nusabali

PDHI Ungkap Pergeseran Gejala Rabies pada Hewan

Peringatan World Rabies Day 2024 di Bali

  • www.nusabali.com-pdhi-ungkap-pergeseran-gejala-rabies-pada-hewan

Hasil pengamatan di lapangan sekitar 10 tahun terakhir, anjing yang secara klinis terlihat baik, namun setelah diobservasi satu hingga dua hari baru muncul gejala klinis rabies.

DENPASAR, NusaBali
Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI) Provinsi Bali mengungkapkan ada pergeseran gejala rabies pada hewan penular rabies (HPR), salah satunya anjing.

“Virus itu sudah mengalami sedikit mutasi, sehingga (gejala) klinis pun berubah,” kata Ketua PDHI Bali I Dewa Made Anom di sela vaksinasi HPR memperingati Hari Rabies Sedunia (World Rabies Day) di Pantai Mertasari, Sanur, Denpasar Selatan, Minggu (29/9) pagi. 

Dia menjelaskan apabila anjing terinfeksi virus rabies, gejala yang muncul, di antaranya keluar air liur secara terus menerus, takut air dan cahaya, lebih protektif atau kerap bersembunyi, dan ekor yang masuk ke dalam tubuhnya.

Namun, lanjut Dewa Anom, dari pengalaman di lapangan yang diamati sekitar 10 tahun terakhir, anjing yang secara klinis terlihat baik, namun setelah diobservasi satu hingga dua hari baru muncul gejala klinis rabies.

“Riset (pergeseran) itu belum ada yang menyatakan, dari buku teks saat kuliah sudah jauh berbeda, makanya kami lebih berhati-hati menangani anjing, karena tidak sesuai buku teks (teori) lagi,” kata Dewa Anom.

Mengingat Bali belum bebas dari rabies dan jumlah populasi anjing di Bali cukup banyak, dia membagikan pengalaman itu kepada rekan sejawatnya di seluruh Indonesia.

Dewa Anom menambahkan pergeseran gejala klinis itu bukan disebabkan vaksinasi rabies, namun diperkirakan karena perkembangan cuaca yang menyebabkan virus rabies bermutasi.

Menurut Dewa Anom, selain gejala klinis tersebut, ciri-ciri anjing yang terinfeksi virus rabies, di antaranya terjadi penurunan nafsu makan, menjadi agresif dengan menggigit semua benda di dekatnya.
Dia menyebutkan anjing yang positif rabies juga dominan akan mengejar manusia, meskipun anjing yang negatif rabies juga melakukan hal serupa, karena merasa wilayah (teritorial) mereka terancam sesuai karakter anjing umumnya.

Untuk itu, dia mengejar vaksinasi antirabies kepada HPR, baik hewan peliharaan maupun anjing liar yang dapat dilakukan masyarakat minimal satu tahun sekali vaksinasi.

Peringatan World Rabies Day (WRD) 2024 yang diselenggarakan PDHI Cabang Bali bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi Bali, Pemerintah Kota Denpasar, Pemerintah Kabupaten Badung, serta berbagai asosiasi dan lembaga swadaya masyarakat, tersebut diisi kegiatan vaksinasi gratis dan sterilisasi HPR seperti anjing dan kucing di Pantai Mertasari, Sanur, Denpasar Selatan. 

Kegiatan ini bertema ‘Breaking Rabies Boundaries’ dan dihadiri oleh berbagai elemen masyarakat untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya vaksinasi rabies dan kesehatan hewan. Acara dibuka secara resmi dengan pelepasan burung merpati putih oleh Sekretaris Daerah Provinsi Bali Dewa Made Indra, bersama perwakilan pemerintah kota dan kabupaten yang hadir. Kegiatan ini mencakup kontrol populasi hewan berupa steril dan kastrasi, vaksinasi rabies gratis, edukasi tentang rabies, talkshow, dan sebagainya. 

Dalam pemaparannya, Sekda Dewa Indra mengatakan bahwa tantangan ke depan adalah membebaskan Bali dari rabies. Saat ini, masih ada pekerjaan rumah (PR) untuk mewujudkan target Bali bebas rabies pada 2030, di mana sekitar 30 persen anjing belum divaksinasi rabies. Menurut data Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali, cakupan vaksinasi anjing, termasuk anjing liar, telah mencapai sekitar 426 ribu ekor atau 70,53 persen dari estimasi populasi anjing di Pulau Dewata yang mencapai sekitar 605 ribu.

