nusabali

Perlukah Janji Politik Berkontrak Agar Ditepati Kontestan Pilkada?

  • www.nusabali.com-perlukah-janji-politik-berkontrak-agar-ditepati-kontestan-pilkada

DENPASAR, NusaBali.com - Janji politik jadi sekadar tong kosong nyaring bunyinya begitu hajatan demokrasi berakhir dan pemenang mulai berkuasa. Tidak bisa dinafikan bahwa hal ini sudah dipandang sebagai fenomena lima tahunan oleh masyarakat.

Ada yang bilang, politisi tiba-tiba simpatik jelang pemilu dan batang hidungnya tak terlihat begitu terpilih lagi. Kalau hendak menagih realisasi, masyarakat juga bingung sebab tidak ada hal mengikat agar politisi menepati janji lisannya selain hati nurani atas tanggung jawab moral.

Jelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkasa) Serentak 2024 ini, masyarakat dihadapkan pada fenomena yang lagi-lagi akan tertebak alurnya. Lantas, apa yang bisa diperbuat rakyat sebagai subjek demokrasi?

Eks politisi kawakan sekaligus pemerhati sosial politik, Putu Suasta menilai, orang yang berpolitik memang kerjaannya menebar janji meski ada kondisi di mana janji itu tidak bisa dipenuhi. "Tapi, sebenarnya (calon) pemimpin itu harus dikasih pakta integritas," ungkap Suasta kepada NusaBali.com, Rabu (11/9/2024).

Ditemui di sela membuka pameran lukisan di bilangan Desa Batubulan, Sukawati, Gianyar, Suasta yang juga eks Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) DPP Demokrat ini menuturkan, pakta integritas bisa jadi alternatif. Alternatif untuk mengikat janji para politisi kontestan kompetisi demokrasi.

Sebab, ada prioritas permasalahan, khususnya di Bali yang tidak pernah selesai-selesai. Suasta menyebut penanganan sampah, kemacetan, dan sistem transportasi publik adalah harga mati. Dengan kontrak politik, rakyat bisa mengejar penyelesaian masalah-masalah ini.

"Itu harus diselesaikan begitu mereka jadi gubernur, jadi kepala daerah dengan meneken pakta integritas. Yang sipil juga jangan tidur dan mengeluh saja, harus diawasi," tegas Suasta.

Masyarakat diminta jangan memberi cek kosong dan membiarkan pemerintah berlaku semaunya tanpa pengawasan. Suasta berguyon, pemimpin itu harus 'ditindas' setiap hari. Dan, kemudahan interaksi sosial yang diberikan di zaman digital ini harus dimanfaatkan agar posisi masyarakat lebih kuat.

"Kalau tidak bisa menangani masalah-masalah itu, apa kalian (pemimpin) capai jadi kepala daerah? Diganti saja. Kalau tidak bisa ya mundur saja," celetuk Suasta yang dikenal sebagai pribadi ceplas-ceplos.

Sementara itu, Ketua KPU Provinsi Bali I Dewa Agung Gede Lidartawan menuturkan, pihaknya tidak berwenang mengadakan pakta integritas dalam hal pemerintahan seperti ini. Ia menilai, biarlah kontrak politik itu antara kontestan dengan masyarakat atau Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).

"Kami tidak berhak mencampuri itu. Cuma kalau teman-teman LSM mau itu silakan saja berkontrak dengan calonnya (kontestan Pilkada)," kata Lidartawan, ditemui di lomba poster dan mural 'Bali yang Diinginkan' di Sekretariat KPU Bali, Niti Mandala, Denpasar, Sabtu (14/9/2024).

Di samping itu, para kontestan Pilkada Serentak 2024 sudah diatur agar visi, misi, dan programnya sesuai Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) masing-masing. "Kalau lewat dari RPJPD itu mereka tidak dapat anggaran karena kolom mata anggarannya sesuai itu," imbuh Lidartawan.

Lidartawan menyarankan, sederhananya tinggal visi, misi, dan program para kontestan Pilkada itu saja yang dikawal. Kalau melenceng dari visi, misi, dan program yang dijanjikan itu, rakyat bisa melakukan aksi, memberikan peringatan, dan lain sebagainya. *rat

Komentar