KPSI Simpul Bali Resmikan Sekretariat Baru, Perkuat Dukungan untuk Penyintas Skizofrenia
DENPASAR, NusaBali.com– Komunitas Peduli Skizofrenia Indonesia (KPSI) Simpul Bali resmi membuka sekretariat barunya di Jalan Pertulaka Timur No. 15, Banjar Peninjoan, Peguyangan Kangin, Denpasar Utara. Acara peresmian yang berlangsung pada 13 Agustus 2024 ini dihadiri oleh berbagai kalangan, termasuk penyintas skizofrenia, keluarga dan caregiver, profesional kesehatan jiwa, serta perwakilan dari komunitas dan lembaga pemerintah.
Hadir dalam acara tersebut antara lain perwakilan dari Inkrebilitas, Graha Nawasena, Yayasan Bali Bersama Bisa, Komunitas Bipolar Bali, serta wakil dari Perbekel Desa Peguyangan Kangin dan Puskesmas Denpasar Utara 3 dan Denpasar Timur 2. Masyarakat setempat juga turut hadir untuk memberikan dukungan.
KPSI Simpul Bali, yang telah berdiri sejak 2015, merupakan bagian dari KPSI nasional yang berpusat di Jakarta. Organisasi ini dipimpin oleh Bagus Utomo, seorang caregiver berpengalaman dalam mendampingi penyintas skizofrenia.
KPSI Simpul Bali telah berperan aktif dalam meningkatkan kesadaran dan dukungan bagi Orang Dengan Skizofrenia (ODS) di Bali, salah satunya melalui pembentukan Rumah Berdaya, pusat rehabilitasi psikososial di Denpasar Selatan yang kini dikelola oleh Dinas Sosial Kota Denpasar.
Peresmian sekretariat baru ini menjadi langkah penting dalam memperluas dukungan dan layanan bagi ODS di wilayah Denpasar Utara. Menurut Ketua KPSI Simpul Bali, dr. Yohanes K. Herdiyanto, S.Psi., M.Si., sekretariat ini nantinya akan berfungsi sebagai pusat rehabilitasi psikososial yang dikelola secara mandiri oleh KPSI Simpul Bali.
"Lokasi sekretariat ini dipilih karena strategis, berada di antara dua puskesmas dengan jumlah ODS terbanyak di Denpasar, yaitu Puskesmas Denpasar Utara 3 dengan 250 ODS dan Puskesmas Denpasar Timur 2 dengan 120 ODS," ungkap dr. Yohanes.
Sekretariat ini tidak hanya akan menjadi pusat rehabilitasi, tetapi juga sebagai pusat edukasi dan advokasi anti-stigma skizofrenia di Bali. Meski bangunan sekretariat ini belum sepenuhnya selesai, dr. Yohanes berharap fasilitas ini bisa segera digunakan. "Kami berharap dukungan dari masyarakat untuk menyelesaikan pembangunan ini sehingga semua fasilitas yang dibutuhkan dapat segera tersedia," tambahnya.
Nyoman Sudiasa, Sekretaris KPSI Simpul Bali sekaligus penyintas skizofrenia, menekankan pentingnya peran KPSI sebagai komunitas konsumen skizofrenia. "Kami ingin berperan aktif sebagai subjek yang memberikan masukan bagi kebijakan kesehatan jiwa yang dijalankan pemerintah," ujarnya. Nyoman juga menegaskan bahwa pengalaman penyintas harus didengarkan dan menjadi bagian dari upaya perbaikan sistem kesehatan jiwa di Indonesia.
Pada kesempatan yang sama, dr. I Gusti Rai Putra Wiguna, Sp.KJ, salah satu pegiat KPSI Simpul Bali, mengungkapkan harapannya agar isu kesehatan jiwa mendapat perhatian lebih dalam menjelang Pilkada serentak mendatang. "Bali masih memiliki angka gangguan jiwa berat yang tinggi, dan kita harus ingat bahwa Bali juga merupakan provinsi dengan angka bunuh diri tertinggi di Indonesia. Oleh karena itu, program kesehatan jiwa harus menjadi prioritas dalam kebijakan pemerintah," ungkapnya.
Pembukaan sekretariat KPSI Simpul Bali ini menjadi tonggak penting dalam memberikan dukungan yang lebih baik bagi ODS di Bali. Selain itu, ini juga merupakan wujud nyata dari komitmen KPSI untuk terus berkontribusi dalam meningkatkan kualitas hidup penyintas skizofrenia melalui rehabilitasi psikososial, edukasi, dan advokasi.
Dengan dukungan dari berbagai pihak, KPSI Simpul Bali optimis dapat memperluas jangkauannya dalam membantu ODS dan keluarga mereka, serta mengurangi stigma yang masih melekat di masyarakat. "Kami optimis bahwa dengan adanya sekretariat ini, kami dapat memberikan layanan yang lebih baik dan menyeluruh bagi mereka yang membutuhkan," tutup dr. Yohanes.
Peresmian sekretariat ini merupakan langkah awal menuju masa depan yang lebih cerah bagi penyintas skizofrenia di Bali, sebuah komunitas yang berkomitmen membawa perubahan positif bagi kesehatan jiwa di Indonesia.
Komentar