2 Warga Buleleng Diduga Jadi Korban TPPO
Keluarga Hilang Kontak Sejak Berangkat ke Thailand 5 Agustus
Hilang Kontak
Korban TPPO
Bandara Internasional
I Gusti Ngurah Rai Badung
Presiden Joko Widodo
Polres Buleleng
Pada tanggal 5 Agustus sekitar pukul 02.30 Wita, kedua korban berangkat dari Buleleng menuju Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai Badung
SINGARAJA, NusaBali
Dua orang warga Kabupaten Buleleng bernama Kadek Agus Ariawan,37, dan Nengah Sunaria,35, diduga menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Keduanya dijanjikan bekerja di Thailand, namun hingga kini keberadaan mereka tak diketahui. Diduga, keduanya dipekerjakan sebagai admin judi online atau operator penipuan.
Informasi yang dihimpun, kedua korban awalnya ditawari bekerja di sebuah restoran di Thailand oleh seseorang berinisial Komang B,37, yang merupakan teman korban Ariawan. Saat itu Komang B mengaku sudah lebih dulu bekerja di Thailand. Tawaran itu pun disampaikan melalui video call. Kedua korban diiming-imingi bekerja dengan gaji 800 dolar per bulan.
Pada akhir Juli 2024, Komang B pulang ke Buleleng dan kembali meyakinkan kedua korban. Bahkan, Komang B melakukan komunikasi langsung dengan mendatangi rumah Ariawan di Kelurahan Liligundi dan rumah Sunaria di Desa Jinengdalem di Kecamatan Buleleng. Kedua korban dijanjikan akan bekerja dengan visa kerja setelah sebulan menggunakan visa liburan.
Singkatnya kedua korban akhirnya tergiur tawaran itu. Masing-masing korban kemudian membayar sebesar Rp 7,5 juta kepada Komang B sebagai biaya pemberangkatan dan uang saku pada akhir Juli 2024. Pada tanggal 5 Agustus sekitar pukul 02.30 Wita, kedua korban berangkat dari Buleleng menuju Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai di Tuban, Kuta, Badung.
Saat itu korban Ariawan masih sempat mengabari kakaknya, Ketut Alit Suryawan melalui video call mengenai jadwal keberangkatan pesawat. Ariawan menyebut berangkat ke Jakarta pada pukul 14.00 Wita. Setibanya di Jakarta, ia bercerita ke kakaknya jika dikumpulkan bersama 10 orang yang juga akan diberangkatkan ke Thailand dengan transit di Kuala Lumpur, Malaysia.
Korban dan rombongannya tiba di Kuala Lumpur, Malaysia pada 6 Agustus 2024. Kakak korban Ariawan, Alit menyebut saat itulah ia terakhir berkomunikasi dengan adiknya. “Adik saya menginap di sebuah hotel bersama sekitar 10 orang sambil menunggu keberangkatan ke Thailand,” katanya ditemui, Selasa (3/9) di Buleleng.
Pada 9 Agustus 2024, korban Ariawan berkirim pesan ke kakaknya yang isinya menyampaikan jika ia sudah berada di Thailand dan sudah bekerja dengan status training selama satu bulan. Namun korban tidak menyebutkan jelas pekerjaan apa yang ia dapat di sana. Korban juga bercerita jika ponselnya disita selama bekerja. Setelah pesan WhatsApp itu, komunikasi dengan korban terputus. Esoknya, Alit berinisiatif bertanya kepada Komang B mengenai kondisi dan alamat korban atau adiknya selama di Thailand. Ia juga meminta alamat dan nama perusahaan penyalur.
Foto: Salah satu korban dugaan TPPO, Kadek Agus Ariawan. -IST
Namun Komang B mengaku tidak mengetahui posisi korban Ariawan dan temannya di Thailand. Komang B juga tidak bertanggung jawab atas keduanya. Belakangan, Alit mendapatkan informasi dari seseorang di Jakarta yang kerabatnya ikut menjadi korban dugaan TPPO bersama adiknya. Ia juga menerima sebuah video yang menampakkan kondisi sejumlah korban ditempatkan di sebuah mess yang sempit. “Tanggal 25 Agustus saya mendapat informasi ini dan dari keluarga teman adik yang juga jadi korban,” ujarnya.
Dalam video berdurasi sekitar 2 menit itu disebutkan jika para korban kerap mendapat siksaan disetrum hingga disekap di ruang tanpa cahaya jika tak memenuhi target saat bekerja. Mereka mengaku diminta bekerja selama 15 jam per hari. Disebutkan oleh salah satu korban jika posisi mereka berada di sebuah wilayah di Myanmar. Mereka pun memohon bantuan kepada Presiden Joko Widodo dan Presiden terpilih Prabowo Subianto untuk dipulangkan.
Kondisi itu membuat keluarga korban semakin khawatir. Apalagi korban tidak bisa dihubungi sama sekali sejak 10 Juli. Akhirnya pada Selasa kemarin Alit memutuskan melaporkan Komang B atas dugaan TPPO ke Polres Buleleng. “Kami berharap adik saya bisa dipulangkan dan kasus ini bisa diusut oleh pihak kepolisian,” ujarnya ditemui usai melapor.
Saat melapor ke Polres Buleleng kemarin, kakak korban, Alit didampingi oleh Anggota DPRD Provinsi Bali dari Dapil Buleleng, Gede Harja Astawa. Harja mengaku menyiapkan tim penasihat hukum khusus untuk mengawal kasus ini. “Kapasitas kami sebagai wakil rakyat mendampingi warga yang keluarganya terindikasi menjadi korban TPPO,” kata dia.
Menurut informasi yang ia terima, salah satu keluarga korban bahkan sempat diperas jika ingin korban dipulangkan. “Ada indikasi pemerasan dari pihak-pihak lain dalam jaringan ini yang meminta agar keluarga menyetor sampai Rp 500 juta. Selain itu, kemungkinan korbannya sekitar 30 orang, dan tidak hanya dari Bali saja,” ucap Harja.
Harja yang merupakan anggota DPRD dari Fraksi Partai Gerindra ini mengaku tergerak untuk ikut mendampingi korban menempuh keadilan. Terlebih jika disebutkan para korban memohon bantuan kepada Presiden terpilih Prabowo Subianto. “Saya berharap aparat kepolisian cepat bergerak. Apalagi kasus ini diduga melibatkan jaringan internasional,” katanya.
Sementara itu, penasihat hukum keluarga korban, Kadek Putu Sugiarta menyebutkan dalam laporan kepolisian pihaknya mengarahkan ke dugaan pelanggaran Pasal 1 UU Nomor 21 Tahun 2007 mengenai TPPO. “Dalam laporan tadi, kami sudah membawa beberapa alat bukti seperti percakapan korban dengan terlapor, bukti pembayaran, dan foto-foto serta video kondisi korban,” katanya singkat. 7 mzk
1
Komentar