Kepulauan Nusa Penida, Telur Emasnya Pulau Bali
Menuju 100 Persen Energi Terbarukan
Nusa Penida dipilih sebagai pulau dengan 100 persen energi terbarukan, yakni ketersediaan potensi energi terbarukan yang melimpah, letak geografis terpisah dengan Bali daratan, dan potensi ekonomi dari pengembangan pariwisata hijau (green tourism).
DENPASAR, NusaBali
Kepulauan Kecamatan Nusa Penida, Klungkung, kerap digadang-gadang menjadi telur emasnya Pulau Bali. Bukan hanya soal pengembangan pariwisata, Nusa Penida jadi harapan Pulau Dewata mewujudkan Bali Net-Zero Emission (NZE) 2045. Sejalan filosofi Tri Hita Karana, hidup harmoni dengan alam, Nusa Penida akan mengejar target menjadi pulau 100 persen energi terbarukan di tahun 2030.
Pulau yang dikenal dengan panorama lautnya saat ini masih mengandalkan Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) sebagai pemasok utama listriknya. Namun, dengan segala potensi yang dimiliki, Nusa Penida akan menjadi proyek percontohan NZE.
Penandatanganan nota kesepahaman (MoU) antara berbagai pihak terkait pun telah dilakukan pada Kamis (5/9) di Jakarta, sebagai bentuk sinergi dan dukungan.
Sedikitnya tiga alasan pokok yang menjadikan Nusa Penida dipilih sebagai pulau dengan 100 persen energi terbarukan, yakni ketersediaan potensi energi terbarukan yang melimpah, letak geografis terpisah dengan Bali daratan, dan potensi ekonomi dari pengembangan pariwisata hijau (green tourism).
Berdasarkan analisis Institute for Essential Services Reform (IESR) dan Center of Excellence Community Based Renewable Energy (CORE) Universitas Udayana, potensi energi terbarukan di Nusa Penida mencapai lebih dari 3.219 megawatt (MW), terdiri atas 3.200 MW PLTS ground-mounted atau terpasang di tanah, 11 MW PLTS atap, 8 MW biomassa, belum termasuk potensi energi angin, arus laut, dan biodiesel.
“Penandatanganan MoU ini menandai adanya komitmen para pemangku kepentingan utama energi terbarukan di Indonesia untuk mendorong investasi serta mobilisasi dukungan sumber daya untuk pemanfaatan 100 persen energi terbarukan untuk menjadi Nusa Penida, pulau ikonis energi terbarukan,” ujar Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa dalam keterangannya.
Menurut Fabby, pemanfaatan energi terbarukan yang melimpah akan meningkatkan daya tarik Nusa Penida sebagai tujuan wisata utama. Hal ini berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat dan melestarikan lingkungan alam Bali.
Dalam Peta Jalan Nusa Penida 100 Persen Energi Terbarukan yang disusun IESR, terdapat beberapa rekomendasi fase implementasi inisiatif. Antara lain, dengan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dan penurunan operasional PLTD, penguatan jaringan dan manajemen sistem, dan pembangunan PLTBm (Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa), serta energi terbarukan lain ditambah dengan sistem penyimpanan energi untuk sepenuhnya menggantikan PLTD.
“Dalam waktu enam tahun mendatang sistem kelistrikan di Nusa Penida harus mulai menambah kapasitas energi terbarukan untuk memenuhi peningkatan permintaan listrik sebelum akhirnya mengganti PLTD sepenuhnya dengan energi terbarukan. Untuk itu, sebelum 2030 harus dibangun PLTS ground mounted, PLTS atap, PLT Angin, PLT biomassa, sistem penyimpanan energi, dan penguatan grid, dengan kebutuhan investasi mencapai USD 100 juta. Kebutuhan pendanaan dan skala pembangunan energi terbarukan di Pulau Nusa Penida hanya bisa terjadi kalau terjadi kemitraan antara PLN, PT Indonesia Power, dan para pelaku usaha yang berinvestasi di pembangkit energi terbarukan,” kata Fabby.
