Ikut Berjuang, Tidak Terdaftar sebagai Veteran
Pasangan suami istri (pasutri) Dewa Bagus Putu Sandra, 100, dan Ni Luh Jasi, 90, merupakan saksi sejarah saat penjajahan Belanda.
NEGARA, NusaBali
Pasutri asal Banjar Taman, Desa Batuagung, Kecamatan/Kabupaten Jembrana saat itu masih muda dan belum menikah mendapat tugas sebagai kurir pembawa makanan dari Batuagung ke Bukit Gelar Banjar Palungan Batu.
Dewa Sandra setiap hari harus menerobos hutan dan semak belukar agar kebutuhan makanan para pasukan Kapten Markadi bisa bertahan dalam perjuangan. “Saat itu banyak pasukan ke wilayah Marga (Tabanan, Red) termasuk Lettu Dwinda. Yang ke Marga semua meninggal dan yang tetap di Gelar semuanya hidup," kata Dewa Sandra ditemui di rumahnya, Kamis (17/8).
Diceritakan, Belada beberapa kali jatuhkan bom di Bukit Gelar yang menyebabkan rumah penduduk hancur, termasuk rumah orang tua istrinya, Ni Luh Jasi. Nenek Jasi yang sudah mulai lupa mengaku saat serangan mereka sekeluarga sembunyi di balik batu-batu besar di sungai Gelar. “Ayah saya namanya Guru Gede Loka. Rumah hancur karena dibom. Kami semua selamat karena sembunyi di balik batu besar,” jelas Jasi. Sayangnya pasutri ini belum diakui sebagai veteran. Bupati Jembrana Putu Artha berharapDewa Sandra dan istrinya dimasukkan dalam daftar veteran. *
Komentar