Keluarga Pasrah, Berharap Permasalahan Segera Selesai
MANGUPURA, NusaBali - Kasus I Nyoman Sukena,38, yang diadili karena memelihara Landak Jawa (Hystrix Javanica) menjadi perhatian masyarakat luas saat ini.
Ketidaktahuan Sukena bahwa hewan tersebut merupakan satwa langka yang dilindungi justru membawanya ke kursi pesakitan Pengadilan Negeri (PN) Denpasar. Keluarganya sangat syok melihat Sukena harus berurusan dengan hukum hanya karena memelihara landak, namun hanya bisa pasrah dan berharap kasus ini segera selesai.
NusaBali menemui keluarga Sukena di Banjar Karang Dalem II, Desa Bongkasa Pertiwi, Kecamatan Abiansemal, Badung, Selasa (10/9) sore sekitar pukul 16.00 Wita. Kala itu, suasana rumah tampak sepi. Ada empat kepala keluarga (KK) yang tinggal dalam satu pekarangan rumah tersebut, namun yang tampak hanya orangtua Sukena yang sudah lansia, I Made Klemeng dan Ni Nyoman Mujung, seorang ipar mereka, serta satu orang cucu yang merupakan keponakan Sukena.
“Ampura, ledangang (Maaf, mohon dimaklumi). Keadaan kami di sini, saya tidak tahu apa-apa, juga tidak sekolah. Jadi saya mohon maaf sekali tidak tahu apa-apa mengenai apa yang terjadi dengan anak saya,” ucap Klemeng saat ditanya mengenai kasus yang menimpa anaknya. Tak bisa dipungkiri, ada gurat kesedihan dari pancaran matanya.
Klemeng tak menyangka, hanya karena memelihara landak yang belakangan baru diketahui merupakan satwa liar yang dilindungi, anaknya harus berhadapan kasus hukum. Klemeng menceritakan, awalnya Sukena mendapat landak tersebut dari mertuanya yang hidup mondok (pondok) di abian (ladang). Lantaran sang mertua sudah meninggal dunia, Sukena lantas berniat untuk melanjutkan memelihara landak tersebut yang masih kecil-kecil.
Namun naas. Entah apa yang terjadi, tiba-tiba Sukena harus dihadapkan dengan kasus hukum pada Maret 2024 lalu. Awalnya, Klemeng mengira dengan diambilnya empat ekor landak Jawa tersebut dan anaknya menjalani wajib lapor, permasalahan sudah beres. Namun ternyata sebulan lalu pada pertengahan Agustus 2024, anaknya lanjut ditahan. Ini yang membuat keluarga besarnya syok dan menangis.
“Waktu akan diambil (ditangkap, red), tidak ada siapa-siapa di rumah. Tiba-tiba dia (Sukena) bilang ada panggilan. Dia berangkat sendiri, bawa tas. Cuma bilang mau ke Mengwi. Tapi sampai malam kok tidak pulang. Setelah itu, dapat informasi kalau anak saya ditahan. Kami sekeluarga nangis. Keluarga di Sulawesi juga menangis. Setiap hari saya kepikiran anak saya,” tutur Klemeng, gusar. Mereka benar-benar tidak tahu jika hewan tersebut merupakan satwa yang dilindungi. Pasalnya, tidak ada niat menjual, apalagi menyiksa landak Jawa tersebut. Sukena memeliharanya dengan baik.
Dalam beberapa tahun setelah dipelihara di rumahnya, landak tersebut beranak pinak. Dari yang semula dua ekor, kini menjadi empat ekor. Pernah juga landak tersebut dilepaskan. Namun keesokan harinya, landak-landak itu kembali ke rumah dengan sendirinya. “Kalau landak di sini banyak. Kebanyakan keluarnya di areal jurang, pada malam hari. Landak di sini banyak yang merusak tanaman. Jadi, kami juga pernah melepas mereka dari kandang, tapi besok paginya balik lagi ke rumah,” katanya.
