nusabali

Giri Prasta Kritik Program Rp 1 Miliar per Banjar Adat, Suyasa Contohkan Program Koster

  • www.nusabali.com-giri-prasta-kritik-program-rp-1-miliar-per-banjar-adat-suyasa-contohkan-program-koster

MANGUPURA, NusaBali.com - Suhu politik di Badung jelang Pilkada 2024 mulai panas. Rival politik mulai jual beli kritik seperti Bupati Badung I Nyoman Giri Prasta yang mengomentari program 'Rp 1 miliar per banjar adat' bakal pasangan calon (paslon) I Wayan Suyasa-I Putu Alit Yandinata (Suya-Dinata).

Meski berkompetisi di level berbeda yakni Giri Prasta mendampingi Wayan Koster di Pilgub Bali dan Suya-Dinata di Pilbup Badung, tidak menutup ruang debat antara Giri dan Suyasa. Di mana, Giri sendiri juga membekingi rival Suya-Dinata yakni I Wayan Adi Arnawa-Bagus Alit Sucipta (Adi-Cipta).

Program hibah 'Rp 1 miliar per banjar adat' per tahun menjadi sasaran kritik Giri, Senin (2/9/2024) di sela pelantikan Penjabat Sekretaris Daerah Kabupaten Badung. Menurutnya, program hibah ini kurang masuk akal.

"Saya lihat di media, kalau paslon yang lain itu terpilih nanti akan diberikan hibah ke banjar setiap tahun itu Rp 1 miliar per banjar. Memangnya hibah boleh berturut-turut? Malajah nak malu (belajar dululah)," kata Giri bernada sinis.

Pernyataan Giri ini jelas beralamat ke bakal paslon Suya-Dinata. Dari dua bakal paslon di Badung, Suya-Dinata lah yang keluar dengan program 'Rp 1 miliar per banjar adat' ini.

Selasa (3/9/2024), Suya-Dinata merespons kritikan Giri dengan menggelar jumpa pers di Abiansemal, Badung. Suyasa menyanggah pernyataan Giri dengan membandingkan programnya dengan program sejenis di era Gubernur Koster.

Suyasa mencatat ada dua poin yang perlu diluruskan, pertama terkait program hibah ini. Kedua soal pernyataan lain Giri yang mengatakan bahwa apakah nanti DPRD Badung bakal menyetujui program Suya-Dinata itu jika mereka berhasil terpilih dan mengajukan program hibah ini ke kamar legislatif.

"Secara yuridis, hibah terus menerus kepada desa dan banjar adat dibolehkan sepanjang ada regulasi yang memberikan landasan hukum," ungkap Suyasa menyanggah pernyataan Giri, pasangan tandem Wayan Koster di Pilgub Bali itu.

Suyasa mengutip Permendagri Nomor 99 Tahun 2019 tentang Perubahan Kelima atas Permendagri Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang Bersumber dari APBD. Ia menegaskan pemberian hibah bersifat tidak wajib, tidak mengikat dan tidak terus menerus setiap tahun anggaran, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan.

Kemudian, Suyasa juga mengutip Perbup Badung Nomor 8 Tahun 2022 tentang Tata Cara Penganggaran, Pelaksanaan dan Penatausahaan, Pertanggungjawaban dan Pelaporan, serta Monitoring dan Evaluasi Hibah dan Bantuan Sosial. Perbup ini ditandatangani Bupati Badung I Nyoman Giri Prasta.

Kata Suyasa, pada Pasal 3 ayat 3 huruf c berbunyi senada dengan Permendagri Nomor 99 Tahun 2019. Pemberian hibah bersifat tidak terus menerus setiap tahun anggaran, kecuali kepada tujuh lembaga/badan yang tertera dan ditetukan lain oleh peraturan perundang-undangan.

"Perbup Nomor 8 Tahun 2022 yang ditandatangani Bupati Badung telah membantah pernyataan beliau sendiri," tegas Suyasa sembari didampingi pasangan tandemnya, Alit Yandinata.

Di samping itu, Suyasa mengungkap hibah kepada desa adat secara terus menerus bukan praktik baru. Gubernur Bali melalui Pergub Nomor 2 Tahun 2023 yang ditandatangani Wayan Koster melakukan pemberian hibah ke desa adat dari APBD secara terus menerus setiap tahun anggaran sesuai bunyi Pasal 9 ayat 2.

"Kalau kami diberi mandat sebagai Bupati dan Wakil Bupati Badung maka kami akan mengubah Perbup Nomor 8 Tahun 2022 dan memasukkan unsur desa dan banjar adat sebagai penerima hibah terus menerus atau masuk nomenklatur ke-8 dari tujuh lembaga yang sudah ada," tegas Suyasa.

Sementara itu, soal nanti tidak disetujui DPRD menurut Suyasa, hal itu bakal menjadi kontraproduktif atas upaya meringankan beban masyarakat dalam urusan agama, adat, dan budaya. Padahal, meringankan beban warga adat di Badung melalui hibah juga dilakukan Bupati Giri Prasta.

Dengan hanya 15 kursi dari total 45 kursi di DPRD Badung, koalisi Golkar-Gerindra yang mengusung Suya-Dinata memang bakal sukar menggolkan kebijakan dengan persetujuan dewan. Namun, Suyasa menjelaskan bahwa Perbup bukanlah Perda yang memerlukan persetujuan legislatif.

Kata Suyasa, ekslusivitas Perbup ini tertuang dalam Permendagri Nomor 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah. Pasal 19 ayat 1 berbunyi, perencanaan penyusunan perkada dan peraturan DPRD merupakan kewenangan dan disesuaikan dengan kebutuhan lembaga, komisi, atau instansi masing-masing.

"Dengan penegasan ini, Perbup tidak memerlukan persetujuan DPRD karena sebagaimana halnya Peraturan DPRD tidak memerlukan persetujuan Bupati. Bahwa dalam Perda APBD perlu persetujuan dewan, kami sepakat. Namun, karena landasan Perbup dan peruntukannya amat jelas tentulah jika DPRD memperjuangkan aspirasi masyarakat Badung tidak akan menghambat program ini," beber Suyasa.

Meski berseberangan pendapat, Suyasa mengapresiasi Giri yang telah memberikan masukan melalui kritik ini. Sebagai figur Bupati Badung, Suyasa mengaku menghormatinya sama seperti tokoh-tokoh Badung lainnya. Ia bahkan menyebut Giri tokoh yang kharismatik. *rat

Komentar