nusabali

Korupsi Dana BKK, Kelian dan Bendahara Disidang

  • www.nusabali.com-korupsi-dana-bkk-kelian-dan-bendahara-disidang

Kedua terdakwa diduga secara melawan hukum telah memperkaya diri mereka masing-masing, dengan rincian Supardi sebesar Rp 263,3 juta dan Budiasa sebesar Rp 174,1 juta.

DENPASAR, NusaBali
Sidang perdana kasus dugaan korupsi dana Bantuan Keuangan Khusus (BKK) Provinsi Bali dengan terdakwa Nyoman Supardi, 60, dan I Kadek Budiasa, 40, berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Denpasar pada Kamis (12/9). Keduanya diadili atas dugaan korupsi dana BKK untuk Desa Adat Tista, Desa Baktiseraga, Buleleng dengan kerugian negara Rp 437 juta.

Nyoman Supardi, yang menjabat sebagai Kelian dan Kadek Budiasa sebagai Bendahara Desa Adat Tista, diadili dalam satu sidang meskipun berkas perkaranya terpisah. Sidang dipimpin oleh Hakim Heriyanti, dengan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Buleleng, Nyoman Arif Budiman, membacakan dakwaan. 

Kedua terdakwa didakwa dengan Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 juncto UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. Dakwaan subsidair merujuk Pasal 3 juncto Pasal 18 UU yang sama. 

Kasus ini berawal dari alokasi dana Program/Kegiatan Gerakan Pembangunan Desa Terpadu Mandara (Gerbang Sadu Mandara) atau dana BKK untuk Desa Adat Tista, yang dimulai dari tahun 2015 hingga 2017 dengan jumlah Rp 200 juta per tahun, kemudian meningkat menjadi Rp 225 juta pada 2018 dan Rp 250 juta pada 2019. Pada 2020, desa tersebut menerima dana sebesar Rp 350 juta dan pada 2021 sebesar Rp 300 juta dari APBD Semesta Berencana.

Setelah dana tersebut dicairkan dan diambil dari Bank BPD Cabang Singaraja, dana tersebut disimpan oleh saksi Ni Luh Sriasih, istri Supardi. Namun, dari tahun 2015 hingga 2021, Supardi dan Budiasa diduga secara melawan hukum telah memperkaya diri mereka masing-masing, dengan Supardi sebesar Rp 263,3 juta dan Budiasa sebesar Rp 174,1 juta. Total kerugian negara diperkirakan mencapai Rp 437,4 juta.

Modus operandi mereka termasuk tidak membayarkan dana BKK untuk berbagai kegiatan, seperti penyediaan konsumsi, rehab candi, serta operasional lainnya pada tahun-tahun tersebut. Total dana yang tidak dibayarkan selama periode 2015 hingga 2021 mencapai Rp 437,4 juta.

Sidang dilanjutkan dengan pembacaan eksepsi oleh Tim Penasihat Hukum dari kedua terdakwa, yang terdiri dari Ketut Ngurah Santanu, I Gusti Ngurah Sucahyasa, dan Wayan Sudiata. Dalam eksepsi tersebut, mereka mengklaim bahwa surat dakwaan tidak merinci semua unsur yang didakwakan dan tidak jelas dalam menggambarkan peran serta perbuatan terdakwa. 

Mereka meminta agar majelis hakim memutuskan agar surat dakwaan dinyatakan batal demi hukum, menghentikan pemeriksaan perkara. "Membebaskan terdakwa dari segala dakwaan dan memulihkan hak-hak mereka. Jika tidak, mereka meminta agar keputusan yang diambil seadil mungkin," pungkasnya. 7

Komentar