Ketua panitia drh Wayan Yustisia Semarariana, mengungkapkan dari target awal yang hanya 100 ekor, ternyata vaksinasi rabies gratis ini melayani lebih dari 300 ekor anjing dan kucing. Selain itu, 92 hewan juga tercatat telah menjalani proses steril hingga tengah hari. 

Yustisia menyatakan bahwa beruntung pemerintah telah menyediakan lebih stok vaksin rabies saat acara ini, sekaligus yang terbaik dan telah terstandarisasi Standar Nasional Indonesia (SNI) dan Organisasi Standardisasi Internasional (ISO), yaitu Rabisin. 

“Kami ingin agar seluruh hewan peliharaan mendapatkan vaksinasi dan perawatan yang baik agar Bali bebas dari rabies,” katanya.

Yang menarik lainnya, dalam acara ini juga dilakukan pemasangan microchip pada hewan, yang berfungsi sebagai penanda identitas pemilik. Microchip ini mirip dengan KTP bagi manusia dan tertanam di bawah kulit hewan tanpa menyakiti. “Jadi diberikan semacam NIK seperti KTP bagi manusia, tapi ini di hewan. Dengan microchip, pemilik hewan dapat dengan mudah diidentifikasi dan misal hewan mereka memerlukan vaksinasi atau mengalami masalah kesehatan dapat mudah dikondisikan,” ujar Yustisia, seraya menjelaskan program ini baru inisiasi dan harapannya ke depan bisa berjalan lancar semuanya.

Selain itu, Yustisia menekankan pentingnya steril untuk mengontrol populasi hewan liar, terutama anjing di sekitar Pantai Mertasari tempat acara berlangsung. Dia mengingatkan pemilik hewan untuk melakukan vaksinasi dan merawat hewan peliharaan dengan baik, karena perilaku hewan sangat dipengaruhi oleh interaksi antara pemilik dan hewan tersebut.

Meskipun berbagai upaya telah dilakukan, kondisi rabies di Bali belum sepenuhnya bebas sejak tahun 2008. Oleh karena itu, pendekatan untuk penanggulangan rabies harus disesuaikan dengan kondisi masyarakat. “Kami berharap melalui kegiatan ini, masyarakat semakin sadar akan pentingnya kesehatan hewan dan penanggulangan rabies di Bali,” harap Yustisia.

Ketua PDHI Bali I Dewa Made Anom, menjelaskan bahwa pihaknya menyediakan 300 dosis vaksin untuk HPR selama acara ini. “Saat ini, kami memiliki stok vaksin HPR sebanyak 3.500 dosis, dan masyarakat dapat mengaksesnya melalui PDHI Bali,” tuturnya. 

Salah satu narasumber dalam talkshow, Sekretaris Tim Koordinasi Sonosis dan Penyakit Infeksi BPBD Bali Eka Saputra, menjelaskan bahwa kegiatan ini bertujuan untuk menurunkan atau menghilangkan kasus rabies di Bali. Dia menyampaikan bahwa kasus gigitan rabies masih cukup tinggi, terutama di Karangasem, Buleleng, dan Bangli, tetapi penanganan yang dilakukan telah berhasil meminimalisir kasus gigitan yang menyebabkan kematian.

“Rabies tidak hanya bisa ditangani oleh Dinas Pertanian dan Peternakan, tetapi juga lintas sektor. Target dari Pemprov Bali adalah membentuk tim siaga rabies di masing-masing desa yang kini hampir mencapai 50 persen. Kami berharap tim ini benar-benar bekerja optimal untuk mencapai target Bali bebas rabies pada 2030,” tandas Eka Saputra.

Salah satu inisiatif penting yang juga disampaikan dalam acara ini adalah program ‘1 Desa 1 Dokter Hewan.’ Program ini diharapkan dapat meningkatkan kolaborasi antara dokter hewan dan masyarakat desa dalam upaya memberantas rabies. “Gerakan ini cukup bagus, tetapi harus didukung oleh masyarakat sendiri, dan juga kolaborasi antara tim siaga rabies dan dokter hewan harus digalakkan sehingga akan lebih terlihat dampaknya nanti,” ucap Eka Saputra. 7 cr79, ant

Komentar