Ombudsman Bali Tangani 12 Laporan PPDB 2024/2025, Ungkap Modus Siswa Tercecer 'Asli tapi Palsu'
Ombudsman Bali
Sri Widhiyanti
Dhuha Mubarok
PPDB
Disdikpora
Sekolah Negari
Sekolah Swasta
CPD Tercecer
Jalur Zonasi
DENPASAR, NusaBali.com - Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Tahun Pelajaran 2024/2025 memang sudah tuntas. Namun, ada rapor merah PPDB yang perlu dicatat pemangku kepentingan.
Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Bali saat jumpa pers di Denpasar, Jumat (13/9/2024) menilai PPDB tahun ini memang tidak seburuk tahun sebelum-sebelumnya. Namun, Ombudsman tetap memberikan catatan merah untuk hal-hal yang perlu dibenahi ke depan.
Kepala Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Bali Ni Nyoman Sri Widhiyanti menuturkan, PPDB Tahun 2024/2025 di Bali masih lemah di tahap perencanaan. Hal ini akhirnya berpengaruh pada tahap pelaksanaannya yang akhirnya tenganggu.
Hal-hal itu mulai dari upaya koordinasi jumlah lulusan dengan daya tampung sekolah penerima, termasuk swasta. Kemudian, pengajuan jumlah rombongan belajar (rombel) di bawah yang dimiliki sekolah, sampai kendala sistem, serta ketidaksepahaman sekolah dan orangtua calon peserta didik (CPD).
Khususnya soal pengajuan rombel di bawah yang sebenarnya ini berisiko pada peserta didik tidak memiliki nomor induk lantaran rombelnya tidak terdaftar Data Pokok Pendidikan (Dapodik). Ini juga berpengaruh pada alokasi Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
Dari PPDB tahun ini, Ombudsman Bali menerima 12 laporan dari masyarakat. Laporan itu mayoritas berkenaan dugaan penyimpangan jalur zonasi, namun setelah ditelusuri tidak terbukti. Kemudian, ada pula kasus-kasus pasca PPDB seperti pungutan kepada siswa di luar ketentuan.
"Kelemahan ada di sisi perencanaan. Sebenarnya kan bisa menghitung jumlah siswa yang lulus dari SMP ke SMA atau dari SD ke SMP. Lulusannya sekian dan kapasitas sekolah penerimanya sekian, dikerjasamakan juga dengan sekolah swasta," ujar Sri.
Sri mengakui, nemang ada kebijakan optimalisasi daya tampung, bukan dengan menambah rombel tapi mengoptimalkan kapasitas rombel yang sudah ada. Misalkan, satu rombel SMP yang awal 32 peserta didik menjadi 50 peserta didik. Tapi, ujung-ujungnya sekolah harus menampung CPD tercecer.
Kebijakan ini malah menyisakan celah modus mengelabui sistem PPDB, seperti yang ditemukan Ombudsman di Kabupaten Tabanan. Asisten Penanganan Laporan Ombudsman Bali Dhuha F Mubarok menjelaskan, ditemukan indikasi kesengajaan membuat CPD tercecer.
"CPD itu punya hak memilih di dua sekolah. Rupanya, ada yang mengakali dengan mendaftar di satu sekolah saja. Tujuannya apa? Nanti dia bisa masuk siswa tercecer karena ditolak," ungkap Mubarok.
Syarat CPD disebut tercecer adalah sudah pernah mendaftar tapi ditolak dan tidak pernah mendaftar di sekolah swasta, kata Mubarok. Nah, dengan status tercecer asli tapi palsu ini, CPD bisa diterima dengan mudah di sekolah lain dengan fasilitasi Dinas Pendidikan.
Ombudsman memang menemukan sekolah di Tabanan yang mengajukan rombel di bawah yang dimiliki. Klarifikasi yang diterima Ombudsman, sekolah itu mengaku pesimis bakal banyak yang mendaftar. Selain itu, sengaja disiapkan untuk menampung CPD tercecer akibat blank spot zonasi. *rat
Kepala Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Bali Ni Nyoman Sri Widhiyanti menuturkan, PPDB Tahun 2024/2025 di Bali masih lemah di tahap perencanaan. Hal ini akhirnya berpengaruh pada tahap pelaksanaannya yang akhirnya tenganggu.
Hal-hal itu mulai dari upaya koordinasi jumlah lulusan dengan daya tampung sekolah penerima, termasuk swasta. Kemudian, pengajuan jumlah rombongan belajar (rombel) di bawah yang dimiliki sekolah, sampai kendala sistem, serta ketidaksepahaman sekolah dan orangtua calon peserta didik (CPD).
Khususnya soal pengajuan rombel di bawah yang sebenarnya ini berisiko pada peserta didik tidak memiliki nomor induk lantaran rombelnya tidak terdaftar Data Pokok Pendidikan (Dapodik). Ini juga berpengaruh pada alokasi Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
Dari PPDB tahun ini, Ombudsman Bali menerima 12 laporan dari masyarakat. Laporan itu mayoritas berkenaan dugaan penyimpangan jalur zonasi, namun setelah ditelusuri tidak terbukti. Kemudian, ada pula kasus-kasus pasca PPDB seperti pungutan kepada siswa di luar ketentuan.
"Kelemahan ada di sisi perencanaan. Sebenarnya kan bisa menghitung jumlah siswa yang lulus dari SMP ke SMA atau dari SD ke SMP. Lulusannya sekian dan kapasitas sekolah penerimanya sekian, dikerjasamakan juga dengan sekolah swasta," ujar Sri.
Sri mengakui, nemang ada kebijakan optimalisasi daya tampung, bukan dengan menambah rombel tapi mengoptimalkan kapasitas rombel yang sudah ada. Misalkan, satu rombel SMP yang awal 32 peserta didik menjadi 50 peserta didik. Tapi, ujung-ujungnya sekolah harus menampung CPD tercecer.
Kebijakan ini malah menyisakan celah modus mengelabui sistem PPDB, seperti yang ditemukan Ombudsman di Kabupaten Tabanan. Asisten Penanganan Laporan Ombudsman Bali Dhuha F Mubarok menjelaskan, ditemukan indikasi kesengajaan membuat CPD tercecer.
"CPD itu punya hak memilih di dua sekolah. Rupanya, ada yang mengakali dengan mendaftar di satu sekolah saja. Tujuannya apa? Nanti dia bisa masuk siswa tercecer karena ditolak," ungkap Mubarok.
Syarat CPD disebut tercecer adalah sudah pernah mendaftar tapi ditolak dan tidak pernah mendaftar di sekolah swasta, kata Mubarok. Nah, dengan status tercecer asli tapi palsu ini, CPD bisa diterima dengan mudah di sekolah lain dengan fasilitasi Dinas Pendidikan.
Ombudsman memang menemukan sekolah di Tabanan yang mengajukan rombel di bawah yang dimiliki. Klarifikasi yang diterima Ombudsman, sekolah itu mengaku pesimis bakal banyak yang mendaftar. Selain itu, sengaja disiapkan untuk menampung CPD tercecer akibat blank spot zonasi. *rat
1
Komentar