Senior Manager Komunikasi dan Umum PT PLN (Persero) Unit Induk Distribusi (UID) Bali Hamidi Hamid mengungkapkan, rencana pembangunan energi berbasis EBET (Energi Baru dan Energi Terbarukan) di Nusa Penida antara lain dengan penambahan PLTS dan Battery Energy Storage System (BESS) yang berkapasitas 4,5 mega watt (MW) di tahun 2025.
“Di tahun berikutnya yakni di 2026, akan ada juga pembangunan PLTS plus BESS sebesar 10 MW dan bantuan hibah PLTS juga BESS sebesar 3,5 MW,” katanya.
Dia mengatakan untuk rencana jangka panjang PLN memiliki rencana untuk menghubungkan sistem tiga nusa yakni Nusa Penida, Nusa Lembongan dan Nusa Ceningan dengan mengembangkan sistem Nusa Penida yang terkoneksi melalui kabel laut 20 kV dengan kapasitas sebesar 2x20 MW pada tahun 2029.
“Kebutuhan daya di Nusa Penida terus naik. Untuk melayani 21.238 pelanggan yang kebutuhan listriknya pada beban puncak mencapai 12,26 MW, PLN menyediakan pembangkit berkapasitas 14,45 MW, dengan cadangan daya mencapai 15,2 persen,” imbuh Hamidi.
Semua rencana tersebut sejalan dengan upaya PLN dalam mengakselerasi transisi energi dari energi fosil menjadi energi baru terbarukan serta sesuai dengan visi pemerintah dalam membangun ekosistem green tourism di Bali.
Sebelumnya, di Nusa Penida telah dibangun PLTS + BESS yang berkapasitas 3,5 MW di lahan seluas 4,5 hektar. Pembangkit ini telah beroperasi pada Oktober 2022 untuk mendukung Konferensi tingkat Tinggi G20 lalu. Hingga saat ini, PLTS hybrid itu konsisten memasok energi bersih bagi pulau tersebut dan mampu menurunkan emisi hingga 4,19 ribu ton CO2e per tahun di Pulau Bali.
Sementara itu, Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan ESDM Provinsi Bali Ida Bagus Setiawan, menyampaikan bahwa Pemerintah Provinsi Bali telah mengeluarkan sejumlah kebijakan terkait energi, di antaranya Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 9 Tahun 2020 tentang Rencana Umum Energi Daerah Provinsi Bali Tahun 2020-2050, Peraturan Gubernur Bali Nomor 45 Tahun 2019 tentang Bali Energi Bersih, serta Peraturan Gubernur Bali Nomor 48 Tahun 2019 tentang Penggunaan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai.
Setiawan mengatakan bahwa energi terbarukan saat ini belum bisa menjadi tulang punggung atau backbone, sehingga transisinya ke energi bersih dilakukan dengan mengoptimalkan penggunaan gas atau dialihkan ke listrik.
"Di hulu, kita menggunakan pembangkit yang bersumber dari energi bersih. Di hilir, kita mencoba mentransformasi transportasi menuju yang ramah lingkungan. Kepeloporan pemerintah sangat diperlukan agar apa yang dicanangkan dapat berjalan dengan baik. Dengan demikian, kita dapat menghimbau masyarakat," terangnya.
Setiawan menambahkan bahwa transisi energi tidak bisa hanya dilakukan pada satu sektor dalam menggerakkan ekosistem. Tentu harus ada komitmen dan sinergitas antara pemerintah pusat dan daerah. "Harus ada sinergi yang nyata dan disiapkan roadmap yang jelas agar tahapan-tahapan tersebut dapat dilaksanakan, sehingga Bali Zero Net Emission 2045 bisa tercapai," tutupnya.7a
1
Komentar