Jelang Galungan Permintaan ‘Lamak’ Meningkat
DENPASAR, NusaBali - Permintaan lamak yang merupakan wastra atau busana untuk palinggih (bangunan) suci meningkat jelang Hari Raya Galungan, Rabu (25/9) dan Hari Raya Kuningan pada Sabtu (5/10). Alhasil, kini para perajin atau pembuat lamak harus kerja lebih dari biasanya.
Ni Made Natri, salah seorang perajin lamak asal Banjar Peninjoan, Desa Batuan, Sukawati, mengatakan kadang sampai lembus untuk menyelesaikan pesanan. “Ya, memang kadang sampai lembur, terutama jelang- jelang rerahinan (hari raya agama), seperti Galungan,” ujarnya, Jumat (20/9).
Menurut Natri, jelang Galungan permintaan wastra, khususnya lamak dan juga tamyang serta yang lainnya meningkat. Jika pada hari biasa permintaan tak lebih dari 100, kini mendekati hari raya permintaan bisa lebih dari 100 untuk sepekan.
Untuk membuat lamak dan jenis wastra lainnya, Natri dibantu tiga karyawan. Dengan jumlah tersebut, Natri mengaku masih kekurangan tenaga. Menurutnya membuat lamak dan wastra merupakan pekerjaan yang detil dan butuh kesabaran. Faktor itulah, lanjutnya, kemungkinan kini yang kurang berminat menekuni pekerjaan membuat wastra, kecuali tak ada pilihan.
“Seperti waktu Covid-19 dahulu yang kerja membuat lamak, ramai. Sekarang tidak. Orang lebih suka kerja di pariwisata, karena pariwisata sekarang sudah lancar kembali,” ucapnya.
Namun, Natri tetap bertahan. Hal itu karena membuat lamak dan jenis wastra merupakan pekerjaannya, penopang ekonomi keluarganya. “Tiyang (saya) memang sudah dikenal sebagai pembuat lamak,” kata Natri.
Harga lamak sendiri saat ini bervariasi, tergantung bahan baku, terutama jenis uang kepeng yang digunakan. Harga paling bawah yakni Rp 50.000 per buah adalah lamak yang menggunakan uang kepeng dari seng, yang biasa disebut pis kuning. Lebih tinggi lagi Rp 75.000 per buah adalah lamak yang menggunakan uang kepeng coran atau cetakan sebagai bahan baku. “Jadi harganya bergantung pada pis bolong (uang kepeng) yang dipakai,” ujarnya. 7 k17
1
Komentar