MUTIARA WEDA: Apa Itu Kesadaran?
na jāyate mriyate vā kadāchin nāyaṁ bhūtvā bhavitā vā na bhūyaḥ, ajo nityaḥ śhāśhvato ’yaṁ purāṇo na hanyate hanyamāne śharīre. (Bhagavad Gita, 2. 20)
Dia tidak lahir dan tidak mati pada suatu waktu. Setelah menjadi, dia tidak menjadi tidak ada. Dia adalah yang kekal, abadi, dan kuno. Dia tidak dibunuh ketika tubuh dibunuh.
APA itu kesadaran? Ini topik sangat luas dan kompleks. Pandangan tentang kesadaran bervariasi tergantung pada disiplin ilmu dan perspektif filosofi yang diambil. Rene Descartes yang dikenal dengan pernyataannya, Cogito, ergo sum (Saya berpikir, maka saya ada), menyatakan kesadaran adalah esensi dari eksistensi manusia. Dia berpendapat bahwa kesadaran dan pemikiran adalah satu-satunya hal yang tidak bisa diragukan. Sementara itu, John Locke mendefinisikan kesadaran sebagai pengalaman subjektif yang diperoleh melalui panca indera dan refleksi. Dia percaya bahwa kesadaran tentang diri adalah hasil dari ingatan dan kontinuitas identitas pribadi.
William James, seorang psikolog dan filsuf pragmatis, melihat kesadaran sebagai ‘aliran pikiran’ atau ‘stream of consciousness’. Dia menekankan sifat dinamis dan terus-menerus berubah dari pengalaman sadar. Sementara itu, Damasio, seorang ahli neurosains, berfokus pada hubungan antara kesadaran dan emosi. Dia mengemukakan bahwa kesadaran muncul dari aktivitas neurobiologis yang terhubung dengan proses tubuh dan emosi. Kemudian, David Chalmers, dikenal dengan istilah ‘masalah keras’ (hard problem) kesadaran, yang merujuk pada tantangan menjelaskan bagaimana pengalaman subjektif atau ‘qualia’ muncul dari aktivitas otak yang fisik.
Filsuf kontemporer, seperti Daniel Dennett (seorang filsuf kognitif) memandang kesadaran sebagai hasil dari proses kognitif yang kompleks dan berfungsi. Dia berargumen bahwa kesadaran bukanlah entitas yang terpisah, tetapi lebih merupakan produk dari fungsi otak yang terintegrasi. Senada dengan itu, Thomas Metzinger mengemukakan bahwa kesadaran adalah hasil dari representasi diri yang kompleks dalam otak. Dia berargumen bahwa kita tidak memiliki ‘diri’ yang sejati; yang kita sebut sebagai kesadaran adalah hasil dari proses representasi dan kontrol.
Carl Jung membedakan antara kesadaran dan ketidaksadaran. Dia melihat kesadaran sebagai aspek dari pikiran yang aktif dan sadar, sedangkan ketidaksadaran mencakup aspek-aspek dari pikiran yang tidak selalu tampak dalam kesadaran sehari-hari. Sementara itu Jean Piaget, seorang psikolog perkembangan, memandang kesadaran sebagai hasil dari proses perkembangan kognitif. Dia berargumen bahwa kesadaran berkembang melalui tahapan perkembangan anak. Dalam Buddhisme, kesadaran (vijñāna) adalah salah satu dari lima agregat (skandha) yang membentuk individu. Buddhisme melihat kesadaran sebagai aliran proses mental yang terus berubah dan tidak memiliki inti diri yang tetap. Kesadaran adalah bagian dari siklus penderitaan dan perlu dipahami untuk mencapai pencerahan dan pembebasan (nirvana).
Dalam tradisi Hindu, kesadaran adalah pondasi dari keberadaan semesta. Kesadaran ini disebut purusa dalam tradisi Samkhya; Brahman atau atman dalam tradisi Vedanta; Cetana, Chaitanya dalam tradisi Saiva. Kesadaran adalah saksi yang pasif, dan tidak berubah. Kesadaran adalah aspek dari realitas. Purusha tidak terpengaruh oleh perubahan, aktivitas, atau materi. Ia adalah prinsip non-aktif dan abadi yang hadir baik di seluruh alam semesta maupun di dalam setiap individu sebagai kesadaran sejati.
Purusha adalah kesadaran yang mengamati aktivitas Prakriti. Ia adalah saksi dari semua peristiwa yang terjadi dalam dunia materi tetapi tidak terlibat langsung dalam aktivitas tersebut. Kesadaran adalah pengetahuan. Entitas lain pembentuk alam semesta adalah prakrti. Ini berfungsi sebagai prinsip yang aktif dan dinamis yang menghasilkan segala bentuk fenomena, pikiran, dan pengalaman. Kesadaran Purusha hanya menjadi aktif ketika berinteraksi dengan Prakriti, yang memunculkan pengalaman dan perasaan.
Sementara itu, dalam tradisi Vedanta, Brahman adalah kesadaran murni dan eksistensi absolut. Ini adalah substansi dari segala sesuatu dan adalah realitas yang tidak terpisahkan dan non-dual. Brahman adalah dasar dari segala pengalaman dan fenomena. Dalam Advaita Vedanta, Brahman dan Atman adalah identik. Kesadaran individu (Atman) pada hakikatnya adalah Brahman. Jadi, realitas ini adalah kesadaran. Teks di atas menyebut kesadaran adalah yang ada, abadi, tidak pernah hilang, ada selamanya. 7
I Gede Suwantana
Direktur Bali Vedanta Institute
1
Komentar