Gempa Sasih Katiga, Ada Potensi Kekeringan
MANGUPURA, NusaBali.com - Gempa bumi berkekuatan magnitudo 4,9 mengguncang Pulau Dewata, Sabtu (7/9/2024). Gempa berepisentrum di Desa Sidan, Gianyar ini terjadi pada Sasih Katiga menurut sistem penanggalan Bali. Apa maknanya menurut petunjuk sastra?
Gempa bumi sukar diprediksi kapan pastinya peristiwa termasuk bencana alam ini terjadi, bahkan oleh teknologi modern. Namun, sastra memberikan petunjuk tentang sifat dan makna gempa ketika terjadi pada suatu masa tertentu.
Masyarakat Bali menyebut gempa bumi sebagai linuh. Dalam sastra, linuh juga disebut lindu seperti tertuang pada Lontar Tetenger Lindu yang dikutip Kelihan Desa Adat Kapal yang juga penekun lontar, I Ketut Sudarsana.
"Sasih Katiga adalah masa beryoganya Bhatara Guru, gempa pada sasih ini berpotensi akan terjadi musim kekeringan," tutur Sudarsana ketika ditemui di Pura Desa lan Puseh Desa Adat Kapal, Mengwi, Badung, Minggu (8/9/2024).
Linuh Sasih Katiga, Sabtu lalu terjadi pada Pananggal IV atau hari keempat bulan ketiga Kalender Bali. Masih awal di linimasa Sasih Katiga. Perlu dicatat, sastra boleh mengeneralisir tapi alamlah yang menentukan.
Sudarsana menuturkan, gempa bumi tidak melulu pertanda buruk. Selalu ada sifat baik buruk yang dibawanya. Ketika gempa membawa pertanda buruk, ada ritual yang bisa menetralisirnya.
Kata Sudarsana, pasca terjadi gempa bumi di Bali, selalu ada ritual pacaruan linuh. Pacaruan ini dilaksanakan di setiap rumah tangga warga Hindu. Di Kabupaten Badung, biasanya dikoordinir melalui turunnya surat Dinas Kebudayaan ke desa adat.
"Biasanya setelah ada linuh, desa adat menggelar pacaruan di setiap lebuh (pintu masuk rumah) krama," imbuh Sudarsana. *rat
Masyarakat Bali menyebut gempa bumi sebagai linuh. Dalam sastra, linuh juga disebut lindu seperti tertuang pada Lontar Tetenger Lindu yang dikutip Kelihan Desa Adat Kapal yang juga penekun lontar, I Ketut Sudarsana.
"Sasih Katiga adalah masa beryoganya Bhatara Guru, gempa pada sasih ini berpotensi akan terjadi musim kekeringan," tutur Sudarsana ketika ditemui di Pura Desa lan Puseh Desa Adat Kapal, Mengwi, Badung, Minggu (8/9/2024).
Linuh Sasih Katiga, Sabtu lalu terjadi pada Pananggal IV atau hari keempat bulan ketiga Kalender Bali. Masih awal di linimasa Sasih Katiga. Perlu dicatat, sastra boleh mengeneralisir tapi alamlah yang menentukan.
Sudarsana menuturkan, gempa bumi tidak melulu pertanda buruk. Selalu ada sifat baik buruk yang dibawanya. Ketika gempa membawa pertanda buruk, ada ritual yang bisa menetralisirnya.
Kata Sudarsana, pasca terjadi gempa bumi di Bali, selalu ada ritual pacaruan linuh. Pacaruan ini dilaksanakan di setiap rumah tangga warga Hindu. Di Kabupaten Badung, biasanya dikoordinir melalui turunnya surat Dinas Kebudayaan ke desa adat.
"Biasanya setelah ada linuh, desa adat menggelar pacaruan di setiap lebuh (pintu masuk rumah) krama," imbuh Sudarsana. *rat
1
Komentar