Eks Ketua Dituntut 1,5 Tahun, Bendahara 2 Tahun
Dugaan Penggelapan di Yayasan Dhyana Pura dengan Kerugian Rp 25,5M
Hal-hal yang meringankan dalam tuntutan yaitu perilaku sopan kedua terdakwa selama persidangan serta usia lanjut mereka.
DENPASAR, NusaBali
Sidang penggelapan dana Yayasan Dhyana Pura dengan kerugian Rp 25,5 miliar dilanjutkan di PN Denpasar pada Kamis (29/8) dengan agenda pembacaan tuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). Dalam sidang, mantan Ketua Yayasan Dhyana Pura Gusti Ketut Mustika, 70, dituntut hukuman 1 tahun 6 bulan penjara, sementara mantan bendahara, R Rulik Setyahadi, 53, dituntut 2 tahun penjara.
Dalam amar tuntutannya, JPU menyatakan bahwa kedua terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana penggelapan dalam jabatan. Sebagaimana diatur dalam Pasal 374 KUHP. “Memohon kepada majelis hakim yang menyidangkan perkara ini untuk menghukum terdakwa Gusti Ketut Mustika dengan pidana penjara selama satu tahun dan enam bulan dan menghukum terdakwa R Rulik Setyahadi dengan pidana penjara selama dua tahun,” tegas JPU.
Hal-hal yang meringankan dalam tuntutan yaitu perilaku sopan kedua terdakwa selama persidangan serta usia lanjut mereka. "Kedua terdakwa sudah berusia lanjut, dan selama persidangan, mereka bersikap sopan," imbuh JPU.
Setelah mendengar tuntutan tersebut, kuasa hukum kedua terdakwa mengajukan nota pembelaan dan diberikan waktu satu minggu oleh majelis hakim untuk menyusun dan mengajukan pembelaan tertulis pada sidang berikutnya.
Seperti diketahui sebelumnya, JPU I Dewa Gede Anom Rai dkk menyatakan I Gusti Ketut Mustika dan R Rulick Setyahadi, selama periode 2017 hingga 2020, telah melakukan pengelolaan keuangan yayasan yang tidak sesuai dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Yayasan Dhyana Pura yang berlokasi di Dalung, Kuta Utara.
Menurut JPU, kedua terdakwa sebagai pengurus yayasan Mustika sebagai ketua dan Rulick sebagai bendahara seharusnya mengikuti prosedur ketat dalam pengelolaan keuangan. “Setiap penarikan uang dari rekening yayasan harus disetujui oleh ketua yayasan dan didokumentasikan dengan baik. Namun, dalam praktiknya, mereka tidak melakukan pencatatan dan penyimpanan administrasi keuangan secara benar, serta tidak memberikan laporan berkala kepada pembina dan badan pengawas yayasan,” tegas JPU.
Kejanggalan ini mendorong yayasan untuk melakukan audit investigasi yang dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) I Wayan Ramantha. Hasil audit mengungkap adanya selisih sebesar Rp 25.572.592.073,46 antara uang yang keluar dari bank dengan bukti kas keluar yang ada. Selain itu, ditemukan bahwa terdakwa membuka dua rekening yayasan di bank tanpa sepengetahuan yayasan, dengan salah satu rekening bahkan mentransfer uang ke rekening pribadi R. Rulick Setyahadi sebesar Rp 980 juta.
“Audit juga menemukan bahwa terdakwa menjual enam unit mobil milik yayasan tanpa izin dari yayasan. Mobil-mobil tersebut memiliki total harga pembelian awal sebesar Rp 741.940.450. Semua temuan ini memperkuat dugaan bahwa terdakwa telah memperlakukan uang yayasan seolah-olah milik pribadi mereka,” papar JPU.
Keduanya didakwa dengan dakwaan alternatif tindak pidana penggelapan yaitu Pasal 374 KUHP Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP, atau Pasal 372 KUHP Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP. 7 cr79
Komentar