Sukena Dapat Pengalihan Penahanan, Ngaku Kapok Pelihara Landak
Persidangan Kasus ‘Landak Jawa’ di PN Denpasar
DENPASAR, NusaBali - Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Denpasar mengabulkan permohonan penangguhan penahanan I Nyoman Sukena, 38, warga Bongkasa Pertiwi, Kecamatan Abiansemal, Badung yang menjadi terdakwa dalam kasus memelihara Landak Jawa ((Hystrix javanica).
Kini, Sukena bebas dari Rumah Tahanan (Rutan) Kelas II A Kerobokan, Kecamatan Kuta, Badung, dan dialihkan menjadi tahanan rumah. Hal ini terungkap dalam sidang agenda pemeriksaan terdakwa di PN Denpasar, Kamis (12/9) siang.
Majelis Hakim Pimpinan Ida Bagus Bamadewa Patiputra, sebelum masuk pada agenda sidang, memaparkan bahwa ada beberapa surat permohonan penangguhan atau pengalihan penahanan yang telah pihaknya terima. Baik itu diajukan dari aparatur desa, tim penasihat hukum terdakwa, keluarga, jaksa maupun dari pihak lainnya.
Dalam permohonannya, pihak penasihat hukum dan aparatur desa menjamin bahwa meski berada dalam tahanan rumah, Sukena tidak akan melarikan diri, menghilangkan barang bukti, dan tetap kooperatif dalam menghadiri persidangan. “Penahanan saudara dialihkan dari Rutan Kerobokan menjadi tahanan rumah,” ujar hakim Bamadewa.
Hakim Bamadewa juga mengingatkan Sukena, bahwa penangguhan penahanan ini bukan keputusan permanen dan dapat dicabut sewaktu-waktu jika Sukena tidak memenuhi kewajiban menghadiri persidangan. “Ini bukan harga mati, sewaktu-waktu bisa dicabut jika saudara tidak kooperatif,” tegasnya.
Pertimbangan utama pengabulan permohonan ini adalah status Sukena sebagai kepala keluarga yang memiliki tanggung jawab besar terhadap kesejahteraan istri dan kedua anaknya.
Keputusan tersebut disambut sukacita oleh Sukena serta para pendukungnya, termasuk masyarakat Desa Adat Bongkasa Pertiwi yang memenuhi ruang sidang untuk memberikan dukungan moral.
Selain itu, dalam sidang pemeriksaan terdakwa saat ditanyai soal awal kepemilikan landak, Sukena mengungkapkan bahwa dua Landak yang dia pelihara ditemukan oleh kakak mertuanya di ladang keluarga. Awalnya, landak tersebut dalam keadaan masih kecil dan diduga telah ditinggalkan oleh induknya. “Saya pelihara landak itu karena kasihan. Saat ditemukan, kondisinya masih kecil dan saya memang pecinta binatang,” ujar Sukena.
Sukena menuturkan bahwa selama dia memelihara dua landak itu, dia berhasil mengembangbiakkan sehingga landak tersebut menjadi empat ekor. Sukena mengaku memperlakukan landak peliharaannya itu seperti bagian dari keluarga. “Sudah jadi bagian keluarga, semua keluarga juga senang. Kalau keluarga dapat singkong atau ubi dari ladang, pasti dikasih juga ke landak,” katanya.
Sukena menambahkan bahwa landak tersebut sempat dua kali digunakan oleh warga untuk kepentingan upacara di pura, dan selama ini dia menganggap hal itu biasa dalam masyarakat Bali. Di mana menurutnya ini salah satu pengamalan dari konsep Tri Hita Karana yang selalu menitikberatkan hubungan antara makhluk hidup dengan alam dan sekitarnya.
"Kalau tahu ini hewan dilindungi, mungkin saya lepas ke alam saja. Tidak akan saya pelihara. Saya juga tidak akan melaporkan, karena kalau lapor perlu ongkos, belum lagi perjalanan perlu ongkos juga,” imbuhnya.
Terkait penangkapan oleh pihak berwenang, Sukena menjelaskan bahwa polisi awalnya datang pada 4 Maret 2024, untuk menanyakan surat-surat terkait burung Jalak Bali milik kakaknya. Setelah itu, perhatian polisi beralih ketika melihat di rumahnya ada landak yang dia pelihara. “Awalnya tanya soal surat-surat izin pelihara burung, setelah itu ke surat izin landak. Karena saya tidak punya (surat izin), akhirnya dijelaskan bahwa ini melanggar undang-undang. Polisi langsung telepon BKSDA, sekitar dua jam kemudian BKSDA datang untuk ambil, tapi mereka tidak berani ambil landaknya. Akhirnya, saya yang ambil sendiri karena hewan itu sudah jinak dengan saya,” ungkap Sukena.
Saat ditanya apakah menyesal telah memelihara landak, Sukena mengaku menyesali tindakannya dan menyatakan kapok memelihara landak. “Saya kapok memelihara landak, kalau hewan lain tidak. Bagi petani landak itu hama, kalau ada landak mungkin akan diburu dan sebagainya oleh mereka. Kalau saya lihat petani memburu landak, mungkin saya akan bantu selamatkan, tapi tidak mau memelihara lagi,” tandasnya.
