan kejiwaan. Dia pun berharap Konsulat Jenderal Australia di Bali bisa membantu mencarikan solusi warga negaranya yang terlantar ini.
Sementara itu kasus WNA terlantar dan tidak ada penanggung jawabnya bukan kali pertama diterima RSUD Buleleng. Arya Nugraha pun berharap pemerintah bisa mengevaluasi dari kasus-kasus yang terjadi. Terutama soal pengetatan syarat WNA masuk ke Indonesia dan Bali pada khususnya. Kasus ini juga salah satu cerminan Bali yang saat ini dalam kondisi over tourism. “Saya tidak tahu bagaimana WNA ini masuk ke Indonesia dengan cara apa. Kalau kita ke luar negeri kan ketat sekali, tabungan kita berapa, di sana ketemu siapa, ngapain semuanya harus jelas. Ya ini kok datang-datang sekarang sakit malah jadi beban tidak ada yang peduli. Ini seharusnya dievaluasi dengan baik, biar tidak dikira bangsa yang gampangan. Jangan dong Indonesia harus punya harga diri,” papar Dirut yang juga dokter spesialis penyakit dalam ini.7 k23
1
Komentar