Selain dipelihara dengan baik, landak-landak tersebut konon juga pernah dipakai sebagai pelengkap upacara saat karya besar seperti Ngusabha Desa di desanya. “Jadi pernah dua kali landak-landak ini ngayah di pura, sebagai pelengkap upacara saat karya ageng seperti Ngusabha Desa Ngusaba Nini,” sebut Klemeng. Terhadap permasalahan hukum yang membelit anaknya, Klemeng dan keluarga hanya bisa pasrah. Dirinya hanya berharap permasalahan ini cepat selesai dan anaknya bisa berkumpul lagi dengan keluarga.
“Saya tahu sekali anak-anak saya tidak pernah bikin masalah dengan siapapun. Tapi tiba-tiba ada masalah seperti ini. Kami pun sebelumnya tidak punya pengalaman berhadapan dengan hukum. Jadi kami hanya berharap permasalahan ini cepat selesai,” pintanya sembari mengatakan untuk sementara, anak dan istri Sukena akan dirawat bersama oleh keluarga besar di pekarangan rumah tersebut.
Sementara Perbekel Bongkasa Pertiwi, Nyoman Buda meminta Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bali untuk turun ke desa guna menyosialisasikan satwa dilindungi kepada masyarakat, menyusul buntut kasus yang menyeret warganya Nyoman Sukena karena memelihara landak Jawa.
"Masyarakat tidak tahu mana Landak Jawa atau Bali. Tolong BKSDA dan lainnya, kalau memang ada satwa yang dilindungi, jangan hanya sosialisasi terbatas lewat pameran yang digelar di kota, minimal kan ke desa, tinggal surati perangkat desa, kami siap sampaikan sosialisasi," katanya, Selasa kemarin.
Menurut penuturan Nyoman Buda, Sukena maupun warga lainnya di Desa Bongkasa Pertiwi, Kecamatan Abiansemal, Badung rata-rata tidak mengetahui bahwa landak dengan jenis tertentu adalah satwa dilindungi. Dia mengatakan kondisi geografis Desa Bongkasa Pertiwi yang memiliki banyak ladang dan jurang, menjadi tempat berkembangnya beberapa jenis binatang, seperti trenggiling, landak dan binatang liar lainnya.
Sepengetahuan warga desa, landak di desa itu adalah hama. Tumbuhan, umbi-umbian yang ditanam masyarakat dimakan oleh binatang berbulu tajam itu. Meski demikian, warganya tidak menyakiti binatang tersebut, melainkan hanya diusir. Namun, kata Nyoman Buda, Sukena yang memiliki kecintaan terhadap binatang, menyelamatkan dua anak landak yang ditinggal induknya di ladang, lalu dipelihara dengan telaten sampai gemuk dan berkembang biak.
Hingga akhirnya, Polisi menangkap Sukena berdasarkan adanya laporan dari warga yang tidak diketahui identitasnya. Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSD) Provinsi Bali juga langsung mengamankan empat ekor Landak Jawa yang dipelihara Sukena. Pihak desa pun tidak tinggal diam melihat warganya yang tersandung proses hukum, hanya karena tidak mengetahui bahwa hewan yang dipeliharanya berstatus dilindungi.
Akhirnya, Nyoman Buda sebagai Prebekel menghubungi Penasihat Hukum Ni Putu Nathalia Dewi, Ni Made Anggreaningsih, serta I Gede Wahyu Nanda Pratama agar membantu mendampingi Sukena dan mengawal perkara ini. Pada tahap awal kasus ini mulai disidik, penasihat hukum Sukena berharap ada kebijakan dari kepolisian maupun BKSDA untuk membebaskan Sukena. Tetapi, upaya restoratif justice ternyata tidak direstui.
"Padahal bisa berikan pembinaan saja dulu, kalau warga kami tidak mau mengindahkan pembinaan itu, okelah, baru ditindak. Karena saya tahu bagaimana karakter warga termasuk Sukena, tidak ada niat jahat dalam kasus landak ini, dia pecinta binatang, burung kecil pun diajak tidur," katanya. 7 ind, ant
Komentar