Sukena juga mengungkapkan bahwa gara-gara memelihara landak ini memberikan dampak besar bagi keluarganya. Sukena yang bermatapencaharian sebagai peternak ayam dan babi tidak dapat menjalankan pekerjaannya itu lagi, apalagi dia memiliki dua anak yang masih bersekolah. Sementara istrinya harus berhenti bekerja untuk mengurus anak-anak, sehingga perekonomian keluarga terhambat.
Ditemui usai sidang, Penasihat Hukum terdakwa, Gede Pasek Suardika, mengatakan pengalihan penahanan ini adalah langkah yang baik dan diharapkan Sukena segera bisa kembali ke rumahnya. Pasek juga menegaskan bahwa kasus ini seharusnya tidak perlu sampai ke ranah persidangan. “Kita anggap saja sebagai pembelajaran bagi kita semua. Pertama, aparat seharusnya tidak sembarangan menjadikan hal kecil sebagai alasan untuk memenjarakan. Kedua, masyarakat harus lebih hati-hati memelihara binatang, jangan sampai ternyata hewan yang dipelihara adalah satwa dilindungi,” ucap Pasek.
“Tadi sudah terungkap dalam sidang, bahwa di desanya Sukena, landak dianggap sebagai hama yang merusak ladang. Karena ditemukan masih kecil dan tanpa induk, mertua Sukena memungutnya. Selain itu, Sukena kebetulan lahir pada hari Tumpek Kandang, yang dalam penokohan Bali sering dikaitkan dengan orang yang memiliki kecintaan terhadap binatang. Karena merasa ada hubungan dan rasa kasih sayang inilah Sukena memutuskan untuk memelihara landak tersebut,” kata Pasek.
Sementara itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) I Gede Gatot Hariawan juga memberikan tanggapannya. “Tadi sudah dibacakan penetapan pengalihan jenis tahanan dari rutan menjadi tahanan rumah. Permohonan ini dikabulkan karena terdakwa merupakan tulang punggung keluarga. Selama proses persidangan, terdakwa diwajibkan melapor dua kali seminggu, yaitu pada hari Selasa dan Kamis,” ujar Gatot.
Gatot menyatakan bahwa setelah pemeriksaan terdakwa selesai, pihak jaksa akan segera mengajukan tuntutan pada Jumat (13/9) hari ini. “Kami akan segera memproses pengeluaran terdakwa dari rutan dan mengantarkannya langsung ke rumah untuk menjalani tahanan rumah. Jaksa juga akan memantau selama masa tahanan rumah ini, memastikan terdakwa tidak melanggar aturan,” jelasnya.
Terkait dengan pasal, Gatot menjelaskan bahwa Sukena didakwa melanggar Pasal 21 ayat (2) huruf a juncto Pasal 40 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (KSDA-HE), serta Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa.
“Kami menggunakan undang-undang lama karena kasus ini terjadi sebelum persidangan dimulai. Undang-undang lama tidak memiliki hukuman minimal, namun maksimalnya adalah 5 tahun penjara dan denda hingga Rp 100 juta,” jelas Gatot.
Sementara itu, Kabid Humas Polda Bali Kombes Pol Jansen Avitus Panjaitan mengatakan Sukena ditangkap dan ditetapkan jadi tersangka karena hewan yang dipeliharanya merupakan satwa dilindungi dan yang bersangkutan tidak mengantongi izin resmi. Selama proses hukumnya di kepolisian Sukena tidak ditahan. Setelah berkas perkaranya lengkap kasusnya dilimpahkan ke Kejaksaan.
Kombes Jansen menjelaskan tersangka asal Bongkasa, Abiansemal, Badung itu ditangkap oleh Subdit IV Tindak Pidana Tertentu (Tipidter) Dit Reskrimsus Polda Bali. Penangkapan itu berawal informasi dari masyarakat mengenai dugaan penyimpanan dan pemeliharaan satwa liar di rumah tersangka.
Setelah menerima laporan dari masyarakat, Subdit IV Tipidter melakukan penyidikan dan menemukan Sukena memang memiliki dan memelihara Landak Jawa tanpa izin yang sah.
“Proses hukumnya telah selesai di Polda Bali. Perkara ini telah memasuki tahap dua, yaitu penyerahan tersangka dan barang bukti pada 12 Agustus 2024 lalu,” ucap mantan Kapolresta Denpasar ini, Kamis kemarin.
Setelah kasus diserahkan kepada jaksa, lanjut Kombes Jansen, kepolisian tidak lagi memiliki wewenang lebih lanjut terkait kepastian hukum. “Menurut UU, memelihara atau memiliki satwa yang dilindungi tanpa izin dapat dikenakan pidana,” tegas Kombes Jansen.
Menurutnya, Landak Jawa yang diamankan adalah satwa yang dilindungi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Masyarakat diperbolehkan merawat satwa tersebut hanya jika memiliki izin dari instansi terkait, dalam hal ini BKSDA Bali.
“Kami mengimbau masyarakat untuk lebih berhati-hati dan memeriksa status hukum satwa yang ditemukan. Dengan adanya kasus ini diharapkan menjadi pengetahuan buat masyarakat, sehingga ke depan tidak ada lagi yang menyalahi aturan,” kata Kombes Jansen. 7 cr79, pol
1
Komentar