Infeksi Mpox atau Cacar Monyet, Kenali Cara Penularan dan Pencegahannya
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) kembali menetapkan Mpox sebagai Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang Menjadi Perhatian Internasional (Public Health Emergency of International Concern/PHEIC). Status PHEIC diumumkan pada 14 Agustus 2024 menyusul peningkatan kasus Mpox di Republik Demokratik Kongo dan sejumlah negara di Afrika.
Africa Centres for Disease Control and Prevention (Africa CDC) turut menyatakan Mpox sebagai Darurat Kesehatan Masyarakat untuk Keamanan Kontinental (Public Health Emergency of Continental Security/PHECS) pada 13 Agustus 2024. Dikutip dari BBC, kasus Mpox telah meningkat di negara Afrika tersebut selama beberapa dekade.
Cacar monyet adalah penyakit zoonosis langka yang disebabkan oleh infeksi virus monkeypox. Virus cacar monyet termasuk dalam genus Orthopoxvirus dalam famili Poxviridae. Genus Orthopoxvirus juga termasuk virus variola (penyebab cacar), virus vaccinia (digunakan dalam vaksin cacar), dan virus cacar sapi. Mpox pertama kali ditemukan tahun 1958 di Denmark ketika ada dua kasus seperti cacar pada koloni kera yang dipelihara untuk penelitian, sehingga cacar ini dinamakan 'Cacar Monyet/Mpox’. Mpox pada manusia pertama kali ditemukan di Republik Demokratik Kongo (Zaire/DRC) tahun 1970, sejak saat itu, kasus cacar monyet dilaporkan telah menginfeksi penduduk di beberapa negara Afrika Tengah dan Barat lainnya. Kasus pertama Mpox di Indonesia ditemukan pada 20 Agustus 2022 di DKI Jakarta. Sejak kasus ke-2 pada 13 Oktober 2023 hingga 15 November 2023, terdapat 43 pasien terkonfimasi Positif Mpox di Indonesia, dengan provinsi terbanyak : DKI Jakarta(36), Jawa Barat(5), Banten (5), Kep. Riau (1) dan Jawa Timur (1).
Pada manusia, gejala cacar monyet mirip dengan gejala cacar air namun lebih ringan. Gejala dimulai dengan demam, sakit kepala, nyeri otot, pembesaran kelenjar getah bening dan kelelahan yang berlangsung pada 0-5 hari pertama (Fase akut atau prodromal). Perbedaan utama pada gejala cacar monyet dan cacar air adalah adanya pembesaran kelenjar getah bening (limfadenopati). Pembesaran kelenjar getah bening ini bisa terdapat di leher, lipat ketiak atau di lipat paha. Kemudian gejala dilanjutkan dengan ruam atau lesi kulit yang berlangsung 1-3 hari setelah timbulnya demam (Fase Erupsi). Ruam atau lesi kulit yang dimiliki oleh Mpox berupa bintik merah seperti cacar, lepuh berisi cairan bening, lepuh berisi nanah, hingga kemudian mengeras menjadi keropeng dan rontok. Gejala ini terdapat banyak di wajah, telapak tangan, telapak kaki, mulut, mata, dan sekitar alat kelamin. Mpox termasuk dalam self limiting disease atau penyakit yang bisa sembuh sendiri. Berbagai gejala tersebut biasanya berlangsung antara dua sampai empat minggu. Namun, sekalipun memiliki gejala yang ringan dan bisa sembuh sendiri, bagi kelompok rentan seperti anak-anak, lansia, orang dengan imunokompromais atau gangguan imunitas, serta orang dengan komorbid atau penyakit penyerta, berisiko mengalami gejala yang lebih berat.
Penularan kepada manusia terjadi melalui kontak langsung dengan hewan ataupun manusia yang terinfeksi, atau melalui benda yang terinfeksi oleh virus tersebut. Virus Mpox dapat menyebar dari hewan ke manusia melalui gigitan atau cakaran hewan yang terinfeksi, ketika menangani atau memproses hewan buruan, atau melalui penggunaan produk yang terbuat dari hewan yang terinfeksi. Cara masuknya virus ke dalam tubuh melalui kulit yang luka atau terbuka, saluran pernafasan, atau selaput lendir (mata, hidung, atau mulut). Penularan melalui droplet biasanya membutuhkan kontak erat yang lama, sehingga anggota keluarga yang tinggal serumah atau kontak erat dengan kasus berisiko lebih besar untuk tertular. Ruam, cairan tubuh (seperti cairan, nanah atau darah dari lesi kulit) dan koreng sangat menular. Pakaian, tempat tidur, handuk atau peralatan makan/piring yang telah terkontaminasi virus dari orang yang terinfeksi juga dapat menulari orang lain.
Mpox dapat menyebar melalui kontak langsung kulit ke kulit atau membran mukosa termasuk saat berhubungan seks baik saat berciuman, seks oral, atau penetrasi dengan seseorang yang memiliki gejala. Oleh karena itu, orang yang berinteraksi termasuk pasangan seksual juga memiliki risiko lebih besar untuk terinfeksi. Meskipun penularan melalui aktivitas seksual penularan Mpox masih belum diketahui dengan baik sebelum wabah 2022, deteksi virus dalam air mani dan swab rektal dari pasien dan penularan melalui kontak seksual telah membuktikan bahwa Mpox dapat ditularkan melalui aktivitas seksual. Penularan juga dapat terjadi melalui plasenta dari ibu ke janin (yang dapat menyebabkan Mpox bawaan) atau kontak erat selama dan setelah kelahiran.
Penting untuk diingat bahwa Mpox adalah penyakit zoonosis. Untuk pencegahan, sebaiknya menghindari kontak langsung atau provokasi hewan penular Mpox yang diduga terinfeksi Mpox seperti hewan pengerat, marsupial, primata non-manusia. Serta, dapat menghindari mengkonsumsi daging yang diburu dari hewan liar dan membiasakan diri mengonsumsi daging yang sudah dimasak dengan benar. Pelaku perjalanan yang baru kembali dari wilayah terjangkit harus segera memeriksakan dirinya jika mengalami gejala dan menginformasikan riwayat perjalanannya, terutama para pelaku perjalanan endemis, agar mengurangi risiko penularan dari hewan ke manusia.
Untuk mencegah penularan dari manusia ke manusia dapat dilakukan dengan cara menghindari kontak fisik dengan pasien terduga Mpox. Serta dengan menghindari penggunaan barang secara bersama, seperti handuk, pakaian, alat mandi, atau pun perlengkapan tidur. CDC menyarankan mempertimbangkan aktivitas seksual dengan pemakaian kondom untuk melindungi organ genital dari paparan cairan yang mengandung virus Mpox. Namun, kondom tidak bisa mencegah paparan virus Mpox dari ruam tubuh yang ada di bagian tubuh selain di alat genital.
Sumber :
• Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Mpox (Monkeypox) 2023
Penulis: dr. Ni Putu Arin Armini, S. Ked
Komentar