Dituntut 6 Tahun, Bendesa Berawa Minta Bebas
Pasek menilai tuntutan JPU tidak konsisten dan sejumlah unsur dakwaan tidak terbukti di persidangan.
DENPASAR, NusaBali
Sidang lanjutan kasus dugaan pemerasan terhadap investor yang melibatkan Bendesa Adat Berawa, I Ketut Riana, kembali digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Denpasar, pada Kamis (19/9). I Ketut Riana, yang sebelumnya dituntut enam tahun penjara serta denda Rp 200 juta dan uang pengganti Rp 50 juta, mengajukan nota pembelaan atau pledoi.
Dalam pledoi, kuasa hukum terdakwa, Gede Pasek Suardika dkk, secara tegas membantah seluruh tuntutan yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Bali I Nengah Astawa dkk. Pasek menilai tuntutan JPU tidak konsisten dan sejumlah unsur dakwaan tidak terbukti di persidangan.
Di hadapan majelis hakim yang diketuai oleh Gede Putra Astawa, Pasek menyebutkan bahwa JPU pada awalnya menyamakan kedudukan Bendesa Adat dengan pegawai negeri sipil (PNS) karena menerima upah atau gaji dari pemerintah. Namun, dalam tuntutan, istilah tersebut diganti menjadi 'penghasilan'. "Padahal, pengertian upah, gaji, dan penghasilan dalam undang-undang berbeda. Ini menunjukkan ada salah satu unsur yang tidak terbukti, sehingga seharusnya terdakwa dibebaskan,” ujar Pasek, dalam sidang yang berlangsung selama hampir tiga jam itu.
Lebih lanjut, Pasek juga membantah tuduhan pemerasan yang didasarkan pada uang Rp 100 juta yang dijadikan barang bukti oleh JPU. Menurut Pasek, uang tersebut tidak diminta oleh terdakwa, melainkan diserahkan oleh saksi Andianto Nahak. Pasek menjelaskan bahwa saksi Andianto lah yang aktif menghubungi dan mengajak bertemu dengan terdakwa, kemudian menyerahkan uang tersebut tanpa adanya paksaan.
"Artinya, terdakwa tidak memaksa meminta uang Rp 100 juta. Unsur pemerasan tidak terpenuhi. Jika JPU ingin memaksakan, harusnya ini masuk dalam kategori suap, bukan pidana umum," tegas Pasek, pengacara asal Buleleng ini.
Pasek juga menekankan, bahwa dalam fakta persidangan tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa I Ketut Riana memiliki kewenangan untuk mengeluarkan izin investasi. “Bagaimana mungkin terdakwa yang tidak memiliki kewenangan bisa dihukum atas tindakan yang bukan merupakan kewenangannya? Ini kewenangan yang sifatnya semu,” ungkapnya.
Dalam pleidoi tersebut, Pasek meminta majelis hakim untuk membebaskan terdakwa. Ia menegaskan bahwa majelis hakim harus obyektif membaca fakta-fakta yang ada di persidangan. “Kalau majelis hakim mengikuti jalur yang benar, terdakwa hanya bisa dihukum jika semua unsur pidana terbukti. Nah, dalam kasus ini, tiga unsur tidak terbukti, jadi seharusnya terdakwa dibebaskan,” ujar Pasek dengan tegas.
Sidang akan dilanjutkan dengan agenda replik atau tanggapan dari JPU pada 23 September mendatang, sedangkan duplik dari pihak terdakwa dijadwalkan pada 29 September. Putusan atas kasus ini rencananya akan dibacakan pada 4 Oktober 2024. cr79
1
Komentar