nusabali

Desa Adat Kapal Gelar Karya Ngenteg Linggih, Ngusabha Desa dan Mapahayu Nini

  • www.nusabali.com-desa-adat-kapal-gelar-karya-ngenteg-linggih-ngusabha-desa-dan-mapahayu-nini

MANGUPURA, NusaBali - Desa Adat Kapal, Kecamatan Mengwi, Badung kembali menggelar karya pujawali agung di Pura Desa lan Puseh setelah terakhir digelar tahun 1993 silam.

Pujawali agung itu adalah Karya Ngenteg Linggih, Ngusabha Desa lan Mapahayu Nini. Rangkaian karyanya sudah dimulai Anggara Umanis Wayang, Selasa (18/6) dengan prosesi matur piuning, nunasica, ngruwak, pawintenan panitia, dan pawintenan gana.

Bendesa Adat Kapal I Ketut Sudarsana, menuturkan karya ini berdasarkan petunjuk sastra paling cepat digelar 20 tahun sampai 50 tahun sekali. Karya di tahun 2024 Masehi/1946 Saka ini berselang 31 tahun dari karya sebelumnya yakni 1993 Masehi/1915 Saka.

“Puncak karyanya akan digelar nanti Anggara Umanis Kuningan, 1 Oktober 2024 dan Ida Bhataranyejer selama 11 hari,” ujar Sudarsana ketika ditemui di balai gong Pura Desa lan Puseh Desa Adat Kapal, Jalan Raya Kapal, Minggu (8/9).

Sejak rangkaian karya dimulai Juni lalu, berbagai kegiatan dan persiapan telah dilaksanakan krama Desa Adat Kapal. Misalnya, pada Minggu siang kemarin berbagai piranti upacara, bangunan non permanen penunjang ritual, dan kelengkapan lainnya telah berdiri di areal pura.

Pasca upacara Ida Bhatara Munggah ring Katil, Buda Wage Wariga, Rabu (4/9) lalu, belum ada aktivitas berarti di lingkungan Pura. Rangkaian upacara selanjutnya dimulai, Buda Umanis Julungwangi, Rabu (11/9) dengan nunas tirta di Pura Kahyangan Tiga, Kahyangan Jagat se-Desa Adat Kapal, Padma Bhuwana, ritual nyengker setra, dan nunas tirta pamuket.

Sudarsana menegaskan, karya ini tidak melulu praktik ritual. Krama adat juga mayasakirthi dengan menjaga lingkungan Desa Adat Kapal tetap aman, tentram, dan damai selama rangkaian karya. Krama diminta mencegah perilaku yang tidak perlu, yang menimbulkan inkondusivitas (mulat sarira).

“Upacara yang dilaksanakan itu mesti bersifat satwika karya/yadnya (berkualitas). Jangan sampai kita terjerembab dalam perilaku yang menyebabkan karya itu menjadi rajasika (angkuh) dan tamasika (bodoh),” imbuh Sudarsana yang juga penekun lontar ini.

Karya ini dilaksanakan untuk kepentingan Bhuana Agung dan Bhuana Alit Desa Adat Kapal. Bagaimana agar lingkungan desa adat itu tentram dan tidak tergoyahkan, sedangkan manusianya bisa bersatu padu. Di samping itu, juga bagian dari upaya menjaga warisan leluhur yang sudah berusia sekitar tujuh abad. Sudarsana lebih lanjut menjelaskan, karya ini terdiri dari dua bagian yaitu Ngenteg Linggih untuk Pura Desa lan Puseh Desa Adat Kapal dan Ngusabha Desa lan Mapahayu Nini untuk pura-pura se-Desa Adat Kapal. Bahkan, termasuk Ida Bhatara Guru yang ada di sanggah marajan rumah-rumah warga.

Desa adat yang sudah ada sejak abad ke-8 Masehi dengan sebutan Jong Karem ini memiliki 148 Pura. Ini termasuk Pura Kahyangan, Pura Dadia, Pura Paibon, Pura Panti, dan lain-lain yang tersebar di 18 banjar adat se-Desa Adat Kapal. Pura Desa lan Puseh di desa adat setempat diperkirakan berdiri pada abad ke-14 Masehi atau tahun 1300-an. “Oleh karena itu, karya agung yang bersifat padgata kala atau sewaktu-waktu tahun ini kira-kira sudah yang ke-18 kali dengan asumsi dalam satu abad itu dilaksanakan tiga kali karya seperti ini,” beber Sudarsana.

Tokoh adat asal Banjar Adat Basang Tamiang, ini mengaku sudah sempat menjadi panitia pada karya agung 31 tahun silam. Kala tahun 1993 itu, Sudarsana masih di posisi prajuru adat, sedangkan saat ini sudah jadi Kelian Desa Adat atau disebut pula Bendesa.

Sementara itu, karya Ngenteg Linggih, Ngusabha Desa lan Mapahayu Nini yang berakhir Anggara Pon Merakih, Selasa (12/11) ini diperkirakan menghabiskan dana sebesar Rp 4 miliar. Sumber dananya dari urunan krama sebesar Rp 500.000 per kepala keluarga, ada juga dana punia, dan hibah Pemkab Badung. 7 ol1

Komentar