Tingginya Belanja Tak Langsung Jadi Sorotan
Belanja tak langsung dalam postur APBD Bali 2017 yang jauh lebih besar dari belanja langsung, menjadi sorotan pusat.
Verifikasi APBD Perubahan Segera Maju
DENPASAR, NusaBali
Masalahnya, belanja langsung yang sangat kecil dinilai tidak mencerminkan pro rakyat, karena dianggap tidak senapas dengan program Nawacita.
Ketua Pansus RAPBD Perubahan 2017 DPRD Bali, Ketut Kariyasa Adnyana, me-ngatakan belanja tak langsung yang lebih besar dari belanjang langsung ini setiap tahun menjadi sorotan. Menurut Kariyasa, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) sering mengingatkan masalah ini ketika proses verifikasi APBD di pusat.
“Mendagri sering ingatkan kita atas kondisi APBD Bali yang belanja langsungnya kecil. Belanja hibah (tak pangsung, red) yang besar itu justru sering dipertanyakan pusat,” beber Kariyasa Adnyana di Gedng DPRD Bali, Niti Mandala Denpasar, Jumat (18/8).
Kariyasa menyebutkan, dalam pola APBD yang sehat, belanja langsung memang harus lebih besar dari belanja tak langsung. “Kalau postur APBD yang sehat itu, belanja langsung lebih besar. Tapi, dalam APBD Bali, kesepakatannya selalu belanja tak langsung yang mendominasi,” ungkap politisi PDIP asal Desa/Kecamatan Busungbiu, Buleleng yang sudah tiga periode duduk di DPRD Bali ini.
Sesuai dengan program Nawacita Presiden Jokowi, kata Kariyasa, pembangunan infrastruktur untuk memajukan ekonomi rakyat lebih difokuskan, sehingga membuka kelancaran perekonomian di daerah dan nasional. “Belanja langsung dalam bentuk belanja modal, belanja barang dan jasa, itu ditingkatkan. Belanja modal itu kan bentuknya membangun jembatan, membangun jalan untuk memajukan perekonomian rakyat. Itu yang menjadi perintah Nawacita,” katanya.
Dalam postur APBD Bali 2017, kata Kariyasa, belanja langsung hanya mencapai Rp 1,9 triliun. Dari jumlah Rp 1,9 triliun tersebut, sebesar Rp 1,2 triliun digunakan untuk belanja barang dan jasa, sementara sisanya sekitar Rp 743,95 miliar untuk belanja modal.
Sebaliknya, belanja tak langsung besarnya mencapai Rp 4,5 triliun. Rinciannya, untuk belanja hibah sebesar Rp 1,17 triliun, belanja pegawai sebesar Rp 1,44 triliun, belanja bantuan keuangan kepada provinsi dan pemerintahan desa sebesar Rp 1,20 triliun, belanja untuk partai politik sebesar Rp 649,93 miliar, belanja bansos sebesar Rp 12,64 miliar, belanja subsidi Rp 10 miliar, dan belanja tak terduga mencapai Rp 7,55 miliar.
Kariyasa pun tidak menyalahkan sikap kritis Fraksi Panca Bayu DPRD Bali (NasDem-Hanura-PKPI-PAN), yang kritik tingginya belanja tak langsung dalam postur APBD Bali 2017. ”Saya tak menyalahkan sikap kritis Fraksi Panca Bayu. Cuma, mungkin dalam hal ini eksekutif (Gubernur Made Mangku Pastika) punya alasan dengan mengatakan belanja tak langsung itu lebih banyak diterima rakyat,” tegas Kariyasa.
Menurut Kariyasa, RAPBD Perubahan 2017 segera akan dikirimkan ke Kementerian (Kemendagri) pekan depan, untuk proses verifikasi. Kariyasa berharap tidak ada persoalan dalam proses verifikasi nanti.
“Kalau muncul persoalan dan ada pos yang bertentangan dengan Undang-undang, pasti ada yang dicoret pusat. Tapi, itu tidak krusial dan mengganggu jalannya program kita. Saya sebagai Ketua Pansus RAPBD Perubhaan 2017 tentu berharap semuanya berjalan tanpa persoalan,” harap Kariyasa.
Jika RAPBD Perubahan 2017 lolos verifikasi, maka sudah bisa dilaksanakan program-program yang disusun. “Sudah bisa dimasukan dalam lembaran daerah. Setelah itu, kita rancang lagi APBD Induk 2018. Ketok palu APBD Perubahan 2017 ini termasuk telat,” katanya.
Sementara, Pemprov Bali melalui Karo Humas dan Prfotokol Dewa Gede Mahendra Putra mengatakan, jawaban Gubernur Made Mangku Pastika adalah menyajikan kondisi riil postur APBD yang menjadi kesepakatan eksekutif- legislatif. “Belanja tak langsung yang besar itu, semuanya mengalir untuk masyarakat dalam bentuk hibah. Dan, ini adalah pembahasan panjang bersama-sama,” ujar Dewa Mahendra saat dikonfirmasi terpisah, Jumat kemarin.
Sebelumnya, dalam sidang paripurna dengan agenda pandangan fraksi-fraksi DPRD Bali, Fraksi Panca Bayu menuding besaran belanja tak langsung di postur APBD terlalu besar. Melalui juru bicaranya, Ni Made Arini (dari Hanura), Fraksi Panca Bayu menyatakan be-lanja tak langsung mencapai Rp 4,5 triliun atau sekitar Rp 69,5 persen dari total APBD Bali 2017 yang besarnya Rp 6,2 triliun. Besaran belanja tak langsung ini dianggap tidak mencerminkan semangat yang pro rakyat dalam kegiatan pembangunan masyarakat.
Namun, Gubernur Pastika menyatakan tidak sepakat dengan pandangan Fraksi Panca Bayu tersebut. Menurut Pastika, pandangan Fraksi Panca Bayu itu tidak tepat. “Saya tidak sependapat dengan pandangan Fraksi Panca Bayu, yang menyebutkan besaran belanja tak langsung tidak mencerminkan semangat yang pro rakyat dalam kegiatan,” tegas Pastika dalam sidang paripurna berikutnya dengan agenda jawaban eksekutif atas pandangan fraksi-fraksi di Gedung Dewan, Selasa (15/8).
Pastika menegskan, belanja tak langsung yang tinggi ini tidak terlepas dari minimnya urusan kewenangan yang menjadi tanggung jawab provinsi. “Sementara kesenjangan pembangunan di Bali saat ini masih tinggi. Ini mengharuskan posting pembiayaan dalam rangka pemerataan pembangunan dalam bentuk Bantuan Keuangan Khusus (BKK),” tandas Pastika.
Di samping itu, kata Pastika, pelaksanaan hibah daerah tahun 2017 ini sangat tinggi, dengan adanya Pilgub Bali 2018. “Masih cukup tingginya dana BOS kepada kabu-paten/kota dan hibah kepada kelompok masyarakat, menyebabkan proporsi belanja tidak langsung masih mendominasi dalam penganggaran,” katanya. *nat
1
Komentar