nusabali

Singaraja Literary Festival II, 23 - 25 Agustus 2024

Mereproduksi Intelektualitas Bali Utara

  • www.nusabali.com-singaraja-literary-festival-ii-23-25-agustus-2024
  • www.nusabali.com-singaraja-literary-festival-ii-23-25-agustus-2024
  • www.nusabali.com-singaraja-literary-festival-ii-23-25-agustus-2024
  • www.nusabali.com-singaraja-literary-festival-ii-23-25-agustus-2024

Singaraja Literary Festival sengaja diselenggarakan bukan sekadar sebagai perayaan dan atraksi kebudayaan. Festival ini juga menjadi jembatan penghubung antara pengetahuan masa lalu dan masa kini.

SINGARAJA, NusaBali 
Kota Singaraja, Buleleng, atau di Bali utara, punya sejarah panjang hingga melahirkan para intelektual dengan gagasan besar. Museum lontar Gedong Kirtya, di antaranya menjadi bukti wilayah berjuluk Bumi Panji Sakti ini pernah melahirkan ide-ide otentik dan berpengaruh pada masanya. 

Pencapaian itu hendak dihidupkan Singaraja Literary Festival (SLF) yang kembali digelar tahun ini. Festival yang digelar untuk kali kedua resmi dibuka di Gedung Sasana Budaya, Singaraja, Bali, Jumat (23/8) malam. 

Tahun ini, festival yang digagas atau diprakarsai oleh seorang intelektual perempuan progresif, Kadek Sonia Piscayanti, bersama sang suami Made Adnyana Ole, seorang sastrawan, budayawan, sekaligus wartawan senior. Festival ini didukung oleh LPDP melalui Dana Indonesiana Kategori Pendanaan Ruang Publik Direktorat Kebudayaan Kemendikbudristek.

"Kami ingin menghidupkan intelektualisme Kota Singaraja yang berakar dari Gedong Kirtya. Singaraja merupakan kota yang banyak melahirkan atau memroduksi intelektual yang banyak pula menyumbang ide-gagasan yang luar biasa," kata Kadek Sonia Piscayanti saat pembukaan. 

SLF tahun ini memacak tema ‘Dharma Pemaculan: Energi Ibu Bumi’. Dharma Pemaculan merupakan salah satu lontar yang tersimpan di Gedong Kirtya. Lontar ini secara keseluruhan berbicara tentang seluk beluk pertanian. Namun, sejatinya, Dharma Pemaculan berbicara tentang relasi manusia dengan semesta, alam, dan sesama manusia.

SLF 2024 berupaya mendokumentasikan secara serius potensi sastra dan intelektualitas di Singaraja pada masa lalu, kini, dan nanti. Khazanah tersebut berusaha dibicarakan, dibahas secara mendalam, didiskusikan, dan juga dialihwahanakan ke dalam media baru, seperti pertunjukan teater, film, dan musikalisasi puisi.


SLF tidak sekadar menjadi ajang perayaan atau pertunjukan. Perhelatan ini telah menjadi katalisator penyampaian identitas kebudayaan, tempat perayaan memori kolektif, tempat pengembangan talenta dan ekspresi kreatif, tempat lahirnya pegiat budaya, dan tempat berkolaborasi serta berinovasi.

Singaraja Literary Festival sengaja diselenggarakan bukan sekadar sebagai perayaan dan atraksi kebudayaan. Festival ini juga menjadi jembatan penghubung antara pengetahuan masa lalu dan masa kini. Juga wadah yang mempertemukan akademisi, seniman, budayawan, peneliti, pelajar, dan masyarakat pada umumnya.

Selain menyampaikan latar belakang, visi, misi, dan tujuan SLF, Sonia juga mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang terlibat secara langsung maupun tidak. “Saya tidak bisa bekerja dan berjalan sendiri. Terima kasih banyak,” ujarnya.

Kepala Dinas Kebudayaan Buleleng I Nyoman Wisandika, yang mewakili Pj Bupati Buleleng, sangat mengapresiasi festival tersebut. Dia juga memberi pesan bahwa di tengah arus modernisasi dan kemajuan teknologi, jangan sampai melupakan kebudayaan dan kearifan lokal.

“Sebab banyak sekali nilai positif yang terkandung dalam manuskrip-manuskrip kuno, dalam hal ini lontar yang tersimpan baik di Gedung Kirtya. Terima kasih banyak kepada seluruh panitia, sehingga acara ini dapat terlaksana dengan sangat bagus. Semoga acara ini dapat berlangsung dengan lancar,” ujar Nyoman Wisandika.

Dalam SLF ke-2 yang akan dilaksanakan tanggal 23-25 Agustus 2024 di kawasan Gedong Kirtya Singaraja. Tahun ini, SLF akan mendatangkan penulis dan sastrawan ternama di Indonesia, seperti Dewi (Dee) Lestari, Aan Mansyur, Willy Fahmy Agiska, dan Henry Manampiring. Selain itu, para akademisi, sastrawan, seniman, budayawan Bali yang tak lagi dipertanyakan kredibilitasnya. Di antaranya, Sugi Lanus, Ayu Laksmi, I Ketut Eriadi Ariana, Marlowe Bandem, Andre Syahreza, Made Sujaya, Mas Rucitadewi, I Wayan Juniarta, Oka Rusmini, Saras Dewi, Eka Guna Yasa, Putu Kusuma Wijaya, Made Suarbawa, Olin Monteira, Putu Satria Kusuma, Darma Putra, Pranita Dewi, dan masih banyak lagi.7a 

